Robert, seorang ilmuwan muda brilian, berhasil menemukan formula penyembuh sel abnormal yang revolusioner, diberi nama MR-112. Namun, penemuan tersebut menarik perhatian sekelompok mafia yang terdiri dari direktur laboratorium, orang-orang dari kalangan pemerintahan, militer, dan pengusaha farmasi, yang melihat potensi besar dalam formula tersebut sebagai ladang bisnis atau alat pemerasan global.
Untuk melindungi penemuan tersebut, Profesor Carlos, rekan kerja Robert, bersama ilmuwan lain, memutuskan untuk mengungsikan Robert ke sebuah laboratorium terpencil di desa. Namun, keputusan itu membawa konsekuensi fatal; Profesor Carlos dan tim ilmuwan lainnya disekap oleh mafia di laboratorium kota.
Dengan bantuan ayahnya Robert yang merupakan seorang pengacara dan teman-teman ayahnya, mereka berhasil menyelamatkan profesor Carlos dan menangkap para mafia jahat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Sillahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Elisabeth
Setelah sistem EVA padam, ketegangan yang sempat menggantung di udara kini berganti dengan diam sunyi. Mark berdiri diam, menatap layar server yang kini gelap, sementara Amanda dan Roy sibuk mengamankan chip berisi data yang sempat tersalin.
Beberapa menit kemudian, di ruang bawah Laboratorium Desa, Elisabeth dibawa ke dalam ruang interogasi sementara—sebuah ruang kaca berpendingin yang hanya diterangi satu lampu gantung. Tangannya masih terikat borgol logam, namun senyum sinis di wajahnya belum juga pudar.
Samuel membuka pintu, mengantar Elisabeth masuk, lalu memberi isyarat ke dua anak buah Denny yang berjaga di luar. Ia menatap Elisabeth tanpa ekspresi. “Dia menunggu di dalam.”
Di ruangan itu, telah duduk Robert, Misel, Profesor Carlos dan Jesika. Keempatnya memandang Elisabeth dengan tatapan yang menyimpan amarah dan pertanyaan besar.
“Elisabeth,” kata Robert membuka pembicaraan, suaranya dingin dan pelan. “Kenapa kau begitu bernafsu mendapatkan formula itu?”
Elisabeth duduk perlahan, menyilangkan kaki, lalu mendongak menatap mereka satu per satu. “Tentu saja karena formula itu bukan sekadar obat. Itu kunci perubahan dunia.” Ia tertawa pelan. “Dan orang-orang seperti kalian terlalu bodoh untuk menyadarinya.”
Jesika menggebrak meja. “Kau menculik pamanku dan hampir membunuh ilmuwan yang tak bersalah!”
“Aku menyelamatkan dunia dari ilusi,” potong Elisabeth tajam. “Kalian pikir semua ini tentang menyembuhkan penyakit? Salah besar. Investor dari Tiongkok telah menawar miliaran dolar hanya untuk prototipe. Mereka ingin memproduksi versi sintetis untuk menghentikan proses penuaan. Dan militer Amerika ... mereka ingin menciptakan generasi baru tentara super. Tak lagi butuh tidur, tak kenal takut, tak lelah, tak sakit.” Ia menyeringai. “Dan formula Robert ini ... sempurna untuk itu.”
Robert membeku di tempatnya. “Itu ... bukan tujuan kami menciptakannya. MR-112 diciptakan dengan rasa cinta untuk menyelamatkan dunia. Makanya kusebut MR-112, perpaduan namaku dan pacarku Misel.”
Dengan ekspresi mengejek, Elisabeth menyelutuk, “Oh … so sweet anak muda.”
Misel menatap tajam. “Kami menciptakan formula itu untuk harapan. Untuk menyembuhkan kanker yang membunuh banyak orang tak berdosa. Bukan untuk dijual kepada siapa pun yang bisa membayarnya.”
Robert menambahkan dengan suara bergetar, “Aku kehilangan ibuku karena kanker. Dan aku berjanji suatu hari nanti tidak akan ada lagi keluarga yang hancur seperti keluargaku. Itulah tujuan MR-112. Agar tak perlu lagi kemoterapi mahal. Agar pengobatan bisa dijangkau ... oleh siapa pun.”
Namun Elisabeth hanya tertawa. “Omong kosong idealisme! Dunia ini bergerak karena kekuasaan dan uang. Siapa menguasai ilmu, dia menguasai masa depan.”
Saat itulah pintu terbuka kembali. Mark, Denny, Roy, Jerry dan Amanda masuk ke ruangan. Elisabeth langsung mengenali Mark. Senyumnya bertambah lebar.
“Mark ... rupanya kau yang menyelamatkan anakmu.” Ia memiringkan kepala. “Masih penuh idealisme seperti dulu, ya?”
Mark menatapnya lekat-lekat. “Kau sudah sangat berubah, Elisabeth. Aku bahkan tak mengenalmu lagi.”
