NovelToon NovelToon
Cinta Monyet Belum Usai

Cinta Monyet Belum Usai

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romantis / Teman lama bertemu kembali / Ibu susu / Office Romance / Ayah Darurat
Popularitas:103.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ly_Nand

Sequel "Dipaksa Menikahi Tuan Duda"
Cerita anak-anak Rini dan Dean.

"Papa..."
Seorang bocah kecil tiba-tiba datang memeluk kaki Damar. Ia tidak mengenal siapa bocah itu.
"Dimana orangtuamu, Boy?"
"Aku Ares, papa. Kenapa Papa Damar tidak mengenaliku?"
Damar semakin kaget, bagaimana bisa bocah ini tahu namanya?

"Ares..."
Dari jauh suara seorang wanita membuat bocah itu berbinar.
"Mama..." Teriak Ares.
Lain halnya dengan Damar, mata pria itu melebar. Wanita itu...

Wanita masa lalunya.
Sosok yang selalu berisik.
Tidak bisa diam.
Selalu penuh kekonyolan.
Namun dalam sekejab menghilang tanpa kabar. Meninggalkan tanya dan hati yang sulit melupakan.

Kini sosok itu ada di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Panggilan Sayang

Dengan sedikit ragu, Stasia menyiapkan piring di depannya. Namun rasa aneh segera muncul—Damar sama sekali tidak menyentuh makanannya. Matanya hanya terpaku pada Stasia, meneliti setiap gerakan kecilnya. Tatapan itu membuat perut Stasia semakin mual oleh gugup, bukan lapar.

“Pak Damar… bisa tidak Bapak fokus pada makanan Bapak? Saya tidak mungkin makan kalau Bapak sendiri tidak makan,” ucapnya jengkel.

Damar tersenyum tipis, seakan menikmati keresahan Stasia. “Tapi tangan saya lelah. Jadi… saya malas makan.”

Stasia mendesah kesal. “Ya, kalau Bapak tidak makan, saya juga tidak bisa makan, Pak.”

“Tapi saya mau lihat kamu makan,” balas Damar tenang.

“Pak… saya tidak bisa.”

“Lakukan saja apa yang saya minta. Tugasmu hanya harus melakukan apapun perintahku sekarang.”

Stasia membelalakkan mata, tidak percaya. “Kalau situasinya seperti ini, saya justru akan sulit menelan makanan, Pak.”

“Kalau mau telan ya telan saja,” balas Damar ringan, matanya tak lepas darinya. “Lagi pula sudah saya katakan, tangan saya lelah. Jadi malas makan.”

Stasia semakin sebal. “Terus… Bapak maunya apa? Saya panggilkan tukang pijit?”

Alis Damar terangkat, bibirnya menahan senyum. “Apa tidak ada ide yang lebih kreatif?”

Stasia mendengus, benar-benar tak menyangka. Ketos dingin dan irit bicara yang ia kenal dulu, kini malah berubah jadi Bos yang menyebalkan. Sebelas tahun berlalu, ternyata cukup mengubah sosok Damar—atau… justru membuka sisi lain darinya?

“Mau ide apa, Pak? Kalau saya panggil tukang pijit kan bisa bantu biar hilang lelahnya.”

“Tapi saya tidak suka kalau tubuh saya dipegang orang asing.”

“Kalau begitu, saya carikan OB yang bisa pijat. Saya pastikan bukan orang asing, Pak.”

“Tidak. Bagiku mereka tetap asing.”

Stasia menahan napas, hampir meledak. “Terus saya harus bagaimana? Kalau kita terus berdebat seperti ini, bisa-bisa waktu istirahat makan siang habis sebelum saya benar-benar makan!”

“Saya lapar, tapi malas bergerak karena lelah.”

“Oh, Tuhan…” Stasia menggeram kesal, nyaris menjambak rambut sendiri.

Damar menaikkan satu alis. “Kenapa? Kamu berani marah pada atasanmu?”

Stasia memejamkan mata rapat, menarik napas panjang untuk menetralkan emosi. “Bukan begitu, Pak.” Ia menghembuskan napas kasar. “Boleh saya makan di ruangan saya saja?”

