Milana, si gadis berparas cantik dengan bibir plum itu mampu membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama pada saat masa kuliah. Namun, tak cukup berani menyatakan perasaannya karena sebuah alasan. Hanya diam-diam perhatian dan peduli. Hingga suatu hari tersebar kabar bahwa Milana resmi menjadi kekasih dari teman dekat Rayn. Erik.
Setelah hampir dua tahun Rayn tidak pernah melihat ataupun mendengar kabar Milana, tiba-tiba gadis itu muncul. Melamar pekerjaan di restoran miliknya.
Masa lalu yang datang mengetuk kembali, membuat Rayn yang selama ini yakin sudah melupakan sang gadis, kini mulai bimbang. Sisi egois dalam dirinya muncul. Ia masih peduli. Namun, situasi menjadi rumit saat Erik mencoba meraih hati Milana lagi.
Di antara rasa lama yang kembali tumbuh dan pertemanan yang mulai diuji. Bagaimana Rayn akan bersikap? Apakah ia akan mengikuti sisi dirinya yang egois? Atau harus kembali menyerah seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meridian Barat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22 (Kenyataan dibalik Tingkah Aneh Milana)
.
.
Rayn dan Milana duduk di sebuah cafe setelah pulang dari supermarket. Tadi Rayn melihat jam di tangannya masih belum terlalu malam. Jadilah dia mengajak Milana makan terlebih dulu. Mengingat gadis itu mengeluh lapar tadi saat di supermarket.
Rayn memesan seporsi french fries dan es teh manis. Sedangkan Milana, memesan satu cup es krim berukuran besar.
Dengan tidak tahu dirinya, Milana memesan satu cup besar es krim, setelah Rayn bilang. "Kamu mau pesan apa? Biar aku yang bayar. Pesan aja apapun yang kamu mau."
Milana menikmati es krim dengan tiga rasa itu. Rayn yang melihat Milana begitu bersemangat menikmati es krim hanya geleng-geleng kepala.
'Bukankah tadi ia bilang lapar? Kenapa hanya memesan es krim?'
"Kamu, suka es krim?" tanyanya, setelah hening cukup lama.
Milana mengangguk, dia sibuk memakan es krimnya.
"Bukannya tadi kamu bilang lapar, kenapa tidak memesan makan juga?"
"Sebenarnya tidak terlalu lapar. Hanya ingin makan sesuatu saja," jawabnya sambil terus memakan es krim.
"Tapi kamu dari pagi sering sekali ke toilet, apakah perutmu tidak apa-apa jika hanya makan es krim?"
Milana menggeleng. "Saya nggak apa-apa, Mas. Perut juga baik-baik saja, kok."
Rayn hanya geleng-geleng kepala. Tak habis pikir dengan gadis itu. "Malam-malam begini, kamu makan es krim. Gak takut gemuk?"
Milana tertawa tanpa suara. "Gemuk? Ah, itu sih, urusan belakangan," katanya, lalu terkekeh. "Malam-malam, kalau gak bisa tidur saya terkadang sering kelayapan ke mini market. Beli es krim ... Dan itu gak cukup satu cup, lho, Mas. Kalau ukuran kecil." Timpalnya disertai cengiran
"Itu namanya, rakus." Rayn mencibir.
Milana mendengkus sambil menatap tajam ke arah Rayn. "Rakus itu, kalau makan es krim sama tempatnya," katanya. Kemudian tertawa.
Rayn memutar bola mata. "Rakus itu, kalau seseorang memakan sesuatu tidak cukup satu, Milan. Kalau makan es krim dengan tempatnya, namanya tempat sampah."
"Gak pa-pa, deh. Dibilang rakus. Namanya juga makanan favorit," jawab Milana, acuh. Dia masih asyik menikmati es krim.
Rayn tersenyum. 'Gadis ini benar-benar.'
"Oh iya ... saat di supermarket tadi ... kenapa tiba-tiba kamu menarikku dengan terburu-buru?" Rayn penasaran sedari tadi. Dia heran, saat Milana tiba-tiba menyeretnya ke ujung rak supermarket. Menghimpit tubuhnya dan membuatnya mati-matian menahan rasa berdebar di hatinya karena terlalu dekat dengan gadis itu.
Milana menghentikan kegiatan memakan es krimnya. Melirik ke arah Rayn, yang setia menunggu jawaban. Milana meletakkan sendok kayu ke atas cup es krim yang sudah sisa setengah itu.
"Em ... kalau saya cerita, Mas Rayn jangan ketawain, ya," katanya. Mengancam.
Rayn mengangkat ibu jarinya, tanda setuju.
"Tadi itu. Saya gak sengaja, lihat ... mantan pacar saya." Milana berujar dengan ragu.
Rayn mengangkat kedua alisnya, menatap Milana penuh tanya.
'Erik kah yang ia maksud?'
"Mantan pacar?" tanya Rayn, memastikan. Di jawab Milana dengan anggukan sekali. Rayn mengernyit. "Kalau udah mantan, kenapa kamu menghindar saat ketemu?"
"Saya belum siap aja sih, ketemu sama dia. Bahkan rasanya memang gak pengen ketemu lagi."
"Beneran udah mantan atau ... kamu digantungin, nih?" tanya Rayn. Dalam hati, dia bersyukur karena malam ini mengajak Milana untuk belanja kebutuhan restoran yang memang tidak dikirim supplier. Dia jadi bisa menanyakan rasa penasarannya tentang hubungan Erik dan Milana, selama ini.
