NovelToon NovelToon
My Enemy, My Idol

My Enemy, My Idol

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Enemy to Lovers
Popularitas:378
Nilai: 5
Nama Author: imafi

Quin didaftarkan ke acara idol oleh musuh bebuyutannya Dima.

Alhasil diam-diam Quin mendaftarkan Dima ikutan acara mendaftarkan puisi Dima ke sayembara menulis puisi, untuk menolong keluarga Dima dari kesulitan keuangan. Sementara Dima, diam-diam mendaftarkan Quin ke sebuah pencarian bakat menyanyi.

Lantas apakah keduanya berhasil saling membantu satu sama lain?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon imafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Terlambat lagi. Dima lari mendekati Givan, Danu, dan Jejen yang sudah duduk di warung Bu Neneng yang tutup sejak dua jam yang lalu.

“Kebiasan lu! Kalo sabtu bangunnya siang!” kata Jejen sambil melempar bungkus lemper ke Dima. 

Dima berhasil menghindari lemparan daun lemper itu, lalu duduk di kursi sambil menatap hapenya. Dia seperti menanti sesuatu. “Elu semua pagi amat sih! Tumben!”

“Kalo soal beginian mah, cepet!” kata Danu mengetuk meja warung Bu Neneng. “Gimana rencana kita?”

“Kita sampering Bang Toyib?” tanya Jejen.

“Nggak! Kata Bang Toyib, preman yang dia liat bawa motornya Dima, ada di sekitaran Rawa Belong!” jelas Givan.

Sesekali Dima menatap hapenya yang tidak ada apa-apa.

“Berarti sekarang kita ke Rawa Belong?”tanya Danu.

“Elu tau nggak, Rawa Belong itu luas gila!”jelas Jejen. “Mau nyari di Rawa Belong sebelah mana?”

“Kan gua belom beres ngomong, elu udah motong aja pada!” Givan kesal lalu menegakkan punggungnya. “Elu tau nggak gedung yang gagal dibangun?”

Danu dan Jejen mengangguk.

“Bangunan apartemen yang katanya punya anggota DPR, tapi keburu ketahuan KPK itu?”tanya Danu yang memang suka sekali membaca berita politik. Dia sudah punya cita-cita masuk ke Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, untuk bisa kemudian masuk partai dan pemerintahan. Ketika Dima meledeknya, bahwa cita-citanya itu hanya sekedar ingin bisa dapat bagian dari oligarki di pemerintahan, Danu membela diri, bahwa dia tidak akan seperti mereka. Danu berjanji untuk malah akan membuat pemerintahan yang bersih, yang diisi oleh teman-temannya, seperti Dima dan yang lain. Dima malah mentertawakannya karena berarti Danu itu sama-sama nepotisme!

“Iya,” jawab Givan yang dengan semangat langsung menjelaskan, “Nanti kita tunggu di sana. Ngumpet! Gue sama Dima ngumpet. Elu sama Jejen nunggu di depan, tapi ngumpet juga. Jadi kalau orang itu dateng, katanya sih suka tidur di sono, elu langsung kasih tau gue. Gue sama Dima bawa motornya pergi!”

“Elu ngerti?” Danu bertanya ke Jejen yang memicingkan mata dan menggelengkan kepala.

“Ah elah. Dim! Elu ngerti nggak?” Givan dan yang lain menoleh ke Dima yang sedang menatap hapenya.

“Kenapa, bro?” Dima bergegas menyimpan hapenya dan berpura-pura serius.

“Elu liat apaan sih?” Givan yang kesal langsung merebut hapenya Dima dan melihat layar hapenya Dima yang tidak ada apa-apa. “Kagak ada apa-apa!”

“Nungguin kabar dari Quin tuh dia!” jawab Danu dengan santai.

Quin dan mamanya turun dari mobil. Papanya menjalankan mobilnya untuk mencari tempat parkir.

20 peserta cantik dan tampan sudah berkumpul di lobi. Karyawan IF TV yang memakai seragam warna kream berdiri dengan sigap mengarahkan para peserta ke sebuah aula besar di lantai dua. 

Quin dan mamanya masuk ke ruangan yang besar, seperti ruangan yang bisa dijadikan acara pernikahan atau acara penghargaan agen marketing asuransi. Ada panggung di bagian depan, sedangkan kursi tersusun rapi menghadap ke panggung. Di atas panggung ada sofa dan meja tersusun seperti sedang ada acara konfrensi pers. Mereka lalu duduk di barisan paling depan di baris ujung kanan. Tidak lupa mereka menyisakan satu bangku untuk papanya. 

“Quin!”terdengar teriakan dari ujung belakang aula. 

Quin terpaksa menoleh. 

Ternyata Arka dan keluarganya ada di baris depan paling kiri. Arka melambaikan tangan dengan semangat sambil memberikan kode hati dengan jempol dan telunjuknya.

Quin membalasnya dengan memberikan senyum yang menