Nara Anjani Sukma berada di situasi harus menikah dengan adik angkat pria yang akan melamarnya. Sakti Pradana tidak menduga ia akan bertukar jodoh dengan kakak angkatnya. Dua karakter bertolak belakang, pertemuan tak terduga dan pernikahan mendadak seperti tahu bulat, drama rumah tangga apa yang akan mereka jalani.
===
“Sudah siap ya, sekarang aku suamimu. Bersiaplah aku buat kamu bahagia jiwa dan raga.” Sakti Pradana.
“Aku penasaran, apa milikmu bisa sesakti namamu.” Nara Anjani Sukma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Rencana Samir
Bab 21
Ruang kerja Sakti mendadak berubah menjadi ruang kerja Nara. Alih-alih kembali ke kantornya, ia gunakan ruangan itu untuk bekerja. Bukan hanya untuk rapat online dengan rekanan saja, ia menyeleksi artis untuk iklan terbaru lewat teleconference. Weni ikut sibuk mendampingi.
“Sorry, kamu nggak cocok,” seru Nara lalu bersandar dan menggeser layar laptop.
Weni mengambil alih dan melanjutkan penyeleksian.
“Mbak, kandidat berikutnya,” ujar Weni.
“Lanjut sama kamu, nggak ada yang pas,” ucap Nara lalu membuka ponselnya.
Sakti yang berada di sofa, tercengang melihat aktivitas Nara. Marko yang ada di sampingnya tidak kalah takjub.
“Bang, istrinya keren banget sih.”
“Ck, nggak usap ditatap,” ujar Sakti. Mengambil dokumen di atas meja lalu dipukul pelan pada wajah Marko. “Itu punya gue, lo lihat yang satu lagi tuh. Masih single kayaknya.”
“Iya, tapi lebih oke atasannya.”
“Cari mati lo.”
Marko terbahak. “Bercanda bang.”
Nara beranjak dan bergabung di sofa, duduk di samping Sakti.
“Capek sayang?”
“Nggak, biasa aja.”
“Mbak Nara, saya mau foto bareng, tapi takut sama pawangnya. Bisa-bisa saya dipecat,” ujar Marko.
“Foto sama Weni aja," usul Nara.
Sakti tergelak, Marko menghela nafas. Ternyata Sakti dan Nara sebelas dua belas.
“Gue bilang juga apa, cocok lo sama dia.” Sakti menunjuk Weni yang masih fokus di depan laptop.
“Ah iya, apa Rosa sering kemari?” tanya Nara pada Marko. “Kamu diam.” Tangan Nara mencubit pah4 Sakti yang langsung meringis.
“Baru kali ini mbak. Saya cuma tahu Rosa itu mantan Bang Sakti, tapi ketemu orangnya baru tadi.”
“Coba cek di hape kamu, mana tahu dia udah telpon.”
“Nggak ada sayang, sudah aku blokir,” ujar Sakti.
“Kayaknya dia lagi nyanyi mbak, karena Bang Sakti,” cetus Marko. “Pas Mbak datang berusaha tegar, keluar dari sini dia langsung nyanyi. Ku menangis, membayangkan ….”
Weni yang tidak sengaja mendengar percakapan itu terkekeh. Sakti langsung melempar bantal sofa dan berhasil ditangkap oleh Marko.
“Dia mau nyanyi, mau salto, sudah bukan urusan gue. Ke bawah sana, pantau penjualan!”
“Oh iya, ya.” Marko pun beranjak dari sofa. “Jangan-jangan di bawah ada yang nyanyi juga. Kasih jangan buat hatiku patah jadi dua.” Marko berlari karena Sakti sudah berdiri dan siap melempar bantal tadi.
“Duduk, ada yang ingin aku bicarakan,” ujar Nara.
“Bicaralah, aku siap mendengarkan.”
“Aku sudah temui bang Dewa. Orang yang menyebarkan informasi pernikahan kita ke media, Serli. Termasuk kalimat menikah dadakan karena aku sudah hamil.”
“Kamu yakin?”
Nara mengangguk mantap. “Makanya aku langsung kemari dan malah lihat reuni sepasang kekasih.”
“Aku sudah bilang, Rosa datang tiba-tiba bahkan sudah ada sebelum aku datang.”
“Terus gimana?”
“Nggak gimana-gimana, aku tetap pilih kamu.”
Nara berdecak lalu mencubit perut Sakti.
“Sayang, sakit tahu. Aku balas ya.”
“Aku tanya masalah Serli,” cetus Nara.
“Ah, Serli. Coba bicarakan baik-baik, usahakan jangan sampai membuat Opa sedih.”
“Urusan dengan Serli tidak bisa baik-baik, mungkin sambil menjamb4k atau menamp4r. Aku tuh heran, kenapa juga opa masih mempertahankan dua wanita itu.”
Nara mengeluh sambil bersandar dan bersedekap.
“Mungkin karena mereka titipan dan pesan terakhir dari Ayahmu. Jadi, kamu harus sabar ya,” tutur Sakti sambil mengusap kepala Nara.