“Dulu kita pernah bermimpi, ingat?” balas Elisabeth. “Kita ingin membuat sistem yang adil. Tapi semua itu ... kosong. Aku lelah melihat dunia mempermainkan orang-orang lemah. Jadi aku putuskan, kalau aku tak bisa mengubah sistem, maka aku harus mengendalikannya.”
Mark menggeleng. “Aku bersyukur tak pernah menikah denganmu.”
Elisabeth terdiam sebentar, sebelum tertawa. “Dan aku bersyukur tak ikut dengan hidupmu yang membosankan. Kau selalu terlalu lugu, Mark. Terlalu idealis. Dan lihat apa yang kau dapatkan? Dunia tetap dikuasai oleh uang, bukan cita-cita mulia.”
“Setidaknya aku tak menjual nurani,” balas Mark dingin. “Kau akan diadili. Dunia akan tahu siapa dirimu sebenarnya.”
Samuel memberi isyarat, dan dua penjaga masuk kembali untuk membawa Elisabeth keluar.
Saat melewati Mark, Elisabeth sempat berbisik, “Ini belum selesai. Formula itu takkan bisa kau lindungi selamanya.”
Mark tak menanggapi. Ia hanya menatap kosong ke arah tempat duduk Elisabeth tadi, sebelum berkata pelan, “Tapi aku akan mencoba. Meski harus melindunginya dengan nyawaku.”
Laboratorium Desa kembali sunyi setelah Elisabeth dibawa ke tempat penahanan sementara di bawah penjagaan ketat. Namun ketenangan itu hanya sementara seperti api yang masih menyala di bawah abu. Di ruang tengah yang dulunya digunakan untuk pertemuan teknis, kini duduk Robert, Misel, Jesika, Mark, Amanda, Roy, Denny, Samuel, Profesor Carlos dan Jerry. Di meja tengah, chip berisi data EVA yang berhasil diambil diletakkan di dalam kotak logam berlapis sistem isolasi elektromagnetik.
Roy menghembuskan napas. “Kita hanya berhasil salin 78 persen data. Dan itu pun sebagian sudah rusak.”
Amanda mengangguk sambil membuka laptop yang telah dipersiapkan dengan sistem offline. “Tapi cukup untuk mulai mengurai jaringan yang lebih besar. Masih ada banyak eksperimen yang kita belum tahu ... termasuk jejak kolaborator EVA yang lain.”
“Kolaborator lain?” tanya Misel.
Amanda menunjuk ke layar. “Lihat ini. Ada beberapa transaksi data dan koordinat transfer yang mengarah ke luar negeri. Terutama ... Laut Cina Selatan.”
Mark menyipitkan mata. “Kau yakin itu bukan jebakan data?”
“Tidak,” jawab Amanda mantap. “Karena ada satu nama yang muncul berkali-kali ... bersama sinyal log transaksi Elisabeth.”
Semua mendekat. Di layar itu muncul:
Nama: Dr. Leonard Zheng
Lokasi terakhir: Offshore Research Unit – Kode: SANG MU
Robert mematung. “Leonard? Tapi ... dia dulu rekan riset aku dan Profesor Carlos, tapi dia mundur dari laboratorium.”
Misel menambahkan, “Dan sejak itu kami tak pernah dengar kabarnya lagi.”
“Sepertinya dia tak benar-benar mundur,” gumam Mark.
Denny berdiri dan menghadap Mark. “Kalau koordinat ini benar, kita bisa menghancurkan sindikat jahat ini.”
Jesika menggertakkan gigi. “Lalu kita tunggu apa? Kita kejar dia!”
Roy mengangguk setuju. “Aku punya kontak Angkatan Laut. Kita bisa siapkan tim kecil dan menyusup ke kapal atau platform itu. Tapi kita harus bertindak cepat sebelum mereka memindahkan lokasi.”
Hening sejenak.
Lalu Samuel berdiri sambil mengepalkan tangan. “Kalau begitu, mari kita bersiap. Aku sudah terlalu tua untuk naik kapal ke tengah laut. Tapi aku masih bisa jadi mata di darat. Dan yang pasti... aku bawa koyo cabe.”
Semua tertawa kecil, sejenak melepas ketegangan. Namun semangat mereka jelas: mereka akan melanjutkan perlawanan.
Beberapa jam kemudian, saat malam mulai menipis, Mark dan Roy berdiri di tebing luar Laboratorium Desa, memandangi langit yang perlahan mulai terang. Angin gunung berhembus, dingin tapi menyegarkan.
“Seandainya ibunya Robert masih hidup,” kata Mark pelan, “dia pasti ingin aku lindungi anak kita dari semua ini. Tapi terkadang ... aku merasa gagal.”
Roy menepuk bahunya. “Kau tidak gagal. Kau baru saja menyelamatkan masa depan.”
Di balik mereka, suara langkah kaki mendekat. Amanda membawa peta elektronik dan menyodorkannya ke Mark.
“Rute menuju lokasi Leonard ini hanya bisa ditempuh lewat udara atau laut. Aku sarankan kita bagi tim. Satu tim ikut dalam tim utama. Sisanya siaga di darat dan intelijen.”
Mark mengangguk. “Kalau begitu, kita kejar mereka.”