Milana, si gadis berparas cantik dengan bibir plum itu mampu membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama pada saat masa kuliah. Namun, tak cukup berani menyatakan perasaannya karena sebuah alasan. Hanya diam-diam perhatian dan peduli. Hingga suatu hari tersebar kabar bahwa Milana resmi menjadi kekasih dari teman dekat Rayn. Erik.
Setelah hampir dua tahun Rayn tidak pernah melihat ataupun mendengar kabar Milana, tiba-tiba gadis itu muncul. Melamar pekerjaan di restoran miliknya.
Masa lalu yang datang mengetuk kembali, membuat Rayn yang selama ini yakin sudah melupakan sang gadis, kini mulai bimbang. Sisi egois dalam dirinya muncul. Ia masih peduli. Namun, situasi menjadi rumit saat Erik mencoba meraih hati Milana lagi.
Di antara rasa lama yang kembali tumbuh dan pertemanan yang mulai diuji. Bagaimana Rayn akan bersikap? Apakah ia akan mengikuti sisi dirinya yang egois? Atau harus kembali menyerah seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meridian Barat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 2 (Pertemuan Tak Terduga)
Firsha mengomel sepanjang jalan menuju tempat kerjanya, yang juga akan menjadi tempat interview Milana, hari ini. Pasalnya, Milana menghabiskan waktu hampir 40 menit untuk menyelesaikan mandi.
Ketika Firsha menerobos masuk ke kamar kos Milana, gadis itu masih belum benar-benar siap, walau sudah berpakaian rapi, tetapi rambutnya hanya dicepol ke atas dengan anak rambut yang agak mencuat di sana-sini, wajahnya belum dipoles bedak atau foundation sama sekali. Hanya pelembab dan lip balm saja. Berhubung hari semakin siang, Firsha menarik paksa Milana menuju motornya dan segera berangkat. Tidak peduli dengan protes dan gerutuan gadis yang diboncengnya itu, karena belum menyelesaikan dandannya.
"Hari ini uang makanku pasti dipotong, karena datang terlambat," sungut Firsha, "dan itu semua gara-gara kau, Milan!" Firsha menghentakkan kaki kesal. Mereka baru saja sampai dan memarkir motor di area parkir sebuah restoran. Itu tempat kerja Firsha.
Milana mendengkus, tangannya sedang sibuk merapikan dandanannya sambil setengah merunduk, demi bercermin pada kaca spion motor Firsha. "Aduuuh! Rambutku berantakan, muka berkilap banget, udah kayak gorengan." Milana menegakkan badan, menatap gadis yang sedari tadi mengomel dengan sebal di depannya. "Ini semua gara-gara Kak Firsha, ya! Aku belum cantik, udah main tarik-tarik orang aja!" dengkusnya. "Asal kakak tau, ya! Penampilan itu adalah kesan pertama yang dilihat saat interview. Lihat! Penampilanku bahkan jauh dari kata rapi, aku terkesan buruk, nanti." gadis itu mendengkus, lagi.
"Heh! Itu salahmu sendiri, kenapa bangun siang? Padahal aku sudah bilang 'kan, kemarin. Kalau hari ini tuh, kamu dipanggil interview sama atasanku!" ujar Firsha, tak kalah sebal. Dia memang sudah bilang pada Milana, bahwa hari ini gadis itu harus datang interview, kemarin saat baru pulang kerja.
"Udah sih! Kita udah sampai ini, 'kan?" begitu jawaban santai yang keluar dari mulut Milana. "Emangnya, Kakak gak capek, apa? Ngomel mulu dari tadi. Mirip suara bebek kelaparan, berisik, deh," kata Milana disertai cengiran menyebalkan.
Firsha kesal, tangannya bergerak dengan gestur seolah ingin meremas habis gadis di depannya itu dengan geraman tertahan. Firsha menyeret Milana, agar berjalan cepat memasuki area restoran. Gadis di belakangnya itu sampai sedikit terseok karena tarikannya.
