NovelToon NovelToon
Cinderella N Four Knight

Cinderella N Four Knight

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Naruto / Nikahmuda / Romansa
Popularitas:266
Nilai: 5
Nama Author: Vita Anne

Hinata di titipkan pada keluarga Hashirama oleh ayahnya yang menghilang secara tiba-tiba.

Di sana, di rumah besar keluarga itu yang layaknya istana. Hadir empat orang pangeran pewaris tahta.

Uchiha Sasuke
Namikaze Naruto
Ootsutsuki Toneri
Kazekage Gaara

Akankan Hinata bisa bertahan hidup di sana?

Disclaimer : All Character belongs to Masashi Kishimoto. Namun kisah ini adalah original karya Author. Dilarang meniru, memplagiat atau mencomot sebagian atau keseluruhan isi dalam kisah ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vita Anne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. My Bride

Hinata terus menggelengkan Kepalanya kasar setiap kali dia mengingat apa yang terjadi beberapa hari lalu. Saat cucu kedua Kakek, Namikaze Naruto menuntun jalannya. Menyelamatkan harga dirinya di sana.

Seolah dia terus mendengar suara pria itu yang berkata dengan dalam di kepala~nya. Dan itu sudah menganggunya beberapa hari ini.

Setelah hari itu, para wartawan terus bertanya tentang~nya yang berada di sebelah pria itu. Dan Naruto hanya menjawab dengan singkat bahwa Hinata adalah bagian dari keluarga Hashirama sekarang. Membuat publik kembali bertanya-tanya maksud dari Jawabannya.

Bagaimana jika semua orang mendengar bahwa dia tengah di jodohkan dengan Sasuke? Dan kakek sedang mempersiapkan pernikahan?

Hinata mengusuk rambutnya kasar.

Dia harus tenang dan bersikap elegan. Dia telah memutuskan untuk tinggal di tengah keluarga ini. Dia harus bersikap terhormat di sini demi Ayah.

Hinata menatap jam di dinding. Ini sudah pukul dua belas malam. Dia tidak bisa memejamkan mata meski hari telah larut.

Gadis itu keluar dari kamarnya. Dia menuruni tangga menuju dapur yang berjarak lumayan jauh dari kamarnya.

Kenapa orang-orang bahagia tinggal di rumah sebesar ini? Bukankah Segala hal akan makin sulit dengan jarak yang jauh?

Desisnya dalam hati.

Hinata memasuki dapur yang sudah gelap. Dia butuh mengisi perutnya. Ketimbang dia harus terus berpikir tantang Pria itu, Namikaze Naruto.

'Krasak!'

Sebuah suara terdengar dari pojokan dapur dimana tempat kulkas-kulkas besar terjejer. Hinata mengerutkan keningnya.

Gadis itu melangkah dengan pelan menuju sumber suara. Cahaya yang minim membuat dia tidak bisa melihat siapa dan apa yang sedang terjadi di sana. Di tambah meja dapur menghalangi pandangan~nya.

Hinata semakin dekat, dan rasa penasaran semakin tercipta di wajahnya. Hingga dia melihat sosok seorang pria tengah berjongkok dan membuka bagian bawah kulkas. Pria itu berdiri dengan tiba-tiba di sana.

"Astaga!!!" Pekik Hinata terkejut seraya memegang dadanya.

Dia Otsutsuki Toneri, si artis terkenal yang berdiri dengan wajah tak bersalah di depan Hinata seraya mengunyah sebuah apel di tangannya. Dan sebelah tangan~nya lagi memegang satu buah pisang.

"Kau mengejutkan ku!" decak gadis itu kesal.

...°°°...

"Aku mengasihani mu yang tidak bisa makan ini semua." Ucap gadis itu dengan sombong seraya memasukan camilan kentang dengan angkuh ke mulutnya. Dia menatap Toneri di depannya dengan intens. Seolah ingin menunjukan bahwa apa yang dia makan sekarang adalah makanan terenak di dunia.

Toneri mendecih seraya memajukan bibirnya kesal. Dia memilih memakan lagi apel yang ada di tangan~nya dengan kasar tanpa berkata-kata. Dia sedang berdiet untuk mempersiapkan album Comeback~nya.

