PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Racun Utara yang belum membuka suara hanya memandang Ranu dan mencoba menguak apa yang ada di dalam tubuh pemuda itu.
Meski tidak merasakan apapun dari pemuda itu, tapi Racun Utara merasakan kejanggalan yang sangat besar di hatinya. Bahkan kunci pembuka gerbang kota Wentira yang juga dia miliki pun tidak dia temukan di tubuh Ranu.
Racun Utara dipaksa berpikir dengan keras. Dia tahu, pemuda yang sedang berlutut itu bukan pemuda sembarangan. Sebab tidak sembarang orang bisa memasuki alam para Dewa jika bukan orang pilihan, seperti halnya dia dulu. Sayangnya, dia tergiur dengan godaan dunia dan ingin menjadi penguasa dunia persilatan hingga akhirnya terdampar sebagai penasihat raja kota Wentira, setelah mendapatkan pusaka Golok Tirta Aji.
Sementara itu, Suropati yang merasa sudah aman akhirnya keluar dari tempat persembunyiannya. Dia berjalan dengan tenang agar tidak dicurigai Prajurit kerajaan yang berpapasan dengannya. Sebenarnya Suropati tidak perlu bingung, sebab dia sendiri tidak memiliki garis di bawah hidung. Namun dia tidak sadar atau mungkin tidak pernah melihat wajahnya sendiri.
Dengan tertangkapnya Ranu, perhatian prajurit sudah tidak seketat sebelum pemuda itu tertangkap. Sehingga dengan mudah Suropati bisa melewati pintu gerbang kota Wentira yang sudah ditinggal oleh para penjaga.
***
"Lalu di mana sekarang kau sembunyikan kunci itu?"
Raja Dharmacakra terus memberikan pertanyaan kepada Ranu.
"Aku tidak membawanya. Kunci itu sudah dibawa temanku yang kembali ke alam nyata,"
"Kau jangan berbohong, Anak Muda!" bentak Raja Dharmacakra.
"Buat apa aku berbohong? Kalau tidak percaya, kalian boleh memeriksaku!" tantang Ranu.
"Periksa dia!"
Dua orang orang prajurit yang berada di samping Ranu langsung memberdirikan pemuda itu.
"Hentikan! Kalian tidak akan pernah menemukannya!" sergah Racun Utara.
Raja Dharmacandra yang tidak mengetahui kunci pembuka segel pintu gerbang yang dimaksud, Langsung menolehkan kepalanya kepada penasihatnya tersebut.
"Ketua...!"
"Kuncinya itu berupa sinar putih kecil, Paduka. Dan tempatnya berada di dahinya."
Racun Utara kemudian mengeluarkan sinar putih kecil dari dalam dahinya, dan menunjukkannya kepada Raja Dharmacakra.
"Jadi benar pemuda itu tidak membawanya, Ketua?"
Racun Utara mengangguk, "Benar, Paduka."
"Prajurit, secepatnya kalian menuju pintu gerbang.
Siapapun yang kalian curigai sedang berada di sana, tangkap dan bawa kemari!"
"Biar hamba yang memimpin di sana, Paduka. Hamba masih bisa mengenali wajah teman pemuda itu!" sahut Haruna.
"Baiklah, segera pergi ke sana!"Haruna berdiri memberi hormat. Dia lalu berjalan keluar dari aula tersebut.
"Apakah temanmu itu akan kembali lagi?" Raja Dharmacakra intonasinya menurun karena dia masih butuh kunci yang dipegang temannya pemuda itu.
"Aku tidak tahu. Bisa saja dia serakah dan meninggalkan aku di sini."
"Berarti temanmu itu sudah membawa harta dari sini?"Ranu mengangguk.
"Kenapa kau tidak ikut kembali? Bukankah kalian sudah mendapatkan harta dari sini?"
Ranu menggaruk kepalanya sambil terkekeh pelan, "Manusiawi, Paduka. Kami serakah karena begitu mudah mendapatkan emas di sini. Jadi aku menunggu di sini sambil mengumpulkan emas lainnya. Setelah itu temanku akan kembali ke sini untuk menjemputku," jawabnya.
"Kenapa pemuda ini menjawab pertanyaan seorang raja dengan begitu tenang?" tanya Racun Utara dalam hati.
Dia berpikir, jika Ranu adalah pemuda biasa, pasti minimal tubuhnya akan bergetar atau paling tidak keringat dingin akan keluar karena ketakutan. Tapi dia bahkan tidak melihat tanda-tanda itu.
Raja Dharmacakra menoleh kepada Racun Utara yang termangu menatap Ranu,
"Bukankah Ketua kemarin bilang kalau batas kuncinya hanya tiga kali saja untuk melewati segel yang menutupi pintu gerbang. Berarti percuma saja kita menunggu teman pemuda ini?"
"Bukankah kita punya dua kunci nantinya, Paduka. Memang batasnya hanya tiga kali masuk dan dua keluar.
Tapi kalau kita dapatkan keduanya, maka bisa kita gunakan untuk keluar dan masuk sekali lagi," jelas Racun Utara.