Sedangkan di tempat berbeda, Rosa berdecak saat Samir datang. Mereka janjian bertemu di café.
“Sorry telat,” ucap Samir saat menarik kursi.
“Udah satu jam, hampir saja aku pergi.”
“Aku sibuk kerja, bukan kayak kamu pengangguran,” ejek Samir lalu membuka buku menu.
Rosa mengalihkan pandangan, apa yang dikatakan Samir ada benarnya. Dia memang pengangguran. Setelah menyebutkan pesanan pada pelayan, Samir menyerahkan kembali buku menu.
“Kamu kasih info jangan setengah-setengah, Sakti sudah menikah.”
“Baru beberapa hari. Kamu tahu dia sudah nikah dari mana?”
“Aku ke showroom dan istrinya datang,” sahut Rosa. “Awalnya aku tidak peduli, tapi dia Nara Wijaya.” Rosa menjelaskan siapa Nara di dunia permodelan dan pencarian bakat.
“Mana mereka terlihat mesra. Kamu bilang mereka menikah karena balas dendam.”
“Hanya sandiwara. Dekati Sakti terus, bisa jadi jalan keluar untuk masalahmu,” ujar Samir.
“Tapi ….”
“Kita kerja sama. Kamu dekati Sakti, aku dekati Nara,” usul Samir.
Rosa terkekeh. “Kamu yakin Nara mau denganmu,” ejeknya.
“Buktinya aku bisa merebut kamu dari Sakti. Nara pasti bisa aku dapatkan sama seperti mendapatkan kamu.”
***
Sakti menggenggam tangan Nara saat meninggalkan ruangan. Ada pertemuan yang tidak bisa di cancel dan digeser, mengharuskannya meninggalkan tempat itu. Sakti pun ada urusan juga.
“Seharusnya ada lift
“Begini lebih estetik. Kita jadi lebih lama pegangan tangan,” bisik Sakti.
Weni sudah duluan membawa perlengkapan Nara ke mobil. Nara menatap sekitar, mereka menjadi perhatian dari karyawan di sana. Sakti sudah mengenalkan Nara pada seluruh karyawannya. Pandangan Nara tertuju pada Rina yang langsung menunduk.
“Hati-hati dengan perempuan itu. Awas kalau kamu tergoda,” ancam Nara lirih.
“Iya. Aku sudah punya yang lebih menggoda, kayak gitu doang mah lewat.”
“Sombong,” sahut Nara.
“Mau jalan mbak,” sapa Marko menghampiri.
“Iya. Bantu awasi ya, setelah ini kayaknya akan ada uget-uget yang sering datang,” ujar Nara melirik Sakti. Yang dimaksud tentu saja Rosa.
“Siap mbak, tenang aja Marko akan menjadi cctv," ujar Marko menepuk dad4nya.
“Ingat Ko, surat pemecatan masih berlaku tanda tangan gue.”
“Kamu dipecat bisa kerja sama aku,” ujar Nara lagi.
“Jangan Ra, dia kepercayaan aku banget. Ko, awas lo sampai kabur dari sini.” Sakti menunjuk Marko yang tersenyum bangga.
“Tenang mbak. Amanlah, udah luluh banget kok sama Mbak Nara. Lagi gabut aja dia di sini, biasanya juga ngurusin racing mulu.”
“Diem Ko, nanti nggak gue kasih nomor Weni,” ancam Sakti. “Ayo, sayang.”
Memastikan Nara sudah memasuki mobil dan melambaikan tangan saat perlahan mobil itu bergerak meninggalkan showroom. Sakti tersenyum, rasanya sebahagia itu dikunjungi oleh istrinya. Hubungan mereka pun semakin baik.
Ponsel di sakunya bergetar, nomor baru berderet di layar. Khawatir penting atau konsumen showroom. Panggilan berakhir, tapi ada pesan masuk.
[Sakti, ini aku Rosa]
“Halah, uget-uget.”
Sakti kembali ke ruangannya, melewati Marko dan Rina yang sedang bicara di sofa ruang tunggu lantai dua.
“Jangan lakukan lagi, aku tahu maksud kamu biar mereka ribut ‘kan?”
Rina hanya menunduk.
“Ini terakhir kamu buat masalah, kejadian lagi aku angkat tangan. Bang Sakti pasti pecat kamu.”
“Jangan mas, please. Aku janji nggak macam-macam lagi,” tutur Rina. “Sumpah mas.”
“Terakhir Rin, jangan diulangi.” Rina mengangguk cepat merespon ancaman Marko.
ada aja bahasa lo sak, kalau kata nara mah lebay tapi dia demen mesam mesem sendiri😂😂
heran orang ko ribet banget ya biarin aja toh mereka ini yang nikah. situ kalau iri ya tinggal nikah nih sellir nganggur 😂😂
gayanya ngentol abis ra ehhhhhh demen juga kan di sekop sekop kerasakti🤭🤣🤣🤣🤣
bakal gimana itu keseruannya???