Ketika cinta dan takdir bertemu, kisah dua hati yang berbeda pun bermula.
Alya gadis sederhana yang selalu menundukkan kepalanya pada kehendak orang tua, mendadak harus menerima perjodohan dengan lelaki yang sama sekali tak dikenalnya.
Sementara itu, Raka pria dewasa, penyabar yang terbiasa hidup dengan menuruti pilihan orangtuanya kini menautkan janji suci pada perempuan yang baginya hanyalah orang asing.
Pernikahan tanpa cinta seolah menjadi awal, namun keduanya sepakat untuk menerima dan percaya bahwa takdir tidak pernah keliru. Di balik perbedaan, ada pelajaran tentang pengertian. Di balik keraguan, terselip rasa yang perlahan tumbuh.
Sebab, cinta sejati terkadang bukan tentang siapa yang kita pilih, melainkan siapa yang ditakdirkan untuk kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Sore itu disebuah bangunan rumah yang cukup besar namun terasa sekali sepi, duduk sepasang suami istri yang usianya sudah tidak muda lagi. Maya kini menatap wajah lelah sang suami yang baru saja membersihkan tubuhnya, setelah siang tadi baru sampai dari luar kota.
Wajahnya terlihat sekali ada guratan lelah yang tersimpan, bukan tentang letih karena tenaga yang habis. Tetapi, ada emosi batin yang saat ini tengah bertarung hebat.
Rasa bersalah yang semakin besar setelah kejadian malam kemarin, penyesalan tanpa batas dan begitu dalam kini semakin menyempitkan ruang oksigen didalam dadanya. Tarikan nafas yang cukup dalam dan panjang sudah memberikan tanda berapa sesaknya dada Harun kali ini.
Maya yang kini hanya bisa menantikan cerita sang suami, kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Memberikan kekuatan atas hasil yang akan diberikan sang suami, sekalipun manusia memiliki usaha namun tetap semua takdir yang menentukan.
" Kakak sehat, Yah?" Maya memberanikan diri untuk membuka obrolan diantara keduanya.
Harun melirik sekilas sang istri yang terlihat gugup, seperti ada suasana tegang yang terjadi setelah pertemuan dirinya dan sang anak.
" Bu...." lirih sekali suara itu, untuk seorang Ayah yang selalu terlihat kuat kini suara Harun sangat berbeda.
Detak jantung Maya semakin terdengar kuat, melihat ekspresi sang suami ditambah suaranya yang lirih. Berbagai macam pemikiran buruk kini muncul, membuat perasaan Maya semakin risau.
" A.. Ayah.. Apakah semuanya baik-baik saja?".
Harun terdiam sejenak lalu menggelengkan kepalanya. " Alya, dia anak perempuan yang terlalu kuat Bu. Astaga, aku sama sekali tidak bisa berbangga hati. Kekuatan yang dia miliki ternyata lahir dari luka yang Ayah ciptakan tanpa memikirkan perasaan bahkan kehadirannya".
" Buu... Ayah terlalu egois hanya memikirkan perasaan diri sendiri, bahkan Alya yang usia masih kecil harus belajar memahami kondisi barunya tanpa kehadiran Ayah. Karena Ayah sibuk dengan keluarga baru kita". Harun kembali bersuara dengan suaranya yang bergetar.
Kini Maya hanya bisa menundukkan kepalanya dengan air mata yang telah luruh.
" Ayah... Selama ini Ibu selalu menganggap semua baik-baik saja, apalagi Kakak selalu bersikap baik dan kami memiliki hubungan yang baik. Tapi ternyata aku melupakan jika hati perempuan terlalu lembut". Maya menghapus air mata di pipinya.
" Ternyata dengan selalu menjalin komunikasi, Ibu lupa jika ada hati yang terluka atas kehadiran Ibu di kehidupan baru Ayah. Apalagi Mbak Bina sampai pergi dari dunia ini karena hubungan kita".
Harun mengangguk pelan, menyetujui ucapan sang istri yang memang itulah kenyataan.
" Bukan hanya Ibu yang salah, Ayah juga salah bahkan Ayah adalah orang pertama dan cinta pertama yang menciptakan luka untuk anak perempuan dan juga istrinya dulu".
" Dulu Ayah berjanji akan membahagiakan orang-orang yang Ayah sayangi, tapi ternyata..... Ayah juga yang mengingkari janji Ayah dengan melukai perasaan orang-orang yang paling ayah sayangi". Harun kini mengepalkan kedua tangannya, memejamkan mata untuk menurunkan perasaan emosinya.
" Bagaimana bisa dulu aku yang seorang perempuan, harus menyakiti perempuan lain bahkan mengorbankan perasaan seorang anak yang tidak bersalah". Maya kini semakin terisak, air matanya semakin deras turun.
" Ibu hanya memohon kepada Tuhan, agar diberi kesempatan untuk bisa menjadi ibu sambung yang bisa membahagiakan Kakak, Yah". Maya menghapus kasar air matanya.