“Tidak bisa.” Jawaban Damar singkat, tegas. “Kamu harus makan di sini.”

“Lalu saya harus bagaimana, Pak?” sergah Stasia, hampir tak tahan lagi.

Damar bersandar santai, menatapnya lekat dengan sorot mata penuh teka-teki. Sudut bibirnya melengkung tipis.

“Menurutmu?”

Rasanya Stasia mau gila. Menghadapi Ares yang rewel ternyata lebih mudah daripada menghadapi bosnya yang satu ini.

Ah… tiba-tiba ia teringat bocah kecil kesayangannya itu. Dan seolah ada telepati, ponsel Stasia berdering. Nama Andreas muncul di layar. Ia yakin betul, pasti dari Ares.

“Pak, boleh saya keluar sebentar untuk angkat telepon?”

“Kenapa harus keluar? Angkat saja di sini,” sahut Damar datar.

Tanpa pikir panjang, Stasia segera menekan tombol hijau. Senyumnya langsung merekah begitu suara mungil terdengar dari seberang. Perubahan ekspresinya itu jelas ditangkap Damar, meski pria itu hanya diam, matanya mengunci setiap gerak Stasia.

“Ya, sayang?” suara Stasia melembut, penuh kasih.

Kata sayang meluncur begitu alami, tapi telinga Damar seperti membeku mendengarnya. Rahangnya mengeras.

“Sepertinya seru. Tapi apa kamu sudah makan?” lanjut Stasia dengan nada lembut yang sama sekali berbeda dari sikap kaku yang ia tunjukkan padanya beberapa menit lalu.

“Jangan lupa makan, ya… dan ingat, tidak boleh nakal. Kalau nakal, tidak boleh peluk-peluk kalau malam.”

Kalimat terakhir itu menusuk dada Damar. Sesuatu bergejolak dalam dirinya, panas, tidak jelas apakah itu marah atau cemburu.

“Bye sayang… sampai ketemu nanti.”

Panggilan ditutup. Stasia masih tersenyum kecil, hatinya hangat membayangkan wajah Ares. Ia bahkan lupa keberadaan Damar di dekatnya—sampai menoleh, dan mendapati sorot mata dingin yang menusuk.

“Pak… ada yang salah?” tanyanya ragu.

“Makanlah cepat dan kembali ke ruanganmu.” Suara Damar tegas, singkat. Ia bahkan langsung meraih piringnya dan makan dengan cepat.

Stasia sempat tertegun. Bukankah tadi pria ini bilang malas makan karena tangannya pegal? Sekarang, ia makan seakan ingin menghabiskan semua isi piring tanpa bicara sepatah kata pun.

Tak ingin memperpanjang masalah, Stasia ikut makan diam-diam. Selesai, Damar kembali duduk di kursi kerjanya, menunduk pada tumpukan berkas, seolah ia tidak ada. Tak lama kemudian, seorang OB masuk membereskan meja, sementara Stasia masih merasa canggung.

“Pak, apa ada yang perlu kita bicarakan lagi?” tanyanya pelan.

“Kembalilah ke pekerjaanmu.”

Singkat, dingin, memutus percakapan.

Stasia hanya mengangguk lalu keluar tanpa mau berdebat. Sesampainya di ruangannya, Max langsung menoleh dengan wajah penasaran.

“Si, dari mana? Aku tunggu kamu di kantin tapi kamu nggak datang. Apa baru selesai meeting di ruangan Pak CEO?”

“Bukan, aku… ketemu kenalan lama. Ngobrol sebentar, dan dia bawain makanan.”

“Oh ya? Kamu sudah punya teman di negara ini? Banyak gak?”

“Lumayan. Soalnya masa SMP-ku dulu aku habiskan di kota ini. Walau tidak sampai akhir, tapi cukup lama untuk bisa memiliki teman.”

“Hmm… aku cuma sempat tinggal di Indonesia waktu SMA. Ibuku orang Indonesia, ayahku orang Belanda. Tapi aku lebih banyak merasakan hidup di Belanda karena memang pekerjaan orang tua disana.”

“Jadi kamu blasteran Belanda–Indonesia?”

