Setelah mati tertembak, Ratu Mafia yang terkenal kejam, dan tidak memiliki belas kasihan. Tamara sang Ratu Mafia, mendapati dirinya bertransmigrasi ke dalam tubuh seorang antagonis novel roman picisan bernama sama.
Harus menjalani pernikahan paksa dengan Reifan Adhitama, CEO berhati dingin dan ketua mafia yang tampan, dan juga terkenal kejam dan dingin. Duda Anak dua, yang ditakdirkan untuk jatuh ke pelukan wanita licik berkedok polos, Santi.
Dengan kecerdasan dan kemampuan tempur luar biasa yang masih melekat, Tamara yang baru ini punya satu misi. Hancurkan alur novel!
Tamara harus mengubah nasib tragis si antagonis, membuktikan dirinya bukan wanita lemah, dan membongkar kepalsuan Santi sebelum Reifan Adhitama terlena.
Mampukah sang Ratu Mafia menaklukkan pernikahan yang rumit, mertua yang membenci, serta dua anak tiri yang skeptis, sambil merancang strategi untuk mempertahankan singgasananya di hati sang Don?
Siapa bilang antagonis tak bisa jadi pemeran utama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hofi03, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN PERTAMA
Mendengar siapa yang datang, Tamara tersenyum miring. Tepat waktu, Tuan CEO dingin.
"Tidak perlu melempar granat, Cindy," jawab Tamara, matanya kini menatap lurus ke pintu gang.
"Itu bukan musuh, tapi Tuan Rumah yang sebenarnya," lanjut Tamara, tersenyum miring.
Tepat saat itu, sosok tinggi menjulang dengan jas hitam dan aura dominasi yang tebal muncul dari balik bayangan kontainer. Reifan Adhitama. Pria itu berdiri di sana, diam, membiarkan matanya yang kelam mengunci pandangannya pada dua wanita di dalam mobil Ferrari putih.
Pandangan Reifan segera tertuju pada sosok perempuan dalam balutan gaun merah menyala, dengan lipstik merah gelap, yang duduk di kursi kemudi.
Itu bukan Tamara yang menangis, itu adalah wanita yang memancarkan aura bahaya, seorang Ratu.
"Selamat datang, Tuan Reifan," sapa Tamara, suaranya tenang, serak, dan penuh otoritas. Ia keluar dari mobil dengan anggun, menatap Reifan tanpa gentar.
Cindy di kursi penumpang hanya bisa menelan ludahnya kasar, mematung diapit granat setrum, menyaksikan duel tatapan yang membekukan itu.
"Hadiah pernikahan yang menarik, Tamara," ucap Reifan maju selangkah, suaranya sedingin es di Antartika.
"Tapi kau harus membayar tagihannya," lanjut Reifan.
Di balik kabut tipis sisa asap granat yang masih menyelimuti area Gudang Delta 4, sosok Reifan tampak semakin mengintimidasi, pria itu adalah inkarnasi dari kekuasaan dan bahaya, dengan setelan jas mahal yang kontras dengan latar belakang gudang kumuh.
Tamara berdiri tegak di depan pintu mobil Ferrari putih itu, meskipun tingginya kalah jauh dari Reifan, ia memancarkan aura yang jauh lebih berbahaya, matanya, yang diisi oleh jiwa Ratu Mafia, menatap lurus ke mata Reifan, tanpa gentar, bahkan dengan sedikit ejekan.
"Tagihan?" tanya Tamara tersenyum tipis, sebuah senyum predator yang menemukan mangsa yang jauh lebih menarik dari yang diperkirakan.
"Aku sudah membayarnya di muka. Kamu tidak melihatnya, Tuan Reifan?" tanya Tamara lagi, mengangkat dagunya, angkuh.
Tamara melambaikan tangan ke arah gudang di belakang Reifan yang kini terdengar lebih tenang, hanya menyisakan suara batuk-batuk dan perintah keras dari beberapa anak buah Black Dragon.
"Jika aku tidak datang, Blackwood akan mengambil kargo itu, dan kau akan kehilangan Triliunan," ucap Tamara, nadanya santai, seolah ia hanya mengomentari cuaca.
"Anggap saja ini adalah bukti kemampuanku, bukan tagihan. Aku tidak menerima pembayaran tunai," lanjut Tamara, matanya berkilat tajam.
Reifan terdiam sejenak. Instingnya berteriak keras, bahwa wanita ini berbahaya.
Dia bukan yang kau kenal. Dia tahu Tamara benar.
Serangan Blackwood pasti sudah berhasil jika Tamara tidak menciptakan gangguan yang membuat mereka berpikir bahwa pertahanan Black Dragon sudah siaga penuh, atau bahkan Blackwood mengira mereka diserang balik oleh Black Dragon.
"Kamu bahkan tahu tentang Blackwood, kamu tahu tentang kargo, dan kamu tahu cara memanipulasi keadaan. Kau terlalu pintar untuk gadis yang baru saja mencoba bunuh diri karena cinta bodoh," jawab Reifan, setiap kata yang keluar darinya adalah tuduhan tajam.
