Tak pernah terbayangkan dalam hidup Selena Arunika (28), jika pernikahan yang ia bangun dengan penuh cinta selama tiga tahun ini, akhirnya runtuh karena sebuah pengkhianatan.
Erlan Ardana (31), pria yang ia harapkan bisa menjadi sandaran hatinya ternyata tega bermain api dibelakangnya. Rasa sakit dan amarah, akhirnya membuat Selena memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dan memilih hidup sendiri.
Tapi, bagaimana jika Tuhan mempermainkan hidup Selena? Tepat disaat Selena sudah tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan siapapun, tiba-tiba pria dari masalalu Selena datang kembali dan menawarkan sejuta pengobat lara dan ketenangan untuk Selena.
Akankah Selena tetap pada pendiriannya yaitu menutup hati pada siapapun? atau justru Selena kembali goyah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna_Ama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16.
Keesokan paginya, udara terasa sedikit lebih dingin dari biasanya. Langit nampak mendung, seolah ikut menyesuaikan suasana hati Selena pagi itu. Sejak subuh, rumah sudah mulai ramai. beberapa asisten rumah tangga sudah sibuk didapur menyiapkan sarapan untuk tuan rumah nya, dan mama Jana ikut sibuk membantu Selena menyiapkan beberapa berkas yang dibutuhkan untuk mediasi nanti.
Sedangkan, Selena masih didalam kamarnya. Kamar yang sudah tiga tahun ini tidak ia tempati semenjak menikah dengan Erlan. Dan, sejak ia pulang dari dirawat dirumah sakit beberapa hari yang lalu, akhirnya Selena memutuskan untuk kembali tinggal bersama kedua orangtua nya. Dan, disjnilah ia berada. Duduk dikursi rias sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Penampilannya hari ini cukup sederhana, ia hanya mengenakan blouse putih polos yang dipadukan dengan celana bahan krem muda. Rambutnya diikat setengah, wajahnya hanya dipoles tipis, hanya sekadar menutupi lelah yang masih tersisa.
Selena menarik napas panjang, mencoba menenangkan degup jantung yang sejak tadi tak berhenti berpacu tak menentu.
Tok…
Tok…
Tok...
Terdengar suara ketukan lembut di pintu membuat Selena seketika menoleh.
“Sel, udah siap, sayang?” suara Mama Jana terdengar dari luar.
“Iya, Ma. Sebentar lagi,” jawab Selena, sambil mengambil tas tangan dan map berisi dokumen yang sudah Lily siapkan kemarin.
Mama Jana masuk ke kamar, melangkah pelan. “Kamu yakin udah kuat, Nak?” tanyanya dengan lembut.
Selena tersenyum kecil seraya mengangguk pelan, berusaha meyakinkan mama Jana. “Aku harus siap, Ma. Aku mau semua ini selesai hari ini.”
Mama Jana menganggukkan kepalanya paham, ia lalu merapikan rambut Selena sebentar seperti kebiasaannya sejak putrinya masih kecil. “Kamu kuat, Nak. Jangan takut, mama ada disana buat dampingi kamu.”
“Terima kasih, Ma…”
Tak lama kemudian, Lily datang membawa berkas tambahan di tangannya. “Mobilnya siap, Sel. Uncle Fandi sudah nunggu di depan. Mau berangkat sekarang?”tanya nya
Selena mengangguk seraya berdiri dari duduknya, menarik napas sekali lagi sebelum melangkah keluar kamar. Ia menatap sejenak sekeliling rumah.
Rumah yang kini terasa lebih hangat dan tenang dibanding rumah yang pernah ia tempati bersama Erlan.
Sebelum benar-benar melangkah pergi, Selena berbisik pelan pada dirinya sendiri, "Semoga setelah ini… aku benar-benar bisa mulai dari awal lagi.”
.
.
Begitu keluar rumah, udara pagi langsung menyambut dengan hembusan lembap. Mobil hitam sudah terparkir di depan, dengan Fandi yang berdiri di sisi kanan sambil membuka pintu belakang.
“Pagi nyonya... Pagi nona Selena” sapa Fandi sopan.
“Pagi Uncle Fandi,” jawab Selena dengan senyum tipis.
"Pagi Fan, tumben gak ke kantor?" tanya mama Jana keheranan saat melihat asisten pribadi suaminya itu sudah nangkring didepan rumah.
"Saya diminta tuan untuk mengantar nona Selena ke pengadilan nyonya, setelah selesai baru saya ke kantor". Jawab Fandi
Mendengar itu, mama Jana hanya mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Setelah itu, Selena segera masuk kedalam mobil dan Mama Jana menyusul di belakang, Lily duduk di kursi depan sambil mengecek ulang berkas di mapnya.