Sesampainya di dalam, Firsha langsung mengetuk pelan sebuah pintu yang terletak di sudut belakang restoran. Restoran itu memiliki dua bangunan berbeda. Satu bangunan di depan, adalah ruang restoran, di mana terdapat kursi dan meja kayu yang tertata rapih, lengkap dengan meja kasir di samping pintu masuk. Sedangkan bangunan lainnya, terdapat tepat di depan pintu belakang dapur restoran. Bangunan kedua itu memiliki tiga ruangan. Satu di sebelah kanan yang terdapat dua pintu adalah tempat menyimpan bahan-bahan dan ruang pendingin, terdapat tulisan 'Staf only' di sebuah papan akrilik yang tertempel pada daun pintu. Tepat di sebelahnya, adalah ruang penyimpanan motor delivery dan furniture. Terakhir, adalah ruangan yang berada di sebelah kiri, pintu ruangan itulah yang diketuk Firsha.
Firsha mendorong pelan pintu kayu bercat putih itu setelah suara interupsi untuk masuk, terdengar dari dalam.
Di dalam ruangan terdapat seorang pemuda yang sedang sibuk dengan laptop di depannya.
"Maaf, Mas Rayn, saya terlambat," ujar Firsha, sopan.
Pemuda tersebut memiringkan bahu, mengintip di balik laptop, wajah tampannya muncul dibalik laptop. "Uang ma-" kalimatnya terhenti, saat matanya menangkap sesosok gadis berpenampilan tidak terlalu rapi yang datang bersama Firsha. Milana.
'Dia ... kenapa di sini?' Begitulah yang terpikir di benaknya.
Mata hitam Milana bertemu tatap dengan mata milik Rayn. Mereka saling tatap untuk beberapa detik, sampai suara Firsha terdengar. "Maaf, Mas, tadi saya menunggu teman saya ini." sembari menunjuk Milana, "Mas Rayn kemarin bilang, untuk membawa teman saya yang akan melamar pekerjaan di sini, 'kan? Jadi saya masih menunggunya, tadi," jelas Firsha, sambil harap-harap cemas.
Rayn, adalah pengelola restoran tersebut. Restoran itu adalah milik Ayah pemuda itu. Orangnya sangat disiplin dan tidak mentoleransi keterlambatan karyawan. Tidak segan-segan memotong uang makan karyawan yang datang terlambat.
Rayn bergumam pelan sebagai jawaban, sambil meluruskan posisi duduk, ia menutup laptop di depannya. "Ini ...." Rayn menunjuk Milana dengan gerakan mata, "teman kamu yang mau melamar kerja di sini?"
"Ya, Mas," jawab Firsha disertai anggukan.
Rayn mengangguk kecil. "Kamu boleh keluar, saya akan mulai sesi interview-nya," katanya pada Firsha.
Firsha mengangguk, lalu beranjak dari sana, setelah sebelumnya memberi tatapan seolah berkata, "lakukan dengan baik." pada Milana.
Milana mencibir kecil menanggapi tatapan Firsha. Gadis itu memang begitu, menanggapi segala hal dengan sangat santai.
Rayn berdehem pelan. Membuat Milana menatap padanya.
"Duduklah." Rayn menunjuk kursi di seberangnya menggunakan gerakan mata.
Milana menurut. Duduk di kursi yang di tunjuk Rayn.
Rayn membawa punggungnya menyandar pada sandaran kursi. "Kau Milana, 'kan?" tanya Rayn.
Milana mengernyit. "Anda mengenal saya?" tanyanya dengan kedua alis terangkat.
Rayn tidak langsung menjawab.
'Apa dia tidak mengingatku?' tanya Rayn dalam hati. Rayn menatap lekat gadis itu.
Milana adalah juniornya saat di kampus, dulu. Pria itu pertama kali melihat Milana, 3,5 tahun yang lalu. Saat gadis itu menjadi mahasiswi baru, dia sangat populer di kalangan teman seangkatan, pun adik tingkatnya di kampus, karena cantik dan sangat ramah.
