NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Seiring Waktu / Romansa / CEO
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Rienss

“Sah!”
Di hadapan pemuka agama dan sekumpulan warga desa, Alan dan Tara terdiam kaku. Tak ada sedikitpun senyum di wajah meraka, hanya kesunyian yang terasa menyesakkan di antara bisik-bisik warga.
Tara menunduk dalam, jemarinya menggenggam ujung selendang putih yang menjuntai panjang dari kepalanya erat-erat. Ia bahkan belum benar-benar memahami apa yang barusaja terjadi, bahwa dalam hitungan menit hidupnya berubah. Dari Tara yang tak sampai satu jam lalu masih berstatus single, kini telah berubah menjadi istri seseorang yang bahkan baru ia ketahui namanya kemarin hari.
Sementara di sampingnya, Alan yang barusaja mengucapkan kalimat penerimaan atas pernikahan itu tampak memejamkan mata. Baginya ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia tak pernah membayangkan akan terikat dalam pernikahan seperti ini, apalagi dengan gadis yang bahkan belum genap ia kenal dalam sehari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rienss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menyingkirkannya Pelan-Pelan

Suara langkah kaki Dirga bergema keras di sepanjang koridor lantai teratas gedung perkantoran Zeal Industries pagi itu.

Tanpa menghiraukan sapaan Rinda, sekretaris Alan yang buru-buru berdiri dari kursinya, ataupun mengetuk pintu ruang CEO terlebih dahulu, Dirga langsung mendorong pintu di hadapannya dengan gerakan sedikit kasar.

Begitu pintu terbuka, ia mendapati Alan dan Rico sedang berdiskusi masalah pekerjaan, dan kedua pria itupun sontak menoleh.

“Kenapa Abang lakukan ini?” tanya Dirga tanpa basa-basi dengan suara tajam. “Kenapa kau memindahkan Tara ke cabang di Bandung tanpa memberitahuku terlebih dahulu?”

Rico menatap ke arah Alan, jujur ia juga penasaran. Ia tahu Alan barusaja menandatangani surat mutasi Tara, tapi alasannya masih abu-abu. Bukankah Gadis itu adalah orang yang menyelamatkan nyawa Alan waktu itu? lalu kenapa bukannya membalas budi dengan memberinya tempat yang nyaman di kantor pusat, tapi justru membuangnya ke anak perusahaan  yang notabene banyak masalah dan berada di tempat yang jauh.

Di sisi lain, Alan sendiri tak langsung menanggapi pertanyaan adiknya barusan. Ia hanya menatap kosong berkas-berkas di atas mejanya sebentar sebelum matanya kembali pada Dirga yang kini telah berdiri di sisi mejanya, menunggu penjelasan.

Alan sempat menunduk sebentar, setelah itu ia pun kembali mengangkat pandangan. “Itu keputusan final, Dirga,” jawabnya datar dan dingin. “Dia lebih dibutuhkan di sana.”

“Omong kosong!” balas Dirga cepat. “Abang pikir aku tidak tahu alasannya? Kau sengaja menjauhkan dia bukan karena urusan pekerjaan, Bang, tapi karena kau tahu aku menyukainya.”

Rico mengerjap kaget, matanya bergantian menatap dua bersaudara itu. Sebagai sahabat  ia sudah cukup khatam dengan sikap Dirga, keras kepala, emosional, tapi jarang sekali berbicara sejujur itu, apalagi di sepan Alan.

“Bukankah aku sudah bilang pada Abang, bahwa dengannya aku tahu batasan?” lanjut Dirga dengan suara bergetar karena amarah dan ledakan emosi yang menguasainya.

”Kenapa Abang tidak percaya padaku? Atau jangan-jangan... Abang sendiri juga menaruh perasaan padanya?”

“Jaga bicaramu, Dirga!” bentak Alan tiba-tiba, suaranya menggelegar ke setiap sudut ruangan.

Kedua tangannya yang mengepal di sisi meja hampir menghantam permukaannya. Rahangnya kini semakin mengeras.

“Tidak untuk kali ini, Bang.” Suara Dirga ikut meninggi. “Aku tidak akan tinggal diam dengan ketidakprofesionalan Abang.”

Rico yang sejak tadi menatap gelisah segera bergerak cepat. Ia berdiri lalu menepuk bahu Dirga dengan hati-hati, berusaha menurunkan tensi yang sudah memuncak.

