Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya menyimak
Assalamualaikum...." ragu-ragu ku ucapkan salam di depan pintu ruang tamu.
Sekilas ku perhatikan keadaan dalam rumah, masih tetap sama. Bahkan lebih tidak terurus. Debu tampak menempel di kayu meja dan kursi ruang tamu. Kaca jendela terlihat kusam, lantai yang agak lengket. Sepertinya mereka jarang pel dan...uhhh...ubin di lantai tangga sangat kotor dan berdebu. Betul-betul macam tak berpenghuni rumah ini.
"Wa'alaikum salam...eh sama Erina datangnya," ibu tampak terkejut. Rupanya tak mengira kalau aku masih mau berkunjung ke rumahnya lagi.
"Ibu kira siapa...Kamu kok gak ngomong kalau datang sama Erina. Ibu kira kamu sendirian Han," ibu segera menghampiriku yang berdiri di depan pintu ruang tamu.
Tak terdengar sahutan mas Handi dari dalam. Aku meraih tangan ibu dan kucium punggung tangannya.
"Sehat bu?" kalimat pertama yang keluar dari mulutku setelah terakhir bertemu beberapa bulan yang lalu.
"Alhamdulillah sehat. Kamu gimana kabarnya? Sehat juga kan?" tanyanya ramah.
"Alhamdulillah Erina sehat bu," jawabku berusaha ramah.
""Ayo sini duduk. Kok malah berdiri di depan pintu," ajak ibu sambil menggandeng tanganku.
"Iya bu."
Kami berjalan ke arah kursi makan dan duduk di sana. Tak ada hidangan apapun di atas meja makan. Aku duduk menghadap ke arah dapur dan...aihhh...kotornya. Lantai dapur banyak bercak hitam, dinding dekat kompor banyak bekas cipratan minyak, di tambah malah ada kecoak keluar dari bawah rak piring.
"Mba Maya ke mana bu?" mas Handi bertanya sambil mengeluarkan buah-buahan dari dalam totebag
"Tadi pagi-pagi banget jalan kaki sendirian ke rumah mas mu," jawab ibu sembari menaruh buah-buahan di dalam wadah untuk di simpan di kulkas.
"ooo... Kalau bapak?"
"Bapak mu jalan pagi. Keliling komplek,"
"Kirain bapak sama mba Maya jalan kaki bareng."
"Kamu itu kayak gak hapal watak mba mu. Mana mau dia jalan bareng bapaknya. Bisa ribut di jalan mereka."
"Ya kali aja sekarang udah pada akur bu. Wong mba Maya juga udah makin berumur. Masa gak ada perubahan lebih baik lagi,"
Terdengar suara helaan nafas ibu. Sepertinya menyerah menghadapi kerasnya watak dan kelakuan anak gadis satu-satunya itu.
Kami pindah duduk bersila di ruang tengah dengan beralas karpet. Ku sibak sedikit lengan kaos tangan panjang yang ku pakai dan melirik ke arloji yang ku pakai di tangan kananku. Jarum jam tepat pukul 10. Sambil menunggu bapak datang aku menyibukkan diri menscroll berita medsos di ponsel yang tentu lebih menarik daripada mendengarkan celotehan ibu dan anak yang ada di hadapanku.
"Assalamualaikum...." sayup-sayup terdengar suara salam dari luar pagar.
"Nah, itu bapakmu Han." ucap ibu sembari bangun dari duduknya di karpet ruang tengah.
"Wa'alaikum salam..." kami berbarengan menjawab salam.
"Wah...ada tamu ceritanya ini. Kapan datang Han? Kok gak ngasih kabar. Tau begitu bapak jemput ke rumah mertuamu,"
Aku dan mas Handi segera bangun dari posisi duduk kami untuk segera menghampiri bapak dan mencium punggung tangannya. Bapak terlihat sangat sehat. Rajin berolah raga membuat bapak tampak sangat bugar dan fit setiap harinya.
Setelah bersih-bersih, bapak duduk di karpet bersama kami di ruang tengah.
"Handi..Erina.. Gimana kabar kalian berdua. Kabar mamahnya Erina. Terus gimana kamu Han, sudah bekerja lagi atau belum."
"Alhamdulillah kabar semua baik pak. Aku sekarang sudah kerja lagi. Kantorku malah dekat dari sini pak. Cuma 10 menit sampai sana kalau naik motor." mas Handi menjawab dengan bangga
"Oo...Dekat sini? Kenapa kamu gak pindah lagi ke sini. Kan bisa menghemat ongkos." usul bapak.
"Belum ada rencana itu pak. Erina Senin besok juga sudah mulai kerja lagi. Di perusahaan punya orang asing malahan." dengan sedikit pamer mas Handi memberitahukan orangtuanya.
"Selamat ya Erina... Hebat kamu. Bisa di terima kerja lagi di perusahaan asing. Hebat," ucap bapak tampak bangga.
Ibu hanya diam tak bergeming sedikitpun. Hanya menyimak obrolan kami seputar dunia kerja dan perusahaan milik asing yang baru dia dengar.