Ketika Milana masuk sebagai mahasiswi baru di jurusan yang sama dengan Rayn: jurusan bisnis, 3,5 tahun yang lalu, Rayn baru memasuki semester 5.
Mungkin Milana memang tidak mengenal Rayn, tetapi Rayn mengenal gadis itu, karena Milana adalah kekasih dari Erik, teman satu jurusan dan satu angkatan dengan Rayn, yang juga merangkap sebagai teman baiknya.
Mereka——Rayn dan Milana——pernah terlibat obrolan sekali, sebelum gadis itu menjadi kekasih Erik. Meskipun begitu, Rayn dan Milana tidak pernah benar-benar berkenalan satu sama lain. Rayn terakhir kali melihat gadis cantik itu, satu minggu sebelum hari wisuda angkatan Rayn dan Erik.
Hari ini, gadis berpipi agak chubby itu, ada di depan mata Rayn, melamar pekerjaan di restoran Ayah Rayn.
'Kenapa dia melamar pekerjaan, di sini? Bukankah, seharusnya dia kuliah? Atau dia sedang mengambil cuti kuliah?' Heran Rayn dalam hati.
Rayn menatap Milana, lama. Dengan pikiran yang masih mencoba menerka-nerka, tentang alasan gadis di depannya itu, melamar pekerjaan.
"Jangan berpikiran kotor, ya, sama saya!"
Suara interupsi si gadis, membuat Rayn kembali fokus. Ia mengernyit.
"Saya? Berpikiran kotor sama kamu?" Rayn memasang wajah bergidik. "Sama gadis berpenampilan ...." Rayn memindai penampilan Milana. Lalu berekspresi seolah dia bergidik ngeri. "Ada cermin besar di depan ruangan saya, kamu bisa bercermin di sana. Maaf saja, ya, saya masih punya selera jika harus berpikiran kotor pada seorang gadis. Kalau kamu sekelas Miranda kerr, sih ... mungkin bisa jadi."
Milana berdecak. "Habisnya, menatap saya begitu banget. Lagian..., Saya tidak kalah cantik dan sexy dari Miranda kerr," ucapnya lagi, dengan penuh percaya diri. Ya, itulah Milana yang memang selalu blak-blakan.
Membuat Rayn menganga. "Kamu? Dengan Miranda kerr? Seujung kukunya saja belum ada." Rayn menggeleng kecil sambil mencibir. Meremehkan.
Milana mendengkus. "Saya jadi di interview atau tidak, ini?!" tanyanya ketus. Dia kesal, sebab merasa diremehkan oleh pria di hadapannya itu.
'Dia juga tidak terlalu tampan, tapi meremehkanku begitu,' sungut Milana dalam batin.
Rayn menatap Milana. "Mana CV kamu?"
"Jadi, CV saya belum ada? Saya pikir anda tahu nama saya dari CV." Milana mengeluarkan map lamaran pekerjaan berwarna coklat, dan menyerahkan pada pemuda yang menurutnya bersikap kaku itu.
"Saya tahu nama kamu dari Firsha." Bohong. Nyatanya, Firsha hanya mengatakan bahwa temannya ada yang mau melamar pekerjaan, tanpa menyebutkan nama Milana. "Memangnya kau merasa sudah mengirim CV, ke sini?"
Milana menggeleng, lalu menyengir kecil.
"Kamu, langsung saya panggil interview tanpa menunggu CV kamu dikirim, karena Firsha yang merekrut kamu." Tangan Rayn sibuk membuka map yang diberikan gadis berkemeja putih di depannya itu, lalu mulai membaca.
Rayn mengernyit, dan sesekali menatap Milana setelah membaca yang tertulis pada kertas yang ia baca.
"Kau memiliki pengalaman bekerja di berbagai tempat, sejak 18 bulan yang lalu?" tanya Rayn dengan kening yang berkerut dalam.
