Salah masuk kamar, berujung ngamar ❌ Niat hati ingin kabur dari Juragan Agus—yang punya istri tiga. Malah ngumpet di kamar bule Russia.
Alizha Shafira—gadis yatim piatu yang mendadak dijual oleh bibinya sendiri. Alih-alih kabur dari Juragan istri tiga, Alizha malah bertemu dengan pria asing.
Arsen Mikhailovich Valensky—pria dingin yang tidak menyukai keributan, mendadak tertarik dengan kecerewetan Alizha—si gadis yang nyasar ke kamarnya.
Siapa Arsen sebenarnya? Apakah dia pria jahat yang mirip seperti mafia di dalam novel?
Dan, apakah Alizha mampu menaklukkan hati pria blasteran—yang membuatnya pusing tujuh keliling?
Welcome to cerita baper + gokil, Om Bule dan bocil tengilnya. Ikutin kisah mereka yang penuh keributan di sini👇🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada mantan
Arsen duduk bersandar dengan wajah dingin, kedua lengannya terlipat. Pura-pura cool, padahal matanya diam-diam melirik ke arah Alizha yang dari tadi heboh sendiri. Ketawa, teriak, sampai ikut ngomel-ngomel ke layar seakan tokohnya bisa dengar.
Dia menghela napas panjang. "Hari pertama jadi suami dan saya malah menonton cartoon bersama istri cerewet ini. Unbelievable."
Tanpa sadar, keluar gumaman pelan dari bibirnya. "You really are anak-anak."
Alizha langsung menghentikan aksinya, menoleh dengan mata membulat. "Hei! Garing banget hidup orang tua. Tontonan seru gini aja diklaim film anak-anak terus."
Arsen menatapnya datar, mencoba tetap cool, tapi ujung bibirnya melengkung menahan tawa. "Still, anak-anak."
"Udah deh, mending nikmatin aja. Biar tidak kaku banget. Orang tua juga butuh hiburan lho." Alizha kembali fokus ke layar, tapi kali ini dengan sengaja bersandar santai, seolah menandai kalau dia yang menang debat lagi.
Arsen hanya menghela napas, lalu menutup wajahnya sebentar dengan tangan. "God, I’m doomed."
Beberapa menit berlalu, ponsel Arsen bergetar. Nama Anton tertera di layar. Dengan nada singkat, dia menerima panggilan itu, lalu mengakhiri sambungan.
Arsen menoleh ke arah Alizha yang masih serius menonton. "Breakfast. Kita turun sekarang."
Alizha spontan bangkit, matanya berbinar seperti anak kecil yang mau diajak jalan-jalan. "Wah, sarapan di hotel! Saya penasaran banget. Katanya makanannya enak-enak, kan, Mister?"
Arsen hanya mengangguk sambil berdiri, merapikan kemejanya yang tadi sempat kusut. "You’ll see."
Alizha sudah lebih dulu menuju pintu dengan langkah cepat. Tanpa sadar sudah membuat Arsen mendengus pelan melihat antusiasmenya. "Seperti anak kecil dibawa ke toko permen," gumamnya.
Alizha menoleh cepat. "Hah? Mister ngomong apa barusan?"
Arsen menggeleng pelan. "Nothing. Let’s go."
Arsen baru saja men-swipe kartu kunci kamar, pintu hotel terbuka otomatis. Begitu melangkah keluar, pandangannya langsung tertumbuk pada sosok yang membuat darahnya mendidih.
Mantannya berdiri anggun, lengannya begitu erat melingkar di suami barunya. Senyum mereka terlihat mesra, begitu menusuk dada Arsen.
Rahangnya mengeras, sorot matanya langsung tajam. "Shit! Kenapa harus di hotel yang sama pula. Bahkan di malam pertama yang bersamaan juga?"
Refleks, Arsen menggenggam tangan Alizha dengan kuat. Jemarinya seolah butuh pegangan agar amarahnya tidak meledak.
Alizha menoleh cepat, kaget dengan genggaman tiba-tiba itu. Tapi begitu melihat wajah si bule datar macam tembok lagi, dia hanya mendengus. "Yaelah, Mister. Genggam tangan orang kok yo kayak mau nyulik aja. Tidak ada romantisnya sama sekali."
"Saya takut kau malah jadi baper," Bisiknya pelan.
Alizha tidak peduli, dia malah membalas genggam itu. kembali ceria seperti awal.
Namun, berbeda dengan Arsen yang sedang dihantui masa lalu, Alizha malah sibuk memikirkan satu hal—sarapan mewah ala hotel. Matanya berkilat penuh antusiasme. "Ayo buruan! Katanya ada buffet, kan? Saya mau coba semua menu internasional. Mister jangan pelit ya, saya mau ambil yang banyak!"
Arsen hanya menahan geram dalam diam, masih menggenggam tangan Alizha erat—bukan untuk romantis, tapi untuk menutupi rasa teriris yang baru saja muncul.
Mantannya menghentikan langkahnya begitu melihat Arsen keluar kamar hotel, bergandengan erat dengan seorang gadis berjilbab. Pandangannya membulat tidak percaya.
"Mereka?" bisiknya, seolah tidak yakin dengan apa yang dia lihat. "Arsen benar-benar menikahi gadis itu? Atau dia sekadar gadis bayaran?"
