Rachel sering mendapatkan siksaan dan fitnah keji dari keluarga Salvador. Aiden yang merupakan suami Rachel turut ambil dalam kesengsaraan yang menimpanya.
Suatu hari ketika keduanya bertengkar hebat di bawah guyuran hujan badai, sebuah papan reklame tumbang menimpa mobil mereka. Begitu keduanya tersadar, jiwa mereka tertukar.
Jiwa Aiden yang terperangkap dalam tubuh Rachel membuatnya tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada sang istri selama tiga tahun ini. Begitu juga dengan Rachel, jadi mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikan oleh suaminya.
Ikuti keseruan kisah mereka yang bikin kalian kesal, tertawa, tegang, dan penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Merasa ada yang janggal dari raut wajah istrinya, Aiden melirik sekilas ke arah Rachel. Wanita itu masih terpaku, tatapannya kosong dengan mulut sedikit terbuka. Ekspresi yang jelas-jelas menunjukkan keterkejutan.
"Apa aku barusan salah bicara, ya?" pikir Aiden, sedikit ragu.
Rachel, yang merasa pikirannya sudah mulai dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk, buru-buru menepis kekhawatirannya. “Sudahlah, ayo, kita pergi!” katanya sambil menggandeng tangan Aiden, seolah ingin mengakhiri suasana yang mulai menghangat tapi dengan cara yang halus.
Di belakang mereka, Hillary menghentakkan kakinya ke lantai dengan keras untuk meluapkan perasaannya yang kesal dan marah. Sudah sejak tadi dia menahan diri. Suaranya nyaring dan membuat beberapa orang di dekatnya menoleh. Wajahnya merah padam, rahangnya mengeras.
“Lihat saja, Rachel. Suatu hari kamu yang akan didepak dari rumah ini,” ucap Hillary penuh racun.
Nenek Hilda, yang sejak tadi diam, menatap Hillary dengan sorot mata yang sarat peringatan. “Sebaiknya mulai sekarang kamu jangan banyak tingkah yang bisa melukai Rachel. Sekarang Aiden berubah dan lebih perhatian kepada Rachel,” ujarnya datar, tetapi nadanya mengandung bobot yang sulit dibantah.
Hillary mendengus sinis. “Jangan-jangan, Aiden sudah kena mantra cinta, Grandma? Karena tiba-tiba saja dia berubah seperti sekarang.”
“Mungkin saja,” jawab Nenek Hilda sambil memicingkan mata. “Dan sebaiknya kita cari tahu apa yang sudah terjadi pada Aiden.”
Wanita tua itu menunduk sedikit, berbisik di telinga Hillary. Lalu, si wanita pirang itu mengangguk setuju, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis penuh rencana.
Sementara itu, jauh dari suasana penuh intrik di rumah, Aiden dan Rachel mulai sibuk. Mereka menyusuri daftar nama pekerja, mencari orang-orang yang bisa dipercaya. Dunia mereka sekarang tak sekadar memilih pelayan atau penjaga keamanan rumah. Namun, harus juga bisa memastikan rumah tangga mereka aman dari orang-orang yang suka menjilat dan tega menusuk dari belakang.
“Tiga orang pelayan dan empat orang petugas keamanan sudah kita pilih,” ucap Aiden akhirnya. “Sekarang saatnya ke kantor!”
Rachel menatapnya heran. “Kenapa aku harus ikut juga ke kantor?”
Aiden tersenyum miring, seperti orang yang tahu dia akan membuat lawannya kesal. “Kan, banyak pekerjaan kamu di sana. Apa kamu mau perusahaan mengalami kerugian?”
Rachel mendengus, bola matanya berputar seperti sedang mengukur kadar keisengan suaminya.
"Kayaknya sekarang aku malah jadi orang yang tertindas," gumamnya pelan.
“Aku bisa dengar ucapan kamu, loh!” sahut Aiden sambil memasang wajah tengil.
Rachel langsung menjepit kedua pipinya. “Heh, bersikap dan berbicara dengan penuh wibawa! Jangan sampai kau jatuhkan nama Aiden Salvador!”
“Adududuh … iya … iya!” jawab Aiden, wajahnya meringis, tetapi matanya masih berkilat penuh tantangan.
Pasangan suami-istri itu sekarang malah terlihat seperti pasangan musuh tapi mesra. Bersama-sama, tetapi saling beradu mulut.
Adegan itu berubah jadi seperti duel ringan antara musuh bebuyutan yang sebenarnya tak bisa hidup tanpa satu sama lain. Mereka saling menjatuhkan dengan kata-kata, tetapi setiap nada mengandung kehangatan terselubung.
Begitu memasuki gedung perkantoran, semua mata langsung tertuju pada mereka. Bukan hanya karena Aiden si pemilik perusahaan datang sambil merangkul lengan Rachel. Posisi yang terbalik, seharusnya Rachel yang merangkul tangan Aiden.
Meski begitu, bukan itu yang sudah mencuri perhatian mereka. Melainkan, kedatangan Rachel ke kantor bersama-sama dengan Aiden. Jarang sekali orang melihat keduanya datang bersama. Biasanya Rachel hanya hadir dalam urusan tertentu, tapi kali ini bersama Aiden, dan terlihat dekat.
“Jangan banyak senyum. Bersikaplah seperti aku biasanya,” bisik Rachel di sela langkahnya.
“Kalau begitu, kamu juga sama. Senyum dan sapa mereka semua dengan ramah, seperti aku biasanya,” balas Aiden balik sambil menyeringai nakal.
Mereka terpaksa menyesuaikan diri, memainkan peran masing-masing. Aiden memasang wajah datar penuh wibawa, sementara Rachel tersenyum lembut dan menyapa karyawan dengan ramah. Kontras itu membuat beberapa orang saling berbisik, penuh rasa ingin tahu.
“Aiden~”
Langkah mereka terhenti tepat di depan pintu lift. Suara itu memanggil dengan nada yang terlalu akrab untuk sekadar rekan kerja. Perlahan, mereka menoleh bersamaan ke arah sumber suara.
mendengar srmua doa dan kesakitan Rachrl..
supaya mata Aiden tervelek pada pendeeitaan Rachrk selama ini..
😀😀😀❤❤❤❤
Karena selama ini Aiden ga pernah percaya dg Rachel,,tp mudah diperdaya org" disekelilingnya
Dan bisa ngerasain di cambuk nenekmu
❤❤❤❤❤❤
😀😀😀😀❤❤❤❤