"Beneran udah mantan, Mas. Soalnya ... Aduh, saya sebenarnya, males banget, nih. Cerita bagian ini," sungut Milana. Wajahnya berubah jadi merengut.
Rayn menatap lekat wajah Milana dari samping. 'Kamu segitu cintanya, ya. Sampai tidak mau mengingat saat perpisahan kamu sama dia.' Hati Rayn sedikit tercubit.
"Kenapa? Takut gak bisa move on, ya?" Rayn mencoba mencairkan suasana dengan candaan garingnya.
Milana mencebik, disertai tawa tertahan dari gadis itu. Dengan raut wajah malas. "Gak bisa move on? Ngapain, saya gak bisa move on, dari cowok yang ... saya nggak terlalu sayang. Buang-buang waktu."
Rayn terhenyak juga heran dengan jawaban Milana. "Maksudnya ... kamu nggak terlalu sayang, gimana?"
Milana melirik Rayn. "Ya, saya tuh. nggak terlalu sayang sama cowok itu." Kembali menatap lurus ke depan.
Rayn mengernyit, memikirkan kemungkinan-kemungkinan. 'Apa mungkin mantan yang di bilang Milana, ini. Bukan Erik ya? Mungkin saja, Milan punya beberapa mantan. Secara, dia cantik, 'kan?'
"Emang siapa, nama mantan yang 'gak terlalu, kamu sayang' itu?" Oke, Rayn tidak tahan untuk bertanya.
Milana beralih menatap Rayn. "Dia sepertinya teman satu angkatan kuliah sama, Mas Rayn. Ingat nggak, waktu saya bilang saya juga pernah kuliah di Universitas Karya Loka? Laki-laki mantan saya, kuliah di sana juga. Jurusan yang sama seperti, Mas Rayn. Namanya Erik."
Rayn hampir tersedak air liurnya sendiri, mendengar nama Erik yang baru saja di sebut oleh Milana. Dia juga terkejut dengan jawaban itu. 'Kalau tau kamu memang tidak ingin ketemu Erik, aku gak usah susah-susah berusaha mencegah Erik menemui kamu,' sesalnya dalam hati.
Kalimat 'nggak terlalu saya sayang' yang keluar dari bibir Milana, membuat hati Rayn terbang. Benar-benar memunculkan rasa lega tersendiri di hatinya. Hampir saja ia tersenyum, jikalau tidak menahannya.
"Erik?" tanya Rayn, memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
Milana mengangguk. "Iya. Erik. Mas Rayn kenal? Dia satu angkatan sama, Mas Rayn."
Rayn berdehem. "Ya, aku kenal. Dia temanku. Bisa dibilang teman dekatku."
Milana mengangguk-angguk. "Tadi pagi saya juga liat dia di restoran."
Rayn mengernyit. "Restoran?" Lalu kernyitan di dahinya menghilang. Ia ingat tadi pagi Erik memang ke restoran dan Milana menghilang ke toilet agak lama. "Jangan bilang tadi pagi, kamu sengaja berlama-lama di toilet karena menghindari Erik?"
Milana mengangguk. Matanya memandang cup berisi es krim yang mulai mencair di depannya. "Dia kekasih pertama saya dan sampai saat ini satu-satunya mantan, sih. Soalnya, saya baru punya pacar dia doang."
Hati Rayn panas. Mendengar Milana mengucapkan kata 'kekasih pertama', Rayn benar-benar merasa dirinya egois, sekarang.
'Kau bukan siapa-siapanya, Rayn. Gak berhak cemburu.'
"Lalu, kenapa kamu menghindari dia?"
Terdengar helaan napas dalam dari gadis itu. "Saya ... hanya merasa bersalah. Belum siap untuk ketemu dia. Tidak tau apa yang akan saya katakan jika bertemu dengan dia."
'Katanya gak sayang, tapi belum siap ketemu. Gimana konsepnya?' hati Rayn mengomel sendiri l.
"Kamu bilang nggak sayang dia, tapi kamu cinta 'kan? Buktinya kamu belum siap ketemu dia lagi. Kalau udah nggak sayang, harusnya santai saja ketemu." Ada nada protes dalam kalimat yang diucapkan Rayn.
Milana menggeleng kecil. "Kalau nggak sayang, itu tandanya ya nggak cinta, Mas."
Rayn mencebik kecil. "Dia 'kan kekasih pertama kamu. Bukannya, kalau kekasih pertama, itu ... artinya cinta pertama, ya? Dan cinta pertama itu, sulit dilupakan."
Tawa kecil muncul dari Milana. "Kata siapa, Mas? Pacar pertama, pasti cinta pertama? Gak selalu." Milana menumpu dagu dengan kedua tangan di atas meja. Menatap Rayn dengan matanya yang indah. Membuat Rayn reflek mengubah posisi menjadi bersandar ke kepala kursi.
"Mas Rayn, ya. Yang begitu?" kata Milana.
"Enggak! Sok tahu, kamu." Rayn memalingkan wajah, memandang sisi lain. Dia melirik Milana melalui ekor matanya. "Lagian ... kalau kamu gak sayang, gak cinta. Gimana ceritanya, bisa pacaran? Hayo?"
Milana hanya menatap Rayn dengan tatapan yang sulit diartikan. Gadis itu memang sangat suka menatap tepat di mata lawan bicaranya. Hal itu membuat Rayn kikuk.
'Kenapa dia suka sekali menatap lekat, sih.'
.
.
.
.
.
Bersambung....
Milana. ,gadis SPG seperti diriku/Hey/