Suaminya menoleh, lalu terkekeh sinis sambil merangkul pinggangnya. "Sayang, sekelas Arsen mana mungkin menikahi gadis muda polos begitu. Lihat saja gayanya. Melangkah sambil melompat kegirangan, tertawa sembarangan. Jelas sekali tidak berkelas."
Wanita itu masih menatap ke depan, matanya menyipit. Seakan-akan berusaha menilai lebih dalam siapa gadis yang kini berjalan di samping Arsen. Semakin lama dia pandangi, semakin ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
Suaminya melirik arah lift yang ingin dimasuki Arsen dan Alizha. "Ayo, kita ikuti. Aku ingin lihat sampai sejauh mana Arsen berani mempertontonkan ‘istri barunya’ itu."
Mereka berdua mempercepat langkah, berusaha mengejar agar bisa berada dalam ruang yang sama.
Begitu pintu lift terbuka, Arsen merasakan sesuatu yang mengusik. Perasaannya mulai tidak nyaman, seperti ada sepasang mata yang terus mengawasi gerak-geriknya. Naluri itu membuat tubuhnya kaku sejenak.
Tanpa pikir panjang, dia langsung menarik Alizha lebih dekat. Tarikan itu cukup keras, sampai tubuh mungil Alizha pontang-panting dibuatnya.
"Hei, Mister! Mau narik orang atau narik karung?!" Alizha sudah siap mengomel panjang lebar.
Namun, belum sempat dia membuka suara lebih jauh, Arsen menunduk dan menekan wajahnya ke dada bidangnya. Refleks, napas Alizha sesak.
"Ya Allah, Om bule! Saya masih butuh oksigen!" gumamnya setengah tercekik.
Arsen hanya mengeratkan pegangan, wajahnya kaku. Mtanya melirik ke arah pintu lift yang tertutup perlahan. Belum sempat pintu tertutup sempurna, pintunya kembali terbuka.
Sepasang suami-istri melangkah masuk. Mantan Arsen tersenyum manis, pura-pura ramah padahal jelas tatapan matanya menyiratkan sesuatu yang lain.
Senyum itu seperti pisau yang menusuk dada Arsen. Sementara Alizha yang masih terbenam di dadanya, cuma bisa mendengus dalam hati. Dia berusaha melepaskan diri. Lalu melihat siapa sosok di dekat mereka.
Saat sadar siapa kedua orang itu. Alizha langsung memiliki ide jahil. "Aku kerjain aja nih bule sekalian!" Dia menyeringai, lalu berdehem pelan. "Baby, kepala saya—duh!" Dia limbung ke tubuh Arsen.
Arsen reflek menyentuh wajahnya. "Why? Baby?" Dia bingung dengan panggilan manja dari Alizha.
Tapi berbeda dengan pemikiran pasutri di sebelah mereka. Mereka malah mengira itu sebuah panggilan balik dari Arsen. Panggilan sayang seorang suami yang sedang khawatir kepada istrinya. Tidak tahunya, Arsen sendiri tengah mempertanyakan hal Itu.
Alizha tidak peduli dengan pikiran mereka semua. Dia malah asik nemplok di dada Arsen. "Mister, help me!"
Arsen langsung tersadar lagi, lalu menekan pinggang Alizha agar tidak terjatuh. "Are you okay?"
Alizha menunduk sambil memegangi pelipis, wajahnya pura-pura kesakitan. "Aduh, Baby my love love ... pusing sekali. Kepala saya berputar-putar. Astaghfirullah, pusingnya seperti naik komedi putar gratis di pasar malam," gumamnya dramatis.
Arsen panik setengah mati. Dia menunduk, menyentuh dahi Alizha dengan telapak tangannya. "Baby goat, kamu demam? Why now?" Dia mengira Alizha serius. Setelah melihat keanehan itu dia pun memanfaatkan kesempatan yang ada.
Padahal di dalam hati Alizha sudah ngakak setengah mati. "Hah! Rasain! Si bule jadi panik. Malah mantannya ngira kami mesra beneran lagi." Alizha ngakak dalam hati.
Mantan Arsen menahan napas, senyumnya langsung jadi kaku. Suaminya sempat melirik sinis sambil berbisik pelan, "Lihat tuh. Dia bisa seromantis itu. Bikin muak. Pasti pura-pura."
Arsen, yang tidak tahu apa-apa, semakin menekan pinggang Alizha agar tidak jatuh. "Tenanglah. Saya pegang kamu, jangan banyak gerak." Suaranya terdengar perhatian sekali. Membuat si mantan kesal setengah mati.
Alizha langsung memanfaatkan momen itu, mengerling nakal. "Hehe, iya, Mister. Pegang yang erat ya. Jangan sampai saya jatuh. Kalau jatuh nanti dosa Mister, karena sudah jadi suami saya."
Arsen mendelik sekilas, wajahnya berusaha tetap tenang. "You crazy girl," desisnya pelan, tepat di telinga Alizha. Tapi tangannya justru makin menguat di pinggang Alizha.
Sementara pasangan di samping mereka makin keki, melihat Arsen yang biasanya dingin kini terlihat sangat protektif.
"Dia bisa semanis itu? Apa dia benar-benar Arsen?" si mantan semakin iri.