“Pak Dirga, cukup,” ujarnya pelan namun terkesan tegas. “A_ayo, sebaiknya kita bicara di luar.”

Dirga menoleh ke arahnya sejenak dengan napas yang masih berat. “Tidak sebelum aku mendengar sendiri alasan darinya, Co,” desisnya sembari kembali menatap Alan dengan tajam.

Rico mengangguk pada Alan seolah minta izin, ia kemudian menarik lengan Dirga perlahan ke arah pintu. “Please, Ga. Jangan buat suasana makin runyam di sini. Kita bicarakan baik-baik di luar, please.”

Dirga sempat keberatan, ia menatap Alan seperti ingin meneruskan perdebatan karena ia belum mendapatkan jawaban apapun dari kakaknya itu. Tapi tekanan tangan Rico dan tatapan isyaratnya membuatnya mundur.

Dengan penuh keengganan, ia mengikuti langkah Rico keluar ruangan, sementara kepalanya sesekali masih menoleh ke arah Alan. Masih ada bara kekecewaan di sana.

Di sisi lain, Alan masih berdiri di tempatnya, menatap kepergian dua lelaki itu dalam diam, nafasnya belum sepenuhnya stabil, masih naik turun.

Ia akui Dirga benar.

Keputusannya kali ini memang tidak profesional.

Tapi ia tidak sanggup mengambil resiko lebih besar lagi, tidak untuk dirinya sendiri, tidak juga untuk rumah tangganya bersama Lira.

Jika mutasi Tara adalah satu-satunya cara untuk menjaga semuanya tetap utuh, maka biarlah. Bahkan meskipun ia harus menanggung semua amarah dan kecurigaan adiknya sendiri.

Sementara itu di ruangannya, Tara duduk diam sambil menundukkan kepala di kursinya. Tangan kanannya masih memegang surat perintah mutasi yang barusaja diberikan pak Andri.

Tara menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering.

Sebagian dari dirinya masih berharap ini hanya sebuah kesalahan administratif, mungkin salah input data atau mungkin surat yang tertukar.

Ia belum genap sebulan bekerja di tempat itu, bahkan belum benar-benar menyesuaikan diri dengan ritme dan tekanan di lingkungan barunya itu.

Tapi sekarang... tiba-tiba saja ia dipindah tugaskan.

Ke tempat yang baru, yang sama sekali belum ia ketahui seperti apa suasana kerja di sana, seperti apa orang-orangnya.

Menurutnya semua ini terlalu tiba-tiba, tidak masuk akal.

Tara menghela napas berat.

Ia menatap kembali lembaran surat di tangannya.

Ada tanda tangan Alan di sana. Nama itu tertulis jelas, Alandra Hardinata, CEO Zeal Industries.

Tara yakin ini bukan soal pekerjaan. Bukan performa kerjanya yang buruk.

Tapi...

Ini adalah keputusan personal Alan.

Ini cara pria itu menyingkirkannya.

Tara menghembuskan napas. Padahal ia sudah berkali-kali mengatakan pada Alan bahwa ia tidak akan pernah mengusik rumah tangga  pria itu.

Dari awal Ia juga tidak menginginkan pernikahan mereka dulu terjadi, dan bahkan sudah meminta pria itu untuk mentalaknya beberapa kali.

Tapi apa?

Kata cerai itu tak kunjung keluar dari mulut Alan, dan pria itu bahkan menahan status mereka dengan alasan yang tidak jelas.

“Menepati janji pada ayah untuk menjagamu,” begitu alasannya waktu itu.

Dan sekarang, begini cara Alan menjaganya? Dengan menyingkirkannya pelan-pelan?

Tara mendengus pelan. “Ciih...”

Senyum kecut terulas di bibirnya saat mengingat wajah Alan malam itu. “Dasar pria jelek...” desisnya pelan penuh kekesalan.

“Ra...”

Tara tersentak dan sontak menoleh, mendapati Sena yang sudah berdiri di belakang kursinya.

“Jadi kabar tentang kamu itu benar?” Tanya sena pelan dan terkesan ragu-ragu. “Kamu... beneran dimutasi?”

Tara mengangguk kecil. “Iya, jawabnya singkat, berusaha terdengar tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Ia lalu menunjukkan surat di tangannya. “Ini buktinya.”