Keduanya sedang duduk di bangku di balik meja dapur.

"Aku penasaran Tuan Otsutsuki! Kau sudah memiliki segalanya. Lalu untuk apa kau menjadi anggota Band dan harus hidup dengan tersiksa seperti itu?" Tanya Hinata tanpa basa basi."... Jika kau memilih untuk menjadi cucu Kakek yang sesungguhnya, kau akan bisa makan sepuas yang kau mau kan?"

Toneri menghentikan kegiatan makan~nya.

"Yaa! Aku memang cucu kakek!" protes pria itu nyalang.

Hinata mengangguk, dia memilih setuju dengan jawaban pria itu. Dia tidak ingin mendebat lebih banyak dan membuatnya kesal. Karena memang benar dia cucu Kakek. Hanya saja, dia tidak mengikuti keinginan sang kakek saat ini.

"Apa kau tahu kesulitan jadi cucu kakek yang sebenarnya?" tanya Toneri yang kini memajukan tubuhnya menatap Hinata dengan intens di seberang tempat duduknya."... Kau harus menurut dan melakukan banyak hal yang bertentangan dengan hati mu."

Ucap pria itu santai. Hinata terlihat berpikir sembari mencoba mencerna apa yang di katakan Toneri. Dia menghentikan kalimatnya sejenak dan memperhatikan expresi Hinata yang hanya menyimak dengan wajah penasaran. Sebelum akhirnya dia kembali melanjutkan kalimatnya.

"... Dan aku, Memilih untuk menjadi diri ku sendiri meski aku tersiksa! Aku tidak ingin Kakek mengatur hidup ku. Meski akhirnya aku harus tetap menurut. Setidaknya untuk sesaat aku bisa menjadi apa yang ku inginkan." Jelasnya lagi.

Hinata tertegun, pendapatnya tentang pria ini berubah sedikit ketika dia mendengar penjelasan~nya barusan. Dan apa yang dia katakan memang benar.

Ternyata pria ini masih lebih normal dari saudara-saudaranya yang lain!

Hinata masih menatap Toneri lekat. Dia masih mengagumi jawaban pria itu atas pertanyaannya tadi.

Toneri terkekeh, melihat expresi gadis di depannya itu. Dia mulai tertawa lebar dan mulai menyombongkan dirinya lagi.

"Aku hanya bicara beberapa baris kalimat! Kau sudah terpesona oleh ucapan ku? Aku memang seorang Artis sejati. Yeah!" Puji pria itu pada diri sendiri, dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Hinata mendecih sesaat seraya mulai tertawa melihat kelakuan pria itu.

"Haha! Awalnya aku penasaran dengan isi kepala cucu-cucu kakek. Tapi, ternyata kalian tidak seburuk yang ku pikir! Dan itu terdengar bagus."

Ucap Hinata seraya kembali memasukan Camilan kentang ke mulutnya.

"Hei!! Jangan tertipu! Tidak ada pria yang seratus persen baik dan seratus persen buruk!" Sangkal Toneri.

"Benarkah?!"

Toneri mengangguk yakin.

"Dengar! Setiap pria memiliki sisi kelam nya masing-masing! Jangan mudah tertipu pada apa yang kau lihat. Kau terlihat begitu polos dan belum banyak mengerti mengenai ini. Jangan memberi kesempatan pada siapapun yang berusaha mendekati mu dengan rayuan-rayuan manis yang membosankan. Dapat di pastikan! Dia bukan pria yang baik!"

Sambung pria itu lagi panjang lebar. Hinata hanya mengangguk-angguk dengan antusias. Membenarkan apa yang Toneri katakan. Dia setuju dengan pendapat pria itu. Dia mengatakan pendapat yang benar mengenai laki-laki.

"Kau benar!" ucap gadis itu yakin seraya menunjuk Toneri.

Toneri terdiam sesaat sebelum akhirnya dia menyadari. Obrolan mereka sudah terlalu jauh dan dia mulai kehilangan sikap dinginnya di depan gadis itu.

Dia juga merasa aneh pada dirinya sendiri. Wajah Hinata yang begitu polos dan kata-katanya yang blak-blakkan benar-benar membuatnya merasa nyaman. Hingga pria itu bisa bebas bicara sesuka hati.

