'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. KHM
...~•Happy Reading•~...
《Sebelumnya.
Di Bandung, di hari yang sama, Nathania dan Nike sedang sarapan untuk mempersiapkan diri menjalani hari yang sibuk sesuai rencana, menjelang acara pernikahan Nike. Sambil sarapan, mereka membicarakan apa saja yang akan dilakukan.
"Dek, selesai sarapan kita jalan, ya." Nike putuskan, sembari menyiram minuman hangat ke gelasnya dan gelas Nathania.
"Iya, Kak. Oh, iya. Kakak sudah hubungi Om Felix? Apa Om Felix bisa bertemu kita hari ini?" Tanya Nathania beruntun mengingat kebiasaan Om mereka yang tidak mudah ditemui.
"Bisa. Aku sudah telpon tadi malam. Mereka bisa bertemu kita hari ini. Sekarang Om Felix sudah pensiun, jadi ada di rumah." Nike menjelaskan.
"Syukur, deh. Tapi nanti kakak yang bicara dengan Om dan Tante, ya. Aku segan bicara dengan Tante." Pinta Nathania di sela sarapan.
"Iya. Kau bagian meyakinkan, kalau itu keinginanmu." Nike mengingatkan. Nathania mengangguk, lega.
"Ya, kalau Tante bersedia, akan ada terusannya. Kita harus ke tempat penyewaan seragan untuk pilih seragam pendamping baru. Secara punyamu ngga muat ke badan Tante." Nike menjelaskan kegiatan tambahan akibat perubahan pendamping sambil tersenyum.
"Iya, ya. Aku usul itu, tapi ngga mikir soal seragam. Semoga ada yang muat sama Tante." Nathania berharap. Dia jadi menyadari, mengapa kakaknya minta dia pulang lebih awal. Ya, seperti ini. Jika ada perubahan satu, akan diikuti oleh perubahan yang lain.
"Ya, kita doakan saja. Beginilah kalau mau menikah. Walau sederhana, tetap ribet. Apa lagi ada melibatkan orang lain untuk bantu. Harus jaga perasan dan tahan banting." Nike jadi geleng kepala ingat semua yang disiapkan sebelum Nathania pulang.
"Iya, Kak. Apa lagi hari H sudah tinggal menghitung hari. Harus pergunakan waktu semaksimal mungkin." Nathania makin mengerti kesibukan kakaknya.
Nathania jadi menatap kakaknya dengan perasaan sayang yang kental, karena tidak pernah protes atau mengeluh atas ketidakpastian keputusannya pulang ke Bandung untuk membantu.
"Nah, karena kau sudah bilang pergunakan waktu semaksimal mungkin, kita mulai setelah sarapan ini." Ucap Nike setelah sarapan sambil merapikan piring. Begitu juga dengan Nathania.
"Mari, kita ke depan. Sambil memanaskan mesin mobil, aku mau tunjukan warung dan isinya padamu." Nike mengajak Nathania yang sudah menyampirkan tas kecil ke bahunya.
Nike membuka pintu warung. "Warungnya sudah seperti ini. Nanti pulang baru kenalan dengan karyawan. Mereka masuk kerja jam delapan." Nike menunjuk sekilas, tetapi membuat Nathania tertegun.
Warung sudah diperluas oleh kakaknya dan ada pintu baru menuju Paviliun. "Wuaah... Pantesan kakak banyak uang. Warungnya sudah seperti ini." Nathania melayangkan pandangannya melihat isi warung yang penuh dengan rak besi berjejer di tembok dan juga etalase kaca. Sangat rapi dan moderen, layaknya toserba.
"Mari kita pergi dulu, nanti pulang baru kau lihat yang lain sambil berkenalan dengan karyawan." Nike mengingatkan dan menarik tangan Nathania keluar dari warung. Kemudian dia mengunci pintu belakang menuju halaman ke arah paviliun.
Nathania terpaksa mengikuti kakaknya, padahal dia masih penasaran dengan isi warung dan barang yang dijual. "Dek, jangan lupa berdoa, supaya rencana kita lancar dan berhasil hari ini." Ucap Nike setelah mereka berada dalam mobil.
"Amin." Nathania memegang dada dan mengangguk sambil mengaminkan harapan kakaknya.
Kemudian Nathania tersenyum melihat salah seorang Bibi yang masih muda berlari untuk membuka gerbang buat mereka. "Makasih, Bi Eda." Ucap Nathania dan Nike bersamaan sambil mengangkat tangan.