" Ayah juga sama Bu, tidak ada waktu untuk terus menyesal tanpa memperbaiki. Apalagi sebentar lagi Alya akan menikah, yang sudah secara otomatis tanggung jawab Ayah beralih kepada suaminya. Ayah benar-benar ingin menggunakan sisa waktu ini dengan memberikan cinta dan kasih untuk Alya".
Kini Harun dan Maya sibuk dengan air mata dan juga tarikan nafas yang terasa menyesakkan di dadanya.
" Kita akan berkerja sama untuk memberikan dunia yang indah untuk Alya Bu, karena mulai saat ini dia sudah tidak sendiri ada kita". Harun kini menatap wajah sang istri.
Harun dan Maya kini menyandarkan tubuhnya dipunggung sofa, Maya menutup wajahnya yang sudah basah dengan air mata. Harun yang melihat hanya bisa diam, membiarkan sang istri meluapkan emosi dan perasaannya.
" Selama ini Alya anak yang sangat baik Yah, karena kebaikan yang diperlihatkan Ibu sampai lupa menanyakan bagaimana perasaannya? Apakah dia sudah menganggap ibu sebagai ibunya, ataukah dia selama ini merasa kesepian". Tangisnya kini semakin pecah, sedangkan Harun kini memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.
" Ayah pernah merasa bangga, karena selama ini Alya selalu bisa menyelesaikan apapun masalahnya sendiri. Bahkan sejak usia muda dia tumbuh menjadi anak yang penurut dan mandiri, tetapi aku salah ternyata itu adalah bentuk dari kesepian bahkan aku tidak tahu ketika dia menghadapi kebimbangan dala. Perjalanan hidupnya".
Harun kini semakin menyesali perbuatannya, selama ini dirinya terlalu memanjakan Fahri sampai lupa kehadiran Alya.
" Aku adalah seorang wanita yang sangat jahat, bagaimana bisa seorang ibu yang memiliki anak bahkan sampai tega merenggut kebahagiaan seorang anak kecil yang lugu. Keinginan seorang anak hanya kehadiran orangtua dan pelukan, sedangkan Alya yang telah aku renggut bahagianya kini tumbuh dengan penuh luka".
Kedua suami istri yang saat ini tengah saling mengadu nasib atas perbuatannya yang baru saja disadari, menyesali pun tidak akan merubah apapun bukan?.
" Ayah... Seandainya ada mesin waktu ...."
" Jangan ngaco Bu... Kita hidup harus terus berjalan, jika waktu terus berjalan maka kita masih memiliki kesempatan dan harus berani untuk memperbaiki masa depan anak kita yang masih panjang ". Harun langsung memotong pernyataan sang istri.
Maya semakin terisak mendengar ucapan sang suami yang memang benar. " Ibu akan lebih banyak berada disamping Alya kali ini, Yah".
" Karena kehadiran Ibu, Kakak harus kehilangan keluarga utuhnya. Kehilangan Ibu kandungnya karena kita, dan kini aku akan menebus dengan dimulai dari titik paling sakit". Maya kini lebih tenang dan sedang merencanakan apa saja yang akan dilakukan dengan sang anak.
Harun kini mengangkat wajahnya menatap Maya. " Bagaimana dengan Ayah, Bu? Ayah yang seharusnya melindungi anak perempuannya dengan sangat baik. Padahal dulu ayah yang meminta hak asuh Alya, tapi Ayah juga yang mengacuhkan perasaan Alya".
" Selama ini Ayah salah karena terlalu fokus pada Fahri, bahkan sampai saat ini Fahri yang selalu dimanjakan, diperhatikan, didengarkan......." Harun merasa sangat sesak jika mengingat ucapan sang anak kemarin malam.
" Padahal yang harusnya diperhatikan lebih adalah Alya, dia sedang tumbuh dan nerprod pasti dia bingung dan mencari jawaban sendiri, memendam rasa sakitnya seorang diri, bahkan Ayah membayangkan bagaimana Alya menangis dengan memukul dadanya sendiri saat merasakan rasa sakit".
Maya semakin tergugu mendengar ucapan sang suami, bagaimana bisa egoisnya kedua pasangan yang dulu merajut kasih secara ilegal dibelakang pasangan masing-masing.
Secara bersama meninggalkan pasangan dan memutuskan untuk bersama, namun mereka melupakan ada hati yang sedang tumbuh dengan sebuah kebingungan.
" Ayah, tolong berikan Ibu ruang untuk menebus rasa kehilangan Kakak selama ini dengan menghabiskan waktu bersama. Sebelum akhirnya Kakak akan menikah, ibu ingin menghabiskan waktu bersama".
Maya sudah merencanakan ada banyak agenda yang akan dilakukan bersama selayaknya seorang ibu dan anak perempuannya, memasak bersama atau bahkan menghabiskan waktu berdua di salon bukankah itu ide yang bagus?.
Entah, apakah Alya akan menerima ajakannya atau tidak. Mungkin akan ada part canggung karena Harun dan Maya yang akan memberikan perhatian lebih saat ini, Maya tidak tahu reaksi apa yang akan ditunjukkan oleh Alya.