NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Gasekil (Gadis Seratus Kilo)

Mengejar Cinta Gasekil (Gadis Seratus Kilo)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Karena Taruhan / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Idola sekolah / Cintapertama
Popularitas:22.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Raska adalah siswa paling tampan sekaligus pangeran sekolah yang disukai banyak gadis. Tapi bagi Elvara, gadis gendut yang cuek dan hanya fokus belajar, Raska bukan siapa-siapa. Justru karena sikap Elvara itu, teman-teman Raska meledek bahwa “gelar pangeran sekolah” miliknya tidak berarti apa-apa jika masih ada satu siswi yang tidak mengaguminya. Raska terjebak taruhan: ia harus membuat Elvara jatuh hati.

Awalnya semua terasa hanya permainan, sampai perhatian Raska pada Elvara berubah menjadi nyata. Saat Elvara diledek sebagai “putri kodok”, Raska berdiri membelanya.

Namun di malam kelulusan, sebuah insiden yang dipicu adik tiri Raska mengubah segalanya. Raska dan Elvara kehilangan kendali, dan hubungan itu meninggalkan luka yang tidak pernah mereka inginkan.

Bagaimana hubungan mereka setelah malam itu?

Yuk, ikuti ceritanya! Happy reading! 🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Protektif

Kemudian, suara itu muncul. Lembut. Nyaris tak dikenali siapa pun.

“Gue antar pulang, ya.”

Satu detik hening.

Para siswa saling pandang: Itu… Raska? Bicara gitu?

Elvara hanya mengangguk kecil.

Raska membantu Elvara berdiri. Asep dan Gayus ikut sigap menahan berat tubuh Elvara yang masih goyah.

Begitu stabil, Raska menoleh ke Gayus dan mengulurkan tangan.

“Blazer gue.”

Gayus segera menyerahkannya.

Tapi alih-alih memakainya… Raska menyampirkan blazer itu di tubuh Elvara. Gaun basahnya menempel pada kulit, dan entah kenapa itu membuat Raska tidak nyaman.

Ia tidak mengatakan apa pun. Namun tindakannya jelas:

Tidak ada yang boleh melihat Elvara seperti ini.

Tanpa menunggu, Raska memapah Elvara menuju pintu keluar villa.

Asep, Vicky, dan Gayus mengikuti di belakang, masih setengah syok dengan adrenalin yang belum turun.

Bella?

Ia hilang dari kerumunan. Pergi diam-diam, takut, malu, dan tidak ingin diinterogasi siapa pun.

Sementara itu…

Para siswa yang masih tinggal hanya bisa memandangi punggung mereka berlima yang menjauh, lalu menghilang di balik pintu. Dan saat bayangan itu lenyap…

BISIK-BISIK mulai pecah.

“Gile… gue kira Elvara mati beneran, sumpah.”

“Aku juga! Lututku sampai gak berasa.”

“Lu liat tadi? Raska panik. PANIK beneran.”

“Iya. Wajahnya kayak… pecah gitu. Beda banget dari biasanya.”

“Kenapa dia begitu? Mereka dekat?”

“Dekat dari mana?! Elvara aja cuek beton!”

“Justru itu, makanya aneh!”

“Gasekil jatuh ke kolam aja udah fenomena… ini kok bisa sampai Raska segitunya?”

“Ih sumpah tadi Asep sampe jatoh pas lihat Gasekil sadar."

“Terus Bella mana? Kok ilang?”

“Udah kabur kali, takut ditanya. Tadi posisinya deket Elvara 'kan?”

“Wah… wah… wah… jangan bilang…”

“Ssst! Jangan nyeletuk sembarangan!”

“Tapi jujur ya… waktu Raska cium Elvara… astagaa… gue rasanya gak percaya.”

“Bukan ciuman tauk, itu nyelametin hidup! Kasih napas buatan!”

“Ya tahu! Tapi tetap aja… Raska? Ke Elvara? Seriuss??”

“Dan blazer itu? ASTAGA DIA SAMPAI NUTUPIN BAJU ELVARA!”

“Dia protektif banget sumpah… gue sampai merinding.”

“Lu liat 'kan? Dia mapah Elvara terus keluar villa.”

“Raska megang tangan cewek? Kapan?”

“Nggak pernah.”

“Ini… bakal jadi topik sebulan sih.”

“Sebulan? SETAHUN!”

“Gue penasaran Raska ngomong apa sama Elvara nanti…”

“Tadi suara dia lembuuut banget. Kayak bukan dia.”

“Gue shock bukan soal drama, tapi… kayak Raska baru sadar sesuatu tentang Elvara.”

“Dan Elvara… hidup lagi, terus langsung minta maaf. Jadi makin ngakak sekaligus gemes.”

“Fix. Mereka berdua… ada apa-apanya.”