Milana mengangguk. "Jadi, jangan khawatir. Saya ini sudah berpengalaman bekerja," ucap Milana dengan percaya diri.
Jawaban itu membuat kening Rayn semakin berkerut. "Memangnya..., kamu tidak kuliah?"
Milana menatap lekat Rayn dengan dahi berkerut.
'Bagaimana dia tahu, kalau aku kuliah? Apa aku menulis nama Universitas di CV ku?' batinnya.
"Anda tahu saya kuliah?" tanyanya kemudian.
"Maksud saya.., saya hanya menebak saja. Karena kau masih muda. Apa ... Kau memang pernah kuliah? Sudah lulus kah? Kalau sudah, kenapa tidak menyertakan ijazah kuliahnya?" pertanyaan itu yang sejak tadi ingin ia lontarkan, karena menurut perhitungan Rayn, seharusnya Milana masih memasuki semester tujuh, tahun ini.
Milana menggeleng. Rayn mengernyit, lalu menggeleng juga, mengikuti gelengan Milana dengan tatapan bertanya.
"Saya belum lulus. Saya memang pernah kuliah, tapi saya tidak melanjutkan."
Rayn terkejut, matanya menatap Milana penuh tanya. "Tidak melanjutkan? kamu drop out atau hanya sedang cuti?" tanyanya.
"Saya drop out," jawab Milana.
Rasa terkejut Rayn makin menjadi. ' Apa yang membuatmu berhenti kuliah, Milan?' Rayn sangat ingin melontarkan pertanyaan itu pada Milana, tetapi Rayn merasa tidak punya hak untuk bertanya lebih jauh. Dia bukan siapa-siapa gadis itu.
"Baiklah. Besok kamu bisa kembali ke sini," katanya kemudian, sambil memasukkan kertas di tangannya ke dalam map kembali.
"Jadi saya diterima?" tanya Milana dengan penuh harap dan semangat. Dia bahkan sedikit menegakkan badan ke depan.
"Belum ... Saya akan memberikan test padamu, besok," jawab Rayn.
"Test? Apa psiko tes?"
Rayn menggeleng. "Memasak."
"Memasak?" tanya Milana memastikan.
"Ya, memasak. Karena kalau diterima, kamu akan jadi asisten koki atau Cook Helper "
"Asisten koki?!" kedua mata Milana membulat.
'Kenapa, Kak Firsha nggak bilang kalau lowongannya jadi asisten koki.'
Rayn mengangguk. "Kenapa? Kamu tidak mau? Kalau tidak mau, silahkan cari kerja di tempat lain!" Rayn melempar pelan, map berisi CV Milana ke atas meja, ketika melihat raut wajah gadis itu tampak tidak yakin.
Milana mengulum bibirnya sendiri. "Apa..., itu artinya, saya akan bekerja di dapur?" gadis itu tidak menanggapi ucapan Rayn, malah bertanya hal lain.
Membuat Rayn tertawa sumbang, bermaksud meledek Milana, lalu menatapnya. "Tentu saja, di dapur. Memangnya, ada ya? Asisten koki, kerjanya di kolam renang?" Pemuda itu geleng-geleng kepala. "Jadi, mau atau tidak?"
Milana tidak langsung menjawab. Ia menimbang-nimbang, sebelum akhirnya berkata, "Baiklah. Saya akan datang besok. Jam berapa saya harus datang?"
"Jam delapan pagi. Jangan telat!" Rayn menginterupsi, "Kamu boleh keluar sekarang dan tolong sampaikan pada Firsha untuk menemui saya."
Milana mengangguk sebelum berlalu dari ruangan Rayn.
Rayn menatap pintu yang baru saja tertutup itu.
'Ada apa denganmu, Milan? Kenapa bisa melamar pekerjaan di sini? Kenapa bisa berhenti kuliah?'
.
.
.
.
Bersambung....
Milana. ,gadis SPG seperti diriku/Hey/