Elma merasa, dirinya bukan lagi wanita baik, sejak sang suami menceraikannya.
Tidur dengan pria yang bukan suaminya, membuat Elma mengandung benih dari atasannya yang seorang playboy, Sean Andreas. Namun, Sean menolak bertanggung jawab dengan alasan mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.
Beberapa bulan kemudian Elma melahirkan bayi perempuan dengan kelainan jantung, bayi tersebut hanya bisa bertahan hingga berusia satu tahun.
Disaat Elma menangisi bayi malangnya, Sean justru menyambut kehadiran seorang bayi dari rahim istrinya, sayangnya istri Sean tak bisa bertahan.
Duka karena kehilangan anak, membuat Elma menjadi wanita pendendam. Jika ia menangisi anak yang tak pernah diinginkan papanya, maka Sean juga harus menangisi anak yang baru saja dilahirkan istrinya.
Apa yang akan Elma lakukan pada anak Sean?
Tegakah Elma menyakiti bayi malang yang baru saja kehilangan Ibunya?
Bagaimanakah hubungan Elma dan Sean selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruang ICU
#3
Satu tahun kemudian.
“Halo, Sus.” Elma menjawab panggilan teleponnya, kebetulan sedang tidak ada klien yang ia harus hadapi.
“Bu, Eve sesak nafas.”
Jantung Elma berdetak kencang, ia bergegas mengemasi barang-barangnya agar bisa segera pulang. “Aku pulang sekarang.”
“Tania, aku pulang duluan, ya. Suster bilang, Eve sesak nafas.”
Tania adalah teman Elma semasa kuliah, sedikit banyak wanita itu tahu kondisi yang Elma alami. Dan Elma juga sangat bersyukur karena Tania tak pernah mempermasalahkan kondisinya yang kerap libur atau pulang terlebih dahulu, jika anaknya tiba-tiba sakit.
“Hmm, pulanglah, Klien berikutnya tak jadi datang, karena ada urusan mendadak.”
“Thanks, ya. Maaf karena aku sangat merepotkan, seperti biasa, kirim saja ke surel semua daftar pekerjaanku, akan kuselesaikan samb—”
“Pulang saja dulu, jangan pikirkan pekerjaan, utamakan anakmu.” Tania menyela ucapan Elma.
Elma mendekat dan memeluk Tania sesaat, “Thanks, ya. Aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu.”
“Cepatlah, Eve menunggumu.”
Elma pun bergegas pergi, ia memacu kencang mobilnya agar segera tiba di rumah.
Jika hanya sekedar demam biasa, Elma tak akan sepanik ini. Tapi kondisi Eve berbeda dengan bayi pada umumnya, gadis kecil itu menderita penyakit jantung bawaan sejak lahir. Jadi, sesak nafas ringan, bisa memperburuk kondisinya.
Sewaktu hamil, Elma menghadapi banyak tekanan dari kanan kirinya, hingga ia sedikit abai pada kondisi janin dalam kandungannya.
Penyakit yang seharusnya bisa dideteksi sejak dalam kandungan, justru baru Elma ketahui dia hari setelah melahirkan Evelyn. Rasa bersalah Elma semakin besar, setelah tahu bahwa kondisi semacam ini juga diakibatkan oleh sikap ibu yang sedikit abai selama masa kehamilan.
“Sabar, ya, Eve. Sebentar lagi Mama sampai di rumah.” Elma bergumam, sambil terus memohon untuk keselamatan Eve.
Beberapa menit kemudian, Elma pun tiba di rumah, “Assalamualaikum, Suter!” ucap Elma begitu tiba di rumah.
Elma sengaja mencari rumah sewa yang tak terlalu jauh dari tempat kerja, agar ia bisa segera pulang, jika ada kondisi darurat semacam ini.
“Bu, semua sudah siap.” Suster Nia menyambut kedatangan Elma, sementara Eve sedang dalam gendongannya.
Elma bersyukur sekali karena Suster Nia begitu cekatan ketika bekerja, Elma sengaja mencari pengasuh anak yang memiliki latar belakang pendidikan perawat. Agar bisa ia percayai untuk memantau kondisi bayinya sewaktu-waktu dibutuhkan.
Elma segera meraih Eve, mengusap lembut putri kecilnya yang selalu berusaha untuk kuat melawan sakit yang ia derita. Tubuh Eve begitu kecil akibat sakit yang ia derita, tak seperti umumnya bayi berusia 1 tahun.
“Mama janji tak akan meninggalkanmu, Nak. Kita berjuang sama-sama, ya. Sampai akhir, jangan pernah menyerah.”
Rupanya sesak nafas Eve semakin bertambah parah, sepanjang perjalanan Elma tak henti melantunkan do'a agar Tuhan berbaik hati memberi kesempatan padanya untuk membesarkan Eve.
Tiba di rumah sakit, Elma segera berlari menyusul suster Nia yang sudah lebih dulu masuk ke IGD. “Dok! Tolong bayiku, Dok!” mohon Elma ketika tiba di bilik pemeriksaan Eve.
“Iya, Bu. Kami akan berusaha maksimal. Tolong tunggu di luar.”
•••
Elma duduk menunduk di ruang tunggu, kondisi Eve belum juga membaik kendati sudah ditangani, kini Eve terpaksa tinggal di ICU khusus bayi dan balita. Agar dokter bisa terus memantau kondisinya.
“Bu, Sholat dulu, biar saya yang menunggu di sini.” Suster Nia mengingatkan.
Elma hanya bisa mengangguk, kemudian berjalan dengan langkah gontai menuju musholla, kesempatan ini tak akan ia sia-siakan untuk memohon dan mengadu pada sang Khaliq.
“Code blue! Code blue!”
Panggilan darurat tersebut berasal dari ruang ICU yang berarti ada pasien yang kondisinya di ambang batas. Elma kembali berlari ke ruang tunggu, dan benar saja Suster Nia terlihat tengah berusaha menghubunginya. “Suster, ada apa?!”
“E-Eve … “ Suster Nia tak mampu melanjutkan kalimatnya.
Elma menatap panik dari balik dinding kaca, “Dok! Tolong anakku, tolong selamatkan dia!” raung Elma dari balik dinding kaca.
Sementara di dalam sana dokter yang menangani Eve tengah berusaha melakukan kompresi dada agar detak jantung Eve bisa kembali. Tapi—
kerren
semangat terus nulisnya yaaa 😍