Maya hanya ingin satu hal: hak asuh anaknya.
Tapi mantan suaminya terlalu berkuasa, dan uang tak lagi cukup.
Saat harapan habis, ia mendatangi Adrian—pengacara dingin yang kabarnya bisa dibayar dengan tubuh. Dengan satu kalimat berani, Maya menyerahkan dirinya.
“Kalau aku tidur denganmu... kau akan bantu aku, kan?”
Satu malam jadi kesepakatan. Tapi nafsu berubah jadi candu.
Dan
permainan mereka baru saja dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EvaNurul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GUGUP
Malam itu, hujan turun tipis, membasahi jalanan kecil di depan kos. Lampu lorong berkelip-kelip seperti nyaris padam, sementara aroma tanah basah masuk lewat jendela yang sedikit terbuka. Di kamar, berkas-berkas persidangan tersusun rapi di meja, tapi perhatian Maya terus kembali pada anaknya yang terlelap di kasur kecil, memeluk boneka kelinci lusuh.
Napas Nayla teratur, bibir mungilnya sedikit terbuka, wajahnya begitu damai—kontras dengan kekacauan yang berputar di kepala ibunya. Maya duduk di ujung kasur, menatapnya lama, membiarkan setiap detik terukir dalam ingatan.
Ketukan pelan terdengar di pintu. Ia bangkit dan membukanya. Bu Ina berdiri di sana, masih dengan daster dan rambut yang disanggul seadanya.
"Udah makan malam, May?"
"Udah, Bu. Terima kasih, tadi nayla juga udah saya kasih makan sebelum tidur."
"Syukurlah. Eh, kayaknya wajah kamu pucat banget. Ada apa?"
Maya menarik napas, lalu tersenyum tipis. "Besok… saya harus ke pengadilan lagi, Bu. Sidang lanjutan."
"Waduh… iya ya. Semoga semua lancar. Kalau butuh saya jagain Nayla, bilang aja."
"Kayaknya memang harus, Bu. Besok pagi saya berangkat agak awal."
"Tenang aja, biar saya yang urus. Kamu fokus aja sama sidang."
Maya mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Makasih banyak, Bu."
"Sama-sama. Saya doain yang terbaik. Ingat, kamu udah berjuang sejauh ini, jangan nyerah."
Setelah Bu Ina kembali ke kamarnya, Maya menutup pintu pelan. Ia berdiri sejenak, menatap anaknya lagi. Kata-kata “jangan nyerah” itu berputar-putar di kepalanya.
Ponsel di meja bergetar.
"Besok sidang mulai pukul sembilan. Datang setengah jam lebih awal. Semua dokumen harus dibawa."
"Udah siap, tapi aku tak tenang, Reza pasti bawa pengacara yang tangguh. Kalau aku kalah?" gemetar Maya.
"Berhenti pikirkan kalah. Fokus ke menang. Ikuti semua arahan ku tanpa ragu."
"Dia pasti akan serang aku dengan fitnah."
"Biarkan aku yang jawab. Kamu cukup tunjukkan di hadapan hakim kalau kamu satu-satunya orang yang Nayla butuhkan."
Maya meraih selimut, menariknya agar menutupi bahu kecil Nayla.
“Bunda janji… nggak akan biarin kamu pergi,” bisiknya.
Tiba-tiba ponsel kembali bergetar. Nada getarnya pendek, cepat—pesan dari Reza.
"Besok permainan berakhir. Bersiaplah kehilangan segalanya."
Maya memejamkan mata, merasakan jemarinya dingin. Kata-kata itu seperti belati. Ia mengetik pesan singkat.
"Kalau aku gugup besok… gimana?"
Adrian's message
"Lihat aku. Fokus padaku. Jangan biarkan tatapan Reza mengalihkanmu. Aku akan pastikan kamu aman.
Maya menghembuskan nafas lelah. Lalu mengetikkan jarinya kembali.
"Kamu yakin kita bisa menang?"
Send.
Aadrian's message
"Aku tidak pernah masuk ruang sidang untuk kalah."
Hening kembali memenuhi kamar. Di luar, hujan masih menetes di atap seng, menambah dingin malam.
Menjelang subuh, Maya bangun. Air wudhu yang dingin membasuh wajahnya, membuat pikirannya sedikit jernih. Ia duduk di meja, memeriksa kembali satu per satu berkas: akta kelahiran, foto-foto bersama Nayla, catatan sekolah, bahkan gambar crayon buatan Nayla—dua orang bergandengan tangan di bawah matahari.
Di pojok meja, ada kotak kecil berisi gelang mungil berbentuk hati. Gelang itu pernah diberikan Nayla saat ulang tahun kelimanya. Maya mengambilnya, mengepalkan di tangan. “Ini alasan Bunda berjuang.”
Langit mulai memucat, aroma tanah basah masuk ke kamar. Ponsel bergetar sekali lagi.
"Hari ini kita mulai. Jangan takut. Kita yang memegang kendali."
Maya menutup mata, menarik napas panjang. Besok, ia tak akan memberi ruang pada rasa ragu.
kamu harus jujur maya sama adrian.