NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Bos Cassanova

Jerat Cinta Bos Cassanova

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Kehidupan di Kantor / CEO / Percintaan Konglomerat / Menyembunyikan Identitas / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Stacy Agalia

Audy Shafira Sinclair, pewaris tunggal keluarga konglomerat, memilih meninggalkan zona nyamannya dan bekerja sebagai karyawan biasa tanpa mengandalkan nama besar ayahnya. Di perusahaan baru, ia justru berhadapan dengan Aldrich Dario Jourell, CEO muda flamboyan sekaligus cassanova yang terbiasa dipuja dan dikelilingi banyak wanita. Audy yang galak dan tak mudah terpikat justru menjadi tantangan bagi Aldrich, hal itu memicu rangkaian kejadian kocak, adu gengsi, dan romansa tak terduga di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Stacy Agalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terbongkar?

“Shhh... cukup,”

Aldrich mendengar itu, namun ia tak menggubris.

Kecupan demi kecupan terus berlanjut hingga meninggalkan bercak kemerahan di beberapa bagian tubuh Audy.

Permainan terus berlanjut hingga dering telepon dari ponsel Audy menghentikan aktivitas panas itu.

Nama Daddy tertera di layar benda pipih tersebut.

Audy mengangkat alisnya, masih dengan posisi berada di pangkuan Aldrich.

“Ya, Daddy, ada apa?”

Dengan polosnya Audy menerima panggilan itu, seketika ia lupa dengan penyamarannya sebagai karyawan biasa—bukan putri konglomerat.

Aldrich menahan senyum mendengar itu, tangannya merapikan gaun Audy yang talinya sempat ia turunkan tadi.

“Kau masih diluar? Daddy kemungkinan pulang sedikit telat,”

“Sebentar lagi aku pulang, Dad. Aku juga mau mampir sebentar, ada yang harus ku beli.” jawab Audy santai, mungkin efek dari minuman itu, kepanikan yang kerap kali melandanya lenyap seketika.

“Perlu di jemput?”

“Ah, tidak perlu... Daddy hati-hati, ya.”

“Kau juga.”

Panggilan berakhir.

“Calon mertuaku?” tanya Aldrich dengan senyum tengil.

Audy menatap lama pada pria yang sedari tadi ia duduki itu, pandangannya menyisir seisi mobil. Gadis itu terdiam, tak lama matanya membesar saat ia menyadari posisi duduknya, “apa-apa sekali ini!”

Ia kembali ke kursinya dengan wajah yang... ah, rasanya Audy ingin pingsan saja saat itu.

Aldrich membenarkan posisinya, ia memiringkan tubuhnya menghadap Audy, “kau yang memulai, Audy.”

“Tak mungkin!”

“Berkacalah saat mandi nanti.”

“Apa maksud Bapak?”

“Kau amnesia seketika? kau tak merasa apapun pada dirimu sendiri? Astaga... Audy,”

Audy memeluk tubuhnya sendiri, ia menatap tajam pada bosnya, “ini pelecehan namanya!”

“Biar ku jelaskan. Kau, dengan wajah mabukmu itu, naik ke pangkuanku. Kita melakukan kegiatan layaknya orang dewasa. Sebelumnya ku tanya dan kau mengangguk, mau memperbolehkan itu. Aku pria normal, kau pikir bisa aku menahan itu?” terang Aldrich.

“Mencuri kesempatan dalam kesempitan!” ucap Audy, masih dengan tatapan tajamnya, tidak lagi sayu seperti sebelumnya.

“Kau yang membuka akses, dan kau menikmati itu,” timpal Aldrich tak mau kalah.

Lagi, Audy terdiam, mencoba mengingat kejadian yang bahkan belum ada setengah jam yang lalu. Hingga tak lama, wajahnya memerah—sentuhan itu, kecupan itu.

Tangan mulus dengan jari-jari lentik yang nail art yang mengkilap itu memegang handle pintu—

“Ku antar pulang sekarang. Jangan nekat. Jangan membantah.”

Audy mendengus, menatap sinis sembari bersedekap.

......