Cindy, yang masih duduk mematung di dalam mobil, menatap ngeri ke arah Reifan, lalu ke Tamara. Ia ingin menjerit, namun mulutnya kelu.
"Astaga, Tamara, kamu benar-benar membuat calon suami mu marah!" batin Cindy, gelisah dan khawatir dengan Tamara.
"Orang berubah, Tuan Reifan," ucap Tamara, melangkah lebih dekat.
High heels hitam yang di kenakan oleh Tamara beradu dengan aspal kotor, suaranya memenuhi keheningan.
"Dan ya, aku tidak bunuh diri karena cinta bodoh. Aku bunuh diri karena aku benci menjadi wanita lemah yang dikendalikan oleh drama dan pria tak peduli sepertimu," lanjut Tamara menatap tajam pada Reifan.
"Aku tidak ingin menikah denganmu. Itu sebabnya aku mencoba mengakhiri hidupku. Tapi sekarang aku sadar, lebih menarik untuk membuat hidupmu kacau daripada mengakhiri hidupku sendiri," ucap Tamara memiringkan kepalanya sedikit, pandangannya meremehkan.
Reifan menyipitkan mata, dia tahu betul Tamara dulu sangat mencintainya hingga histeris.
Kebencian murni yang terpancar dari mata wanita di depannya ini sangat meyakinkan. Ini adalah Tamara yang baru.
"Kau pikir kau bisa mengacaukan hidupku?" tanya Reifan mengambil dua langkah ke depan, kini jarak mereka hanya beberapa kaki.
Ketinggiannya menaungi Tamara, mencoba menenggelamkannya dalam bayangan kekuasaan.
Tamara mengangkat dagunya, sama sekali tidak terpengaruh oleh dominasi fisik itu.
"Aku tidak berpikir. Aku tahu," jawab Tamara, santai.
Tamara meraih tangannya ke dalam saku gaun merahnya, gerakannya lambat dan disengaja, dan Reifan seketika tegang, tangan kanannya refleks bergerak ke balik jas, posisi siap menarik pistol.
"Jangan bergerak, Reifan," perintah Tamara, suaranya kini mendalam dan penuh peringatan, suara yang pernah memerintah ribuan anak buahnya di kehidupan lampau.
Reifan seketika membeku. Perintah itu, otoritas itu. Itu bukan suara memohon, itu suara yang terbiasa didengar dan dipatuhi.
Tamara menarik keluar sebuah flash drive kecil berwarna perak dari saku gaunnya.
"Di dalamnya, Tuan Reifan," ucap Tamara mengangkat flash drive itu setinggi mata Reifan.
"Ada data lengkap tentang rencana Blackwood untuk menghancurkan kasino utamamu dan rute suplai narkoba Keluarga Blackwood di Meksiko," lanjut Tamara, tersenyum miring.
Jantung Reifan berdetak kencang, bukan karena ketakutan, melainkan karena shock dan minat yang tak terbendung.
Data Blackwood di Meksiko adalah informasi yang paling dijaga rahasianya. Bahkan sistem intelijennya belum berhasil mendapatkannya.
"Ini adalah mahar pernikahan dariku. Atau, jika kau menolak menikah denganku," lanjut Tamara menjatuhkan flash drive itu ke tanah, di antara sepatu hak tingginya dan sepatu kulit mahal Reifan.
"Anggap itu sebagai harga nyawa si tua bangka dan istri nya," ucap Tamara, mengacu pada Nyonya Ratna dan ayah Tamara asli.
"Aku punya semua bukti penipuan pajak dan penggelapan dana mereka. Jika kau menolakku, kedua data ini akan bocor ke publik, Tuan Reifan. Dan yang kargo ini akan menjadi abu, aku jamin," lanjut Tamara, menatap Reifan yang masih diam, membisu.
Tamara berjongkok tanpa melepaskan pandangannya dari Reifan, mengambil flash drive itu lagi, lalu menjepitnya di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Ia lalu memasukkannya ke saku kemeja Reifan.
"Pilih, Tuan Reifan. Kau menikah dengan boneka cengeng yang kau benci, atau kau menikah dengan Ratu yang akan memberimu kekuasaan tak terbatas, tapi mengambil semua kendalimu," bisik Tamara, suaranya menusuk, dingin dan tajam.
Reifan diam, menatap mata Tamara. Tatapan itu menelanjangi jiwanya, memaksanya untuk mengakui bahwa di depannya adalah rival yang jauh lebih tangguh daripada siapa pun yang pernah ia temui.
"Siapa kau?" tanya Reifan, nadanya kini bukan lagi kemarahan, tapi keingintahuan yang membara. Instingnya telah dikalahkan.
Reifan yakin ini bukan Tamara yang dirinya kenal. Wanita ini terlalu tenang, terlalu berbahaya, untuk perempuan seperti Tamara yang suka histeris.
Tamara tersenyum penuh kemenangan, aura dominasinya kini tak tertandingi.