Sambil menjalankan mobil, Nike menjelaskan rencananya setelah menikah dan tempat tinggal calon mertua, tanpa membahas sedikit pun tentang Andy.
Dia menjaga perasaan adiknya yang baru putus cinta tiga hari dan sedang berusaha keluar dari suasana patah hati dengan menyibukan diri.
~*
Karena masih pagi, jalanan ke rumah Om Felix sangat lancar. Sehingga mereka tidak menghabiskan banyak waktu di jalan. Dan juga tidak menghabiskan banyak waktu di rumah Om Felix.
Mereka meninggalkan rumah Om Felix dengan hati senang, karena istrinya bersedia jadi pendamping. Malah Om Felix berterima kasih, Nike mau Om dan Tantenya jadi pendamping.
'Supaya tidak terjadi polemik dalam keluaga sebelum dan sesudah acara pernikahan Nike.' Bahasa isyarat tangan yang diberikan Om Felix saat istrinya meninggalkan mereka bertiga. Membuat mereka bertiga senyum tertahan.
"Benar'kan, Kak. Tante akan uring-uringan lihat Om mejeng sendiri di atas pelaminan." Nathania berkata sambil tersenyum, setelah mereka pamit pulang dan sudah berada di mobil.
"Iya, makasih sudah usulkan itu. Tadi Om bisikin, terima kasih sudah berikan solusi, mencegah konflik internal. Jadi acara nanti lebih kondusif dan ngga bikin pusing." Ucap Nike sambil tersenyum. Nathania juga ikut tersenyum mengingat wajah riang Tantenya.
"Sekarang aku mau kasih tahu WO tentang perubahannya. Supaya mereka bisa siapkan seragam buat Tante." Nike langsung tindak lanjuti perubahan. Dia memasang handsfree untuk telpon WO.
"Berarti kita nanti balik lagi ke rumah Om, atau minta tolong Tante ke tempat penyewaan, supaya kita ngga bolak-balik bawa seragam, ya." Nathania jadi ikut berpikir.
"Iya, buatmu juga. Nanti aku minta tolong Magda lihat." Nike jadi memikirkan seragam Nathania setelah bicara dengan WO.
Tidak lama kemudian, mereka tiba di tempat parkir kantor notaris. "Kak, soal balik nama itu, apa harus hari ini? Apa gak bisa nanti-nanti saja?" Tanya Nathania saat membaca papan nama Kantor Notaris. Dia mau kakaknya lebih fokus pada persiapan pernikahannya.
"Iya, Dek. Kalau nanti-nanti akan ada banyak lika-likunya dan ribet." Ucap Nike sambil memarkirkan mobil, lalu mengajak Nathania turun.
"Maksudku, nanti setelah kakak menikah, kan, bisa. Supaya ngga buru-buru seperti ini." Nathania memberikan saran, sebab kakaknya harus menyiapkan kebaya buat istri Om Felix dan mengurus surat-surat pergantian orang tua pendamping.
"Sekarang saja, Dek. Aku mau balik nama dalam kondisi belum menikah, belum terikat. Supaya ngga perlu minta pendapat atau persetujuan orang lain, terutama suami." Nike berkata serius. Dia sudah pikirkan itu sejak memutuskan untuk menikah.
"Baiklah, Kak. Aku nurut aja." Nathania menerima dan tidak mau berdebat, karena melihat kakaknya sangat serius mau melakukan keputusannya.
Setelah bertemu notaris dan mengutarakan niatnya, Nathania tertegun mendengar yang dikatakan kakaknya kepada notaris. Nike bukan saja balik nama kepemilikan rumah, tetapi juga warung.
Jadi semua aset warisan orang tuanya diberikan kepada Nathania. Dalam surat perjanjian, Nike akan menerima gaji kalau masih mengelola warung, atau pembagian keuntungan atas kebijakan Nathania.
"Kak, sampai segitu? Padahal selama ini, penghasilan kakak dari situ." Nathania protes saat ditinggal notaris.
"Itu cara yang aku terapkan dalam kelola warung. Aku terima gaji sebagaimana karyawan. Keuntungan warung, aku pisahkan buat modal. Jadi aku masih punya uang dari gaji. Tenang saja, nanti di rumah baru aku kasih tahu detailnya." Nike berkata sambil menepuk tangan Nathania untuk menenangkan.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...