Toneri kembali menyesuaikan expresi wajahnya yang datar dan kini dia berdehem gugup.

"Aishh! Aku banyak bicara omong kosong!" maki~nya pada diri sendiri.

Hinata tersenyum lebar. Memperlihatkan barisan giginya yang rapih.

"Kau tidak ingin mencobanya?" tanya gadis itu menggoda Toneri seraya mengangsurkan kemasan camilan di Tangannya pada pria itu."Umm!! Ini enak sekali. Kau akan menyesal jika tidak mencobanya."

Toneri menelan ludah serat. Melihat Hinata yang asik menikmati camilan favorit nya. Pria itu memilih mengalihkan pandangannya dengan acuh.

"Tidak! Terima kasih. Kau pikir aku tidak pernah mencobanya?! Ck, Kekanakan sekali."Sahutnya seraya mendecih.

"Benarkah?" kali ini Hinata bangkit dari duduknya. Dia menghampiri Toneri di depannya dengan gerakannya yang menggoda."...Sayang sekali! Kau akan menyia-nyiakan makanan seenak ini? Dengarkan suaranya! Kau tidak tergoda untuk menikmati ini? Ini benar-benar lezat Tuan."

Kraus kraus!

Hinata mengunyah di samping telinga pria itu.

Suara renyah camilan di telinganya benar-benar menganggu pikiran Toneri.

Hinata mengambil sepotong camilan. Gadis itu mengangsurkannya ke depan wajah Toneri.

"Kau bilang kau ingin hidup dengan dunia mu sendiri! Apa artinya jika kau tidak bisa menikmati makanan yang kau sukai Tuan!"desis Hinata dengan wajah menggoda di depan Toneri yang kini menelan ludah serat.

Akhirnya pria itu melirik Hinata pelan. Dia tidak tahan dengan godaan suara renyah di sampingnya. Pria itu menghembus nafas dalam sebelum akhirnya mengambil bungkus camilan dari tangan Hinata dengan cepat dan segera menguyahnya dengan nikmat.

Dia tidak bisa menahannya lagi. Sementara kini Hinata hanya terkekeh lebar melihat kelakuan pria itu.

"Jauhkan wajah itu dari ku!" ucap Toneri singkat seraya menunjuk wajah Hinata dengan dagu~nya.

Hinata mengangguk dan pergi menjauh dari Toneri. Kembali ke tempat duduknya. Masih dengan kekehan nyaring yang tercipta di wajahnya.

"Baiklah! Tenang saja aku tidak akan beritahu siapapun!" Ucap gadis itu seraya mengedipkan matanya menggoda."... Tentang ini! Nikmati makanan mu. Apa gunanya menjadi diri sendiri jika tidak bisa bersenang-senang kan?" dia menujuk Camilan di tangan Toneri dengan dagunya

Sementara Toneri mengabaikan ocehan Hinata mengenai hidupnya. Dia hanya ingin menikmati apa yang ada di tangannya. Dia tidak perduli pada gadis itu yang kini menatapnya dengan tawa lebar.

"Ini akan menjadi rahasia kita berdua!" Desis gadis semakin tersenyum lebar.

Di sana, di atas balkon lantai dua rumah itu. Sasuke menatap interaksi keduanya dari atas. Wajah datarnya yang sulit di artikan membuat suasana di sekitarnya terasa dingin.

Calon istri~nya tengah berbincang dengan santai di sana!

...°°°...

Hari ini Kakek meminta Hinata datang ke rumah sakit. Dia harus mengantarkan makan siang pada sang calon Suami, Uchiha Sasuke.

Hinata mendesah lelah.

Andai dia bisa menolak permintaan kakek!

Dia tahu Kakek sudah begitu baik padanya. Dia tidak ingin pria tua itu merasa kecewa. Kakek sudah banyak merasakan itu dari cucu-cucu nya, di kecewakan. Dan dia ingin berbuat baik untuk menyenangkan Kakek.

Hinata menenteng beberapa kotak makanan di tangannya.

Seharusnya Sasuke bisa makan di mana saja tanpa dia harus jauh-jauh mengantarkan makan siang kan?

Mereka punya banyak uang! Seharusnya mereka bisa makan apapun yang mereka inginkan!