Max tersenyum kecil. “Kalau lihat wajahmu, kamu juga blasteran, kan?”

“Iya, ibuku orang Paris, ayahku Indonesia.”

“Wah, berarti kita sama-sama darah campuran. Cocok nih…”

Stasia menatap Max sebentar, lalu buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah tumpukan pekerjaannya. “Sudahlah, kita lanjut kerja. Jangan kebanyakan ngobrol. Bisa-bisa kita ngumpulin musuh kalau kita ngobrol terus.”

Ia bisa merasakan tatapan beberapa pegawai lain yang seperti pisau menebas dari arah meja seberang. Stasia tidak ingin jadi bahan gosip. Ia hanya ingin bekerja dengan tenang, tanpa ada hal-hal yang mengganggu.

Sementara itu, di ruangannya, Damar tengah duduk bersandar. Di atas meja, sebuah berkas CV milik Stasia yang sudah dicetak rapi terus dipandanginya seolah CV itu akan berubah jadi sesuatu..

“Pak, Pak Hadi sebentar lagi sampai. Beliau bilang lima menit lagi akan tiba,” lapor Abas sambil membawa tablet catatan rapat.

Namun alih-alih menanggapi, Damar mendadak bertanya, “Bas, apa kamu pernah disukai seseorang?”

Abas sontak menoleh, sedikit bingung. Pertanyaan itu benar-benar di luar konteks.

“Maksudnya, Pak?”

Damar mencondongkan tubuh, jari-jarinya mengetuk permukaan meja pelan. “Apa mungkin… seseorang yang dulu bilang menyukaimu, bahkan berusaha mengejarmu… bisa tiba-tiba berubah? Bersikap biasa saja. Lalu dengan enteng memanggil orang lain dengan sebutan sayang?”

1
Erna Fadhilah
kok Hanna belum di beri pelajaran atau di jebloskan penjara siiih, Damar memberi pelajaran ke Hannanya krng greget
Nur Mila
kapok kuwe hanna
partini
dihhh Hana kamu stres
Rusmini Mini
Damar takut gak dpt jatah 😂😂
Rusmini Mini
saling menguatkan sini peluk /Cry/
Erna Fadhilah
salah sendiri kebablasan di suruh satu malah jadi dua ya nanti malam auto puasa kan tadi udah di dabel 😁😁😁
Nur Mila
damar oh damar d omongi 1kali jatah nya malah 2kali ,kan jadi ngambek stecy
Erna Fadhilah
nah kalau udah cerita kan jadi enak lan, ayo Dam urus tu manusia yang edannya ga ketulungan, semoga🤲🤲🤲 wulan dan didi di permudahkan berceraiannya
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Erna Fadhilah
urus aja perceraianmu sama didi lan biar kamu bisa dekat sama Andreas ga ada yang ngomong kalau dia selingkuhanmu
Rusmini Mini
kagi seru serunya mesti minta updetan soalnya pasti lupa ketutup novel lain lagi /Smug//Smug/
Rusmini Mini
ceritanya ngalir kayak sungai....imajinasi author hebat euyy...tolong baleskan rasa tidak sukaku pada uler keket dan ulet bulu alias mak lampir dan titisannya /Rose//Rose//Rose//Heart//Heart//Heart//Panic//Panic//Panic/
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: halo kak baca juga d novel ku 𝙖𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙂𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profil ku ya😌
total 1 replies
Rusmini Mini
ada Didi tembakkk.....
Rusmini Mini
kalo di Indo car seat kurang populer ya...
Rusmini Mini
maklum pengantin baru /Smug//Smug/
Rusmini Mini
dah nikah aja /Rose//Rose//Rose/
Rusmini Mini
oh h kurang ajar oura pura mati demi perempuan lain tdk mikir istri yang punya bayi mlh di tinggal... ada granat atau bom biar aq ledakin kepalanya /Bomb//Bomb/🔥🔥🔥
Rusmini Mini
ada apa dgn Wulan
Rusmini Mini
bilang aja mo manjah manjah syahdu dgn
Rusmini Mini
aish...pengantin cowoknya udh ngebet malam pertama /Facepalm//Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!