NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Tuan Mafia

Jerat Cinta Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Qwan in

Dewi, seorang pelayan klub malam, tak sengaja menyaksikan pembunuhan brutal oleh mafia paling ditakuti di kotanya. Saat mencoba melarikan diri, ia tertangkap dan diculik oleh sang pemimpin mafia. Rafael, pria dingin dengan masa lalu kelam. Bukannya dibunuh, Dewi justru dijadikan tawanan. Namun di balik dinginnya Rafael, tersimpan luka dan rahasia yang bisa mengubah segalanya. Akankah Dewi bisa melarikan diri, atau justru terperangkap dalam pesona sang Tuan Mafia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qwan in, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 21

Pagi itu, sinar mentari menelusup perlahan melalui celah tirai kamar, menyinari wajah pucat Dewi yang masih terbaring lemah di atas ranjang. Nafasnya lambat dan berat, sementara matanya hanya menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Di sisi tempat tidur, Rafael duduk setia, tak sedikit pun berpaling sejak tadi malam.

Ia menggenggam tangan Dewi dengan lembut, mencoba mengusir dingin yang entah berasal dari udara atau dari kegelisahan yang belum juga pergi.

“Ayo, kita sarapan. Kau butuh tenaga,” bisik Rafael, seraya mengeratkan genggamannya.

Dewi menoleh pelan ke arahnya. Meski tubuhnya masih terasa lunglai, ia mengangguk lemah, berusaha bangkit. Rafael segera menopangnya, membantu tanpa berkata apa-apa. Mereka menuruni anak tangga dengan perlahan, dan Rafael tak pernah sekali pun melepaskan tangannya dari tangan Dewi. Seolah genggaman itu adalah janjinya untuk tidak membiarkan wanita itu terjatuh lagi. baik secara fisik, maupun mental.

Sesampainya di ruang makan, pemandangan yang tersaji membuat mata Dewi sedikit membesar. Meja makan panjang itu telah penuh dengan hidangan: roti panggang, sup ayam hangat, buah-buahan segar yang dipotong rapi, bubur lembut dengan aroma kaldu, dan yang terpenting. secangkir teh jahe yang mengepul hangat, terletak tepat di sisi tempat duduk Dewi.

“Aku menyuruh pelayan menyiapkan teh jahe, untuk meredakan rasa mualmu,” ujar Rafael dengan suara rendah, nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat hati Dewi sedikit bergetar.

Beberapa pelayan berdiri di sudut ruangan, semua menundukkan kepala, tak satu pun berani menatap lurus ke arah mereka. Keheningan yang menggantung di ruangan itu terasa berat, namun bukan karena ketegangan. melainkan karena kehati-hatian.

Mereka makan dalam diam. Dewi menyendok bubur perlahan, menatap isi mangkuknya tanpa benar-benar melihat. Rafael pun sama. Namun di balik tatapannya yang dingin, ia tak henti mencuri pandang ke arah Dewi, memastikan wanita itu benar-benar makan.

Tak lama, Rafael membuka suara. Suaranya tegas, namun tetap lembut.

“Makanlah yang banyak. Kau butuh asupan nutrisi yang cukup,” ucapnya sambil menyeruput kopinya.

“Setelah ini, kau harus beristirahat.”

Dewi mengangguk kecil, menyendokkan bubur kembali ke mulutnya. Tapi baru beberapa suap, Rafael kembali berbicara. dan kata-katanya kali ini membuat pergerakan Dewi terhenti.

“Setelah ini, aku harus pergi. Ada urusan yang harus kuselesaikan,” katanya datar.

Sendok yang berada di tangan Dewi terhenti di udara, lalu perlahan ia turunkan ke dalam mangkuk. Tatapannya beralih pada Rafael. dingin, menusuk.

“Kau akan membunuh lagi?” tanyanya lirih. Suaranya rendah, nyaris seperti bisikan, namun penuh getaran emosi.

Rafael tak langsung menjawab. Ia menunduk, menarik napas dalam, seolah sedang menahan beban yang tak terlihat.

“Kau bilang… kau akan berhenti. Kau bilang… kau akan berusaha menunjukkan sisi manusiamu padaku,” lanjut Dewi, suaranya mulai bergetar, matanya sedikit berkaca.

Masih dalam diam, Rafael mengepalkan tangannya di atas meja. Lalu akhirnya ia menjawab, perlahan namun tegas.

“Aku tahu. Dan aku berjanji… kali ini aku akan berusaha. Untuk tidak membunuh lagi.”

“Bukan hanya padaku kau berjanji…” ujar Dewi, kini nadanya lebih mantap,

“Tapi juga pada anakmu.”

Rafael menatapnya dalam diam, namun matanya menyimpan guncangan. Ia mengangguk pelan.

Para pelayan yang sejak tadi berdiri di sudut ruangan mulai saling melirik tanpa suara. Meski tak seorang pun berbicara, namun kabar tentang kehamilan Dewi kini telah tersebar dengan cepat ke seluruh penjuru mansion. Bisik-bisik mulai berkembang di balik pintu-pintu tertutup.

...