Udara malam mulai dingin, langit kelam tanpa bintang. Mobil hitam Aldrich melaju pelan menembus jalan-jalan lengang di kawasan elit itu. Di kursi penumpang, Audy menyandarkan kepala di jendela, matanya sesekali terpejam lalu terbuka lagi. Efek dari minuman itu belum sepenuhnya hilang.

“Bilang saja ke mana aku harus berbelok,” ujar Aldrich tanpa menoleh, nada suaranya tenang tapi tegas.

Audy menggigit bibirnya, lalu menjawab pelan, “Turunkan saya di pertigaan saja. Aku bisa jalan kaki ke rumah.”

Aldrich menatap sekilas, alisnya terangkat. “Jalan kaki di malam begini? Kau pikir aku tega membiarkanmu seperti itu?”

“Saya tidak—”

“Diam, Audy. Sekali ini, biarkan aku mengantarkanmu sampai rumah. Tanpa debat.”

Nada itu tak memberi ruang untuk perlawanan. Audy hanya bisa mendesah, menatap keluar jendela dengan wajah gelisah. Ia tahu betul, semakin dekat mobil itu ke rumahnya, semakin besar risikonya.

Dan benar saja. Begitu mereka berbelok ke arah jalan utama perumahan besar itu, jantung Audy seolah berhenti berdetak. Deretan pagar tinggi, taman terawat, dan lampu taman yang berjejer rapi… semuanya terlalu mewah untuk bisa disangkal.

“Pak Aldrich… berhenti di sini saja,” katanya cepat, nada suaranya hampir panik.

Aldrich hanya menoleh sekilas, senyum tipisnya muncul, “kau bilang tinggal di perkampungan belakang, bukan?”

“Pak, saya—”

“Tapi yang kukenal, perkampungan tidak punya penjaga gerbang berseragam rapi.”

Mobil berhenti tepat di depan gerbang besar berwarna hitam doff. Dua penjaga yang mengenali kendaraan itu langsung menunduk hormat—bukan pada Aldrich, tapi pada gadis di kursi penumpang.

Audy menutup wajahnya dengan tangan, pipinya panas bukan main, “Pak Aldrich, tolong, jangan bilang apa-apa.”

Aldrich mematikan mesin, menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatapnya lekat-lekat. Tatapan yang tidak sekadar tahu, tapi juga penuh kemenangan.

“Jadi… ‘perkampungan belakang’ itu maksudmu estate keluarga Sinclair, ya?” suaranya tenang, tapi menyimpan nada menggoda yang menusuk.

Audy menunduk, bibirnya gemetar. Tak ada alasan yang bisa ia lontarkan kali ini, “saya… hanya ingin bekerja tanpa perlakuan khusus.”

“Dan kau pikir aku tidak akan tahu siapa dirimu?” Aldrich menghela napas, separuh kesal, separuh kagum, “kau benar-benar membuatku kerja dua kali, Audy Sinclair.”

Nama itu jatuh begitu saja dari bibir AAldric— dingin, pasti, dan membuat napas Audy tercekat.

Penjaga gerbang membuka pintu, bersiap menyambut.

Aldrich menoleh sekali lagi sebelum gadis itu turun, “tenang saja. Aku tidak akan membocorkan rahasiamu. Tapi mulai sekarang…” ia berhenti sejenak, senyum tipis itu muncul lagi, “…aku tidak akan membiarkanmu lari sejauh ini dariku.”

Audy menatapnya tajam, “Pak—”

“Selamat malam, Nona Sinclair.”

Audy keluar dari mobil dengan langkah gemetar, menahan malu dan panik yang bercampur jadi satu. Saat gerbang perlahan menutup, Aldrich masih diam di balik kemudi, menatap bayangan gadis itu yang semakin jauh di bawah cahaya lampu taman.

Senyum samar muncul di wajahnya. “Ternyata bukan hanya aku yang pandai menyembunyikan sesuatu,” gumamnya lirih, lalu menyalakan mesin mobil, meninggalkan gerbang megah itu dalam senyap malam yang tak lagi sama.

1
Itse
penasaran dgn lanjutannya, cerita yg menarik
Ekyy Bocil
alur cerita nya menarik
Stacy Agalia: terimakasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!