Sena hanya menatap lembaran putih itu sejenak tanpa berniat untuk membacanya. Mata gadis itu justru menatap wajah Tara lekat, “Kamu tidak sedih? Tidak bertanya pada pak Andri alasan dimutasi?”

Tara menggeleng, mencoba tersenyum. “Tidak usah, Na. Aku... nggak papa kok.”

“Tapi Ra... kamu bahkan belum sempat adaptasi di sini... masa udah main dipindah saja sih,” sanggah Sena. “Ini aneh tahu, nggak?”

“Bener, Ra,” timpal Rio dari arah mejanya. Pria itu menghentikan pekerjaannya dan ikut nimbrung. “Biasanya mutasi tuh ada pembicaraan terlebih dahulu. Bukan langsung kasih keputusan final seperti ini.”

Tara menunduk menghembuskan napas pelan. Ia lalu menatap surat mutasi itu sekali lagi sebelum menaruhnya di atas meja.

“Sudahlah, tidak apa-apa. Mungkin memang lebih baik seperti ini,” ujarnya lirih, berusaha menenangkan kedua teman sejawatnya tersebut. “Lagipula, aku juga suka kok hidup nomaden. Hitung-hitung... jalan-jalan gratis, kan?”

Ia mencoba tersenyum, menunjukkan bahwa ia tak mempermasalahkan apapun. Sedangkan Sena dan Rio hanya bisa menatapnya lama. Mereka tahu betul Tara sedang menahan sesuatu di balik ketenangan yang ditunjukkannya itu.

“Ra, kemari sebentar.”

Ketiganya menoleh, di ambang pintu ruang manager, pak Andri melambaikan tangan ke arah Tara.

Tara bergegas berdiri, sementara Sena sempat menepuk bahunya pelan dan memberinya semangat.

“Good luck,” ucapnya lirih.

Tara membalas dengan senyum tipis sebelum melangkah menghampiri pak Andri.

“Ada yang harus saya kerjakan, Pak?” tanyanya begitu mereka berhadapan.

“Ini,” ujar pria itu menyerahkan map hitam pada Tara. “Pak Dirga memanggilmu ke ruangan. Bawa ini sekalian untuk diotorisasi oleh beliau.”

Tara mengangguk, “Baik, Pak,” jawabnya ringan seraya menerima map itu.

Tak menunggu lama, Tara kemudian menunduk sopan dan berpamitan. Ia lalu melangkah meninggalkan atasannya itu menuju ke lift yang akan mengantarkannya ke lantai atas.

Sementara itu di ruangannya yang sunyi,  tanpa diketahui siapapun, sejak beberapa waktu lalu Alan diam-diam memperhatikan setiap gerakan Tara melalui rekaman kamera pengawas yang terhubung ke laptopnya.

Bagaimana gadis itu duduk diam di kursinya sambil memegang surat keputusan mutasi, bagaimana ekspresi gadis itu saat mengobrol dengan  kedua temannya,  bagaimana Tara melangkah menghampiri Andri dan menerima sebuah map.

Dan kini, layar laptopnya menampilkan bagaimana tatapan kosong Tara saat gadis itu keluar dari dalam lift di lantai delapan belas.

Rahang Alan seketika mengeras.

Satu tangannya mengepal kuat di atas meja hingga buku-buku jarinya memutih berusaha menahan dorongan amarah yang tiba-tiba membuncah tanpa alasan yang logis.

“Dirga...”desisnya pelan. “Kenapa kau harus menemuinya lagi, Tara.”

Ia menatap layar untuk beberapa detik lagi sebelum akhirnya menutup laptopnya itu dengan gerakan cepat dan kasar.

“Sial!”

1
Rahmat
Astaga suka dan benci tapi ke lihatan cemburux ckckckck
Rahmat
Dirga rebut tara dr pria pengecut seperti alan klau perlu bongkar dirga biar abang mu dlm masalah
Rahmat
Duh penasaran gimana y klau mrk bertemu dgn tdk sengaja apa yg terjadi
ida purwa
nice
tae Yeon
Kurang greget.
Rienss: makasih review nya kak. semoga kedepan bisa lebih greget ya
total 1 replies
minsook123
Ngakak terus!
Rienss: terima kasih dah mampir kak. Salam kenal dan semoga betah baca bukuku ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!