Gerutu Hinata dalam hati.

Gadis itu berjalan di lorong rumah sakit dengan lesu. Dari kejauhan dia melihat Pria itu, Uchiha Sasuke sedang berjalan dengan cepat. Di belakangnya ada seorang wanita paruh baya yang terus mengikuti~nya seraya menangis dan memohon. Namun pria itu terlihat acuh dan segera pergi dengan cepat. Memasuki ruangan dimana wanita itu tidak bisa mengikuti~nya lagi.

Dari kejauhan dapat Hinata lihat wanita itu hanya terdiam di tempatnya seraya terus menangis. Dan dia mulai bergerak dengan lemas menuju bangku tunggu yang ada di sebelah ruangan dimana Sasuke masuk tadi.

Hinata mengepalkan tangannya. Sikap pria itu begitu menjengkelkan. Dia berjalan dengan cepat menuju ruang dimana Sasuke masuk tadi. Dia akan segera membuka gagang pintu ketika dia mendengar suara pria itu dari dalam yang sedang bicara dengan beberapa orang lainnya.

"Tes terakhir menunjukkan tidak adanya tanda-tanda kehidupan yang bisa melanjutkan proses pengobatan. Mempertahankan Ventilator udara hanya akan menunda kematian yang sebenarnya di depan mata! seharusnya wanita itu mengerti!" Ucap seorang pria lain di dalam sana.

"Jangan berikan harapan palsu! Kau hanya akan menyakiti nya lebih banyak dari ini nanti!" sahut suara berat itu. Hinata mengenalnya, Suara Sasuke.

Hinata tercekat, Dia mengurungkan niatnya untuk memaki pria itu. Dia menarik tangannya dari gagang pintu dan bergerak dengan pelan. Perlahan, dia mula menjauh dari sana.

Dia tahu, ada hal-hal yang tidak bisa di paksakan atas keadaan seseorang. Sasuke hanya tidak pandai menyampaikan maksud~nya sehingga wanita itu tidak mau mendengar atau mengerti. Sehingga dia terus berharap padanya untuk sebuah kehidupan.

Hinata memilih untuk duduk di sebelah wanita tadi yang masih menangis. Banyak hal yang dia rasakan secara tiba-tiba. Mengenai prasangkanya pada Sasuke. Mengenai perasaan wanita yang ada di sebelahnya. Dan mengenai takdir yang kembali membuatnya berada di situasi ini.

Hinata menghembus nafas dalam sebelum dia mulai bicara di sana. Di sebelah wanita itu yang masih setia duduk di ruang tunggu. Berharap beberapa dokter akan kembali dan memberikan kehidupan lagi bagi orang tersayangnya.

"Aku... Kehilangan ibu ku sejak aku kecil!" Ucap gadis itu dengan lesu.

Meski dia tidak tahu apa yang terjadi pada wanita ini. Namun dia yakin, bahasa kehilangan selalu sama bagi semua orang. Menyisakan sakit dan nyeri di dada siapa saja yang tengah merasakannya.

Wanita itu menoleh. Dia menghentikan tangis~nya sejenak. Dapat dia lihat mata Hinata yang kini berkaca-kaca dari sampingnya.

"Aku bahkan tidak ingat bagaimana rasanya menyentuh kulit wajah ibu ku yang lembut." Sambung Hinata lagi dengan senyum hampa di wajahnya. Suara gadis itu mulai bergetar menahan tangis. Dan kini dia menghirup nafas berat. Berusaha menyembunyikan isakan yang hampir lolos dari bibirnya."... Tapi, Itu masih lebih baik dari pada aku harus terus berharap dia tetap hidup di sini. Di sisi ku. Padahal aku tahu, ibu telah pergi. Sekuat apapun aku menangis dan memohon dia tidak akan kembali. Dan itu hanya akan menyakiti ku lebih dalam lagi." Jelas Hinata lagi.

Air mata menggenang di pelupuk matanya. Gadis itu menoleh, dia menatap wanita di sampingnya. Tersenyum hambar atas rasa sakit yang dia rasakan. Rasa sakit atas rasa rindu yang membuncah pada sang ibu.