 

Sementara itu di luar villa,

Gayus menghidupkan mesin. Lampu depan menembus gelapnya pekarangan villa. Mobil perlahan melaju, meninggalkan sorakan, lampu pesta, dan bisik-bisik yang belum padam di belakang sana.

Asep duduk di kursi penumpang depan, masih menatap ke depan dengan wajah datar penuh fokus.

Sementara di belakang, Raska duduk di tengah, Elvara di sebelah kirinya, dan Vicky menutup barisan di kanan.

“Nyalain penghangat udara,” ujar Raska pelan, hampir terdengar seperti gumaman.

“Oh—iya, lupa.” Gayus buru-buru menekan tombol heater, membuat hawa hangat mengisi kabin yang tadinya dingin.

Suasana hening beberapa detik. Lampu jalan berganti-ganti memantul di wajah mereka.

Raska menunduk sedikit, suaranya keluar lebih lembut daripada yang pernah trio komentator dengar seumur hidup.

“Lo baik-baik aja?”

Asep dan Vicky spontan melirik ke kaca spion tengah. Gayus bahkan menahan napas agar tidak bersuara.

“Hum.” jawab Elvara singkat. Tenang. Datar. Tanpa dramatisasi.

Raska hanya mengangguk.

Senyuman tipis muncul di sudut bibirnya. Senyum yang sudah bertahun-tahun hilang sejak ibunya meninggal. Senyum yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapa pun… kecuali sekarang.

Dan trio komentator langsung tertunduk, pura-pura main HP, menahan komentar.

Sepanjang jalan mereka tak banyak bicara. Hingga mobil berhenti di depan rumah Elvara. Rumah sederhana yang pencahayaannya redup, berdiri tenang di antara rumah tetangga.

Raska turun lebih dulu dan membuka pintu untuk Elvara. Ia menunggu sampai gadis itu berdiri stabil sebelum mundur selangkah, memberi ruang.

Gaun Elvara sudah mengering berkat heater dalam mobil.

“Terima kasih.” katanya. Suaranya lembut, tulus, menatap satu per satu: Raska. Asep. Vicky. Gayus.

Empat cowok itu hanya mengangguk. Tidak ada yang bisa mereka lafalkan, karena apa pun kata-kata sekarang rasanya bakal merusak momen itu.

Elvara melangkah masuk halaman rumahnya. Pundaknya masih diselimuti blazer Raska. Cahaya teras memantulkan kilau halus kain mahal itu, kontras dengan rumah sederhana yang ia tinggali.

Ketika pintu kayu itu menutup, mobil kembali melaju perlahan.

 

Di dalam rumah, suasana dingin menyambut Elvara.

Elda yang baru keluar dari dapur sambil membawa teko air, menghentikan langkah saat melihat putrinya.

Mata wanita itu langsung menyipit, bergerak secepat radar. Tatapannya turun ke blazer mahal di bahu Elvara.

“Ra… blazer siapa ini?”

Nada suaranya tidak keras. Tidak marah. Tapi… waspada. Ketakutan tua yang mekar ulang.

Elvara menurunkan tasnya. “Temen, Bu.”

Elda mendekat. Jarinya menyentuh ujung blazer itu, dan ia langsung menarik tangannya, seolah kain itu panas. Pandangan Elda merayapi teksturnya, warnanya, potongannya.

Ia kenal jenis itu. Ia pernah hidup di lingkaran seperti itu. Dunia yang meninggalkan luka.

“Ra…” suara Elda melemah sedikit. “Kamu nggak pacaran sama anak orang kaya, 'kan?”

Elvara menoleh. Alisnya terangkat kecil. “Enggak.”

Tapi Elda tidak yakin. Ia menelan ludah, dadanya terasa sesak.

Dalam benaknya, berkelebat siluet pria bersetelan rapi… wajah dingin keluarga mantan pacarnya… tatapan merendahkan dari orang-orang yang pernah menilainya hanya karena status.

Elda menahan napas.

“Ra,” katanya lagi, lebih lirih kali ini. “Ibu cuma… nggak mau kamu terluka. Orang kaya… mereka—”

Elvara memotong lembut, “Bu. Aku nggak pacaran sama siapa-siapa.”

Elda terdiam.

Suara putrinya membuatnya sadar: ia bereaksi berlebihan. Ia memaksakan senyum, tapi retak.

“Ya sudah. Cepat tidur, nanti masuk angin.”

Elvara mengangguk dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Elda yang masih berdiri di ruang tengah, menatap blazer mahal itu di jarak beberapa langkah.

Warna blazer itu seperti memanggil kembali luka yang sudah lama ia kubur. Dan untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun…

Elda takut.

Takut putrinya akan masuk ke dunia yang dulu menghancurkan hidupnya.

 

Di dalam mobil, suasana hening.