Setelah memastikan nyonya dan nona muda nya duduk dengan nyaman, barulah Fandi berlari kecil mengitari setengah badan mobil lalu masuk dan duduk dibalik kemudi.
"Sudah siap nona ?" tanya Fandi seraya melirik Selena dari kaca spion.
Selena menganggukkan kepala,"Sudah uncle, ayo berangkat sekarang".
Fandi segera menyalakan mesin mobilnya, menginjak pedal gas dan rem nya, kemudian mobil pun melaju perlahan meninggalkan pelataran rumah papa Riza menuju gedung pengadilan.
.
.
Tak banyak percakapan di sepanjang perjalana. Hanya suara radio yang terdengar pelan, mengisi jeda di antara pikiran mereka masing-masing. Selena menatap keluar jendela, mencoba menenangkan dirinya.
Sekitar setengah jam kemudian, mobil berhenti di depan pengadilan pusat kota.
Fandi turun lebih dulu dan membuka pintu belakang. “Sudah sampai, Nona.”
Selena menarik napas pelan. "terimakasih uncle Fandi".
"Sama-sama nona". Fandi segera menutup pintu nya setelah mama Jana menyusul keluar, begitu juga dengan Lily.
Selena tak langsung melangkah masuk ke dalam gedung itu. Ia berdiri di depan gedung tersebut, menatap bangunan bercat putih yang menjulang kokoh di hadapannya.
Sungguh, demi apapun, tak pernah terbayang olehnya kalau suatu hari ia akan menginjakkan kaki di gedung pengadilan ini. Tempat di mana banyak kisah cinta pernikahan berakhir, termasuk kisahnya sendiri.
Untuk beberapa saat, Selena hanya terdiam. Angin pagi yang berhembus membuat helai rambutnya bergerak pelan, sementara dadanya terasa sedikit sesak. Ia menarik napas dalam, menundukkan kepalanya mencoba menenangkan diri seraya menatap ujung sepatu heels yang ia kenakan hari ini
Sentuhan lembut di bahunya membuat Selena sontak menoleh.
“Sel…”panggil Lily pelan, seolah mengerti isi kepala sahabatnya itu. “Mau masuk sekarang?, waktunya udah hampir jam sembilan.”
Selena mengangguk pelan, berusaha menahan getaran kecil di dadanya. “Iya, Ly…” ujarnya lirih.
Mama Jana yang berdiri di samping mereka menepuk tangan putrinya dengan lembut.
“Ingat, Nak… mama di sini, kamu nggak sendiri.”Bisik mama Jana lembut
Selena tersenyum tipis, lalu melangkah perlahan melewati pintu kaca besar itu. Setiap langkah yang ia ambil terasa berat, tapi di dalam hati kecilnya, ia tahu ini adalah langkah menuju akhir dari satu kisah dari hidupnya, dan juga menjadi awal dari bab baru dalam kehidupan selanjutnya.
.
.
Begitu masuk, hawa di dalam gedung terasa berbeda. Dingin, tenang, tapi juga penuh tekanan. Suara langkah kaki dan percakapan pelan orang-orang di lorong bergema samar.
Selena berjalan diapit oleh Mama Jana dan Lily. Matanya sempat menatap beberapa pasangan lain yang juga duduk di kursi tunggu, sebagian terlihat tegang, sebagian lagi datar tanpa ekspresi. Entah kenapa, pemandangan itu justru membuat dadanya semakin terasa sesak.
Mereka berhenti di depan ruang mediasi. Sebuah papan nama kecil bertuliskan “Ruang Mediasi I” terpajang di pintu berwarna cokelat tua.
“Duduk dulu aja ya, Sel. Kita tunggu dipanggil,” ucap Lily lembut sambil menatap jam di pergelangan tangannya.
Selena mengangguk pelan lalu duduk di kursi panjang yang tersedia. Tangannya menggenggam map berisi dokumen itu erat-erat. Seolah-olah takut kehilangan pegangan.
Mama Jana duduk di sampingnya, menepuk pelan punggung tangan putrinya itu. “Nafas dulu yang tenang, Nak. Nggak usah takut. Semua akan selesai hari ini.”
“Iya, Ma…” jawab Selena pelan, senyumnya tipis tapi dipaksakan.
Beberapa menit berlalu dalam diam. Hingga akhirnya, seorang petugas keluar dari dalam ruangan, memanggil nama mereka dengan suara datar.
“Selena Arunika dan Erlan Adinata, silakan masuk.”
Deg!
.
.
.
Jangan lupa dukungannya yaa! Like, vote dan komen... Terimakasih ❤️🎀
seperti diriku jika masalah keungan tipis bahkan tak ada bayangan
Maka lampirku datang 🤣🤣🤣
dan sekarang datang