"Meski aku masih terus merindukannya setiap saat! Meski aku selalu berharap dia bisa kembali ke sini dengan sehat!" Hinata mulai terisak. Dia menunduk, Air mata yang dari tadi dia coba tahan akhirnya mengalir begitu saja. Gadis itu kembali menatap sang wanita dengan tatapan memohon."... Karena itu, kita harus merelakan agar tidak semakin terasa sakit bukan?!"Ucapnya dengan suara bergetar karena kini air mata telah mengalir melalui pipinya yang memerah.

Wanita itu Segera memeluknya. Mendengar tangisan Hinata terasa merobek hatinya. Dia tahu persis bagaimana rasanya. Dia tengah merasakan~nya juga.

Dan dia tahu ini hanya soal waktu hingga dia juga bisa merelakan. Seperti gadis ini yang juga telah merelakan. Yang sekarang tengah menangis dan terisak di pelukkan~nya.

Pria itu berdiri si sana. Uchiha Sasuke, dia Menatap sang calon istri dari kejauhan seraya melipat kedua tangan~nya di depan dada.

...°°°...

Kau pulang lebih cepat hari ini Tuan Uchiha?" Tanya Hinata pada Sasuke. Mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Dengan Sasuke yang sedang mengendarai mobil dengan wajah serius.

Walaupun gadis itu tahu Sasuke akan mengabaikan~nya. Dia tetap bertanya, dia terlalu bosan karena sejak tadi mereka hanya diam.

"Terima kasih!" Ucap Sasuke tiba-tiba.

Hinata membulatkan matanya.

Apa telinganya sudah rusak?

Dia mendengar kata-kata yang sangat tidak mungkin terucap dari pria itu. Hinata menoleh menatap Sasuke sembari mengerutkan dahinya.

"Telah membawakan makan siang untuk ku!" sambung pria itu lagi.

Hinata tercekat, hingga mulutnya membentuk huruf O.

Dia tidak salah dengar!

Pria ini benar-benar mengatakan kata-kata keramat itu! Terima kasih!

Apa dia telah salah makan?

Apa makan siang yang dia bawa mengandung mantra? Hingga dalam sekejap pria ini berubah?

Atau pria ini telah kehilangan sebagian jati dirinya sekarang?

Pikiran-pikiran bodoh itu terus memutar di kepalanya tanpa dia bisa menjawab kata-kata Sasuke barusan.

Mobil itu sudah memasuki parkiran rumah yang luas. Hinata terlalu terkejut hingga dia tidak bisa bicara apapun lagi sejak tadi.

Apa Tuan Sasuke sudah berubah?

Hinata mendesah lelah, dia tidak mau sibuk memikirkan hal itu sekarang. Dia hanya menuruti permintaan Kakek. Dan dia telah melakukan tugasnya dengan baik.

Hinata baru akan bergerak untuk beranjak turun ketika tiba-tiba Sasuke menahan lengannya.

Gadis itu kembali memutar tubuhnya.

"Ada Ap_!"

'Cup!'

Kata-katanya terpotong. Hinata membulatkan matanya dan dia tercekat untuk yang kesekian kali~nya hari ini. Tubuh~nya mendadak kaku atas apa yang baru saja pria itu lakukan. Pria itu menciumnya dengan sebuah kecupan singkat.

'Apa ini?'

Sasuke baru akan kembali mendekatkan wajahnya ketika dia segera sadar atas rasa terkejutnya. Gadis itu melepas tangan Sasuke dari lengannya dengan cepat.

"Maaf!" Ucap Hinata memalingkan wajahnya yang kini memerah. Dia segera beranjak pergi. Dan keluar dari mobil itu sebelum Sasuke bisa menahan langkahnya lagi.

Sasuke yang terpaku melihat penolakan Hinata hanya mendecih seraya tertawa sumbang.

'Apa dia sudah gila sekarang?'

To be continued

1
Aisyah Suyuti
menarik
Aisyah Suyuti
menarik
Novita ariani: terima kasih sudah mampir. semoga bersedia mengikuti kisah ini sampai akhir💙
total 1 replies
Kamiblooper
Aku beneran suka dengan karakter tokoh dalam cerita ini, thor!
Novita ariani: makasih banget udah suka😍😍😍
di tunggu chapter selanjutnya ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!