Hanya deru mesin yang terdengar. Lampu jalan memantul di kaca, memecah wajah-wajah yang tegang.

Vicky, yang sejak tadi diam dengan tangan gelisah mengetuk pahanya, akhirnya memberanikan diri. Ia menoleh ke Raska di sebelahnya.

“Ras…” suaranya rendah, tak seperti biasanya, “Lo tadi kelihatan panik banget.”

Dari kursi kemudi, Gayus melirik kaca tengah spion sambil mencondongkan tubuh sedikit, suaranya pelan tapi jelas, sok ilmiah seperti biasa.

“Iya. Secara fisiologis kami panik juga, tapi… respons lo beda, Ras. Intensitasnya meningkat signifikan.”

Asep yang duduk di depan, kursi sebelah kemudi, memutar tubuhnya setengah. Ekspresinya masih shock.

“Bener,” ia mengangguk dengan mata membesar, “Lo tadi sampe… nangis, Ras…”

Kata "nangis" itu hampir ia bisikkan, seakan takut menyakiti perasaan temannya.

Mereka bertiga menatap Raska. Menunggu. Tak berani mendesak, tapi juga tak sanggup menahan penasaran dan kekhawatiran.

Raska tak menjawab.

Ia hanya menatap jendela yang gelap, kedua tangannya mengepal erat di pangkuan. Begitu erat, sampai buku-buku jarinya memutih.

Gayus buru-buru menenangkan, mengalihkan tekanan.

“Ah, sudahlah. Normal kok. Lo panik karena Elvara… ya satu-satunya cewek yang cukup dekat sama lo.”

Asep mengangguk cepat, membenarkan apa saja yang bisa meredakan.

“Iya! Iya bener. Bener banget. Udah, santai. Kita nggak maksa cerita.”

Vicky menghembuskan napas dan menepuk bahu Raska perlahan. Gerakannya lembut, beda dari playboy sok tahu yang biasanya.

“Ras… apapun yang terjadi, kita ada buat lo. Gue, Asep, Gayus. Lo nggak sendirian.”

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
sunshine wings
🤣🤣🤣🤣🤣
sunshine wings
demi Raska.. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
sunshine wings
ya tunggu aja sampe papa Nata buat ujian DNA..
sunshine wings
kerana lo itu bukan keturunannya bukan juga pewarisnya.. huff..🙄🙄🙄🙄🙄
sunshine wings
💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻
sunshine wings
nah lo.. kena mental.. asal maunya yg senang aja ya.. mau pake jalan pintas.. huh! lo itu bukan anaknya papa..
sunshine wings
duh! kasian Raska ya menanggung luka dan trauma masa lalu.. Sungguh hidup.gak bener² sempurna.. 😢😢😢😢😢
LU514N4
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 dlm hati raska iyaa juga ya dia endut aja gw nempel apa lg kurus bisa² kyk perangko lengket
LU514N4
saya kok curiga ya sam Lisa jagan² dia yg bunuh ibu raska buat seolah² ibu raska bunuh diri komsumsi pil yg berlebihan
anonim
Bella ngapain ikut gabung belajar.
Sepertinya tidak diterima belajar bersama secara halus Rasa malunya tipis - kebanyakan rasa iri terhadap Elvara. Maunya mendekati Raska, Raska tak bergeming sedikitpun.

Bisa-bisanya ikut gabung belajar bersama lima temannya yang jelas tak menyukai dirinya.
Anitha Ramto
Biarkan saja ulatnya neplok di si Bella karena ia pantas dengan julukan ulat bulu🤣...
tatapan mata Raska ke Elvara sangatlah berbeda😍
sunshine wings
yaa.. benar sekali.. udah terdesak ya jadi apapun itu bakal dilakuin.. Raksa harus berjaga² ya.. juga Elvara..
LU514N4
Roy kenapa gk di jodohin sama bella aja sich na sama gk waras 🤣🤣🤣
sunshine wings
kan Raska..
abimasta
kalah malu kamu bella harusnya jangan sok sok an nimbrung
Endang Sulistiyowati
Ga kebayang jadi ulatnya, sebelum ketemu malaikat maut harus oper sana sini, wkwkwkkk...
ngapain sih si Bella, jadi pengganggu aja. kehadirannya udah di tolak masih aja nekat duduk, ga tau malu dia
Marsiyah Minardi
Elvara definisi cewek cerdas berkelas badas berprinsip tegasss
Dek Sri
lanjut
Felycia R. Fernandez
masih gak sadar juga...
apapun kapanpun Lo bukan pilihan..
udah cabut sana,malu maluin aja
Felycia R. Fernandez
ya iya la,itu ulat nemplok sana nemplok sini...iiih kebayang ulat bulu hijau atau yang coklat jalan jalan dekat aku
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!