Jauh di sudut kota

Di ruangan remang-remang di puncak sebuah gedung tua yang menghadap hamparan kota, seorang pria duduk terpaku di depan jendela besar yang dipenuhi debu dan goresan. Separuh wajahnya rusak parah. kulitnya mengelupas, jaringan otot tampak seperti terbakar, dan satu matanya nyaris buta. Tapi bukan luka itu yang paling menakutkan. melainkan sorot matanya yang penuh kebencian yang membeku.

Ia menatap kosong ke luar jendela, ke dunia yang terus bergerak seolah tak pernah peduli pada luka yang ditinggalkannya.

Jari-jarinya perlahan mengepal di atas meja kayu yang mulai lapuk. Udara di sekitarnya terasa dingin, bukan karena cuaca, tapi karena aura gelap yang memancar dari tubuhnya. Dan di tengah keheningan yang menyesakkan itu, ia bergumam. dengan suara serak, dingin, seperti bisikan yang berasal dari liang kubur:

"Rafael..."

"Aku bersumpah... akan menghancurkan segalanya yang kau miliki.

Satu per satu, perlahan… sampai tak tersisa.

Seperti kau telah menghancurkan hidupku."

Nada suaranya datar, namun mengandung kehancuran yang mendalam. seperti mantra kutukan yang telah lama dipendam, menunggu saatnya untuk dilepaskan. Tidak ada amarah yang meledak, tidak ada teriakan. Yang ada hanyalah ketenangan yang justru lebih mematikan. ketenangan seorang pria yang sudah kehilangan segalanya, dan kini hidup hanya untuk membalas.

Pria itu masih menatap keluar jendela, namun kini sorot matanya jauh lebih kelam. seperti pusaran api dendam yang menyala perlahan di kedalaman jiwanya. Cahaya matahari pagi yang menyusup dari sela-sela jendela hanya menyoroti setengah wajahnya yang utuh, sementara sisi lainnya… rusak parah. bekas luka bakar yang merambat dari pelipis hingga ke rahang, seolah menjadi lambang keabadian dari malam kelam yang mengubah hidupnya selamanya.

Namanya. Malik, anak sulung dari Harun Azka, mantan mitra bisnis Rafael. Dulu, keluarganya hidup berkecukupan, diselimuti kehormatan dan kemewahan hasil kerja keras bertahun-tahun bersama Rafael. Ayahnya mempercayai Rafael seperti saudara kandung, tak pernah berpikir sekalipun bahwa kesetiaan bisa dianggap sebagai pengkhianatan.

Namun Rafael bukan manusia biasa.

Dia adalah iblis yang mengenakan jas mewah, memimpin perusahaan dengan tangan dingin dan senyuman palsu.

Dan ketika data rahasia perusahaannya bocor ke tangan pesaing, Rafael tak butuh waktu lama untuk menunjuk satu nama.  Harun. Tak ada penyelidikan menyeluruh, tak ada ruang untuk pembelaan. Hanya satu keyakinan mutlak. pengkhianat harus dimusnahkan.

Malam itu masih terpatri dalam ingatan Malik, setiap detiknya.

Rumah mereka diserbu oleh orang-orang Rafael. berseragam hitam, tanpa suara, membawa kematian dalam senyap. Ayahnya diseret seperti binatang, ibunya dipukuli hingga tak bernyawa, dan adik perempuannya. masih berusia delapan tahun. ditembak tepat di depan matanya.

"Kau harus melihat ini," ucap salah satu algojo Rafael, sebelum menendang Malik ke tanah dan menorehkan pisau panas ke sisi wajahnya. Suara kulit terbakar dan bau daging hangus masih menghantui mimpi-mimpinya setiap malam.

Namun malam itu, Malik tak mati.

Dalam kondisi setengah sadar dan tubuh bersimbah darah, ia melarikan diri lewat lorong sempit yang tersembunyi di bawah lantai ruang kerja ayahnya. ruang rahasia yang hanya mereka berdua tahu keberadaannya.

Dan sejak malam itu… Malik menghilang dari dunia.

Dunia mengira ia sudah mati.

Rafael mengira ia sudah menghabisi semuanya.

Tapi dendam tidak pernah mati.

Dendam hidup di dalam tubuh yang terluka, dan tumbuh dalam sunyi selama bertahun-tahun.

Kini, bertahun-tahun kemudian, Malik kembali. bukan sebagai anak seorang pengkhianat, tapi sebagai bayangan kematian yang datang untuk menagih balas.

"Kau pikir kau telah menghapus darah kami, Rafael?" gumamnya pelan, mengusap bekas lukanya dengan jari dingin.

"Tapi darah itu… masih hidup dalam diriku. Dan aku akan menumpahkan darahmu sebagai gantinya.

Kau, anakmu, bahkan wanita yang kau cintai… takkan luput."

Senyum mengerikan menyentuh bibir Malik. senyum penuh luka, dan janji neraka.

1
Myōjin Yahiko
Bikin nagih bacanya 😍
Silvia Gonzalez
Gokil abis!
HitNRUN
Bingung mau ngapain setelah baca cerita ini, bener-bener seru!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!