Ranu tercekat mendengar penjelasan Racun Utara. Dia tidak menyangka jika kunci itu ada batasnya juga. Jadi dia berharap kalau Suropati langsung masuk membawa pasukan tanpa harus masuk terlebih dahulu untuk mencarinya.
Tapi meskipun Suropati masuk terlebih dahulu sebelum memanggil pasukan, berdasar penjelasan Racun Utara tadi, dia masih bisa keluar dengan syarat harus merebut kunci satunya yang berada di dahi Racun Utara.
"Berarti kita masih ada kesempatan untuk menyerang Raja Condrokolo! Baguslah kalau begitu."
Deg!
Jantung Ranu berdetak kencang mendengar ucapan yang dikeluarkan Raja Dharmacakra baru saja. Dia tidak menyangka jika raja kota Wentira itu ingin menyerang kerajaan Raja Condrokolo.
"Ternyata itu alasannya sehingga mereka sangat ingin mendapatkan kunci segel," kata Ranu dalam hati.
"Kenapa kau seperti berpikir, Anak Muda?" tanya Racun Utara tiba-tiba.
Ranu tergagap mendapat pertanyaan itu. dia tidak menyangka jika tindak tanduknya diperhatikan oleh penasihat raja kota Wentira tersebut.
"Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir, kenapa aku tadi tidak ikut temanku pergi dari kota ini?"
"Hahaha ... itu karena kau serakah, Anak Muda. Jikalau saja kau tadi puas dengan emas yang kau dapatkan, tentunya sekarang kau sudah bisa menikmatinya. Dan ingatlah, keserakahan adalah sumber bencana!" sahut Raja Dharmacakra.
Ranu tersenyum tipis, "Bukankah Paduka juga mempunyai sifat serakah dengan ingin menyerang raja siapa tadi...? Ooh, iya, Raja Condrokolo. Aku hanya mengingatkan paduka saja, keserakahan itu adalah sumber bencana!" Ranu membalikkan ucapan Raja Dharmacakra.
"Kau berani menasehatiku! Kasusmu dan kasusku jauh berbeda, Anak Muda. Andai aku tidak butuh kunci itu, aku akan membunuhmu sekarang juga!" bentak Raja Dharmacakra.
Ranu menunduk sedikit sambil melirik ke arah Racun Utara yang sedang tidak memperhatikannya. Lelaki tua itu sedang memejamkan matanya entah sedang berpikir ataupun karena matanya lelah.
"Apakah itu Golok Tirta Aji yang aku cari?" tanya Ranu dalam hati. Lirikan matanya tertambat pada sebuah golok sedikit panjang yang berdiri bersandar di pegangan kursi.
Ranu baru sadar jika sedari tadi tidak memperhatikan Racun Utara. Posisinya yang berada tepat di depan Raja Dharmacakra membuatnya alpa untuk mengamati Racun Utara.
Jika benar itu Golok Tirta Aji, maka dia tinggal mencari kesempatan Racun Utara lengah dan mengambilnya secepat kilat, pikirnya.
***
Sementara itu, Suropati sudah berada di hutan Karaenta tempat Wanandra dan Mahesa menunggu. Tanpa basa basi dia menceritakan situasi yang dialami Ranu sekarang. Dia juga berpesan kepada Wanandra agar membawa Mahesa ke desa Nupa Bomba dan menunggu kedatangannya di sana.
Suropati menempelkan telapak tangannya ke pundak Wanandra dan mengirimkan ingatannya tentang letak lokasi desa Nupa Bomba.
Setelah itu, dia menghilang dan menuju kerajaan Raja Condrokolo di Alas Purwo.
Sesampainya di istana raja Condrokolo, Suropati bergegas menuju aula dengan diantarkan seorang prajurit.
Kedatangannya yang memang sudah di tunggu memudahkan dia tanpa harus melalui prosedur yang berbelit-belit.
"Bagaimana situasinya, Suropati? Apakah pasukan kita bisa diberangkatkan sekarang?"tanya Raja Condrokolo.
"Ranu sekarang berada di dalam istana kota Wentira, Paduka. Dia menyuruhku untuk memberitahu paduka dan juga Gusti Ratu agar memberangkatkan pasukan," jawab Suropati dengan penuh hormat.
"Baiklah, lalu bagaimana rencana selanjutnya?"
"Paduka bisa langsung ke desa Nupa Bomba dan menunggu hamba di sana, atau hamba menemui Gusti Ratu dulu, setelah itu baru ke sini menjemput Paduka."
"Sebaiknya kau ke gunung Rinjani dan nanti balik ke sini lagi. Aku akan menyiapkan pasukan dulu!" jawab Raja Kolocokro.
"Kalau begitu, hamba mohon pamit dulu, Paduka."Suropati memberi hormat dan kemudian keluar setelah Raja Kolocokro menganggukkan kepalanya.
Selepas Suropati pergi, Raja Kolocokro memberi perintah kepada panglimanya untuk menyiapkan 10 ribu prajurit berkuping besar, dan 90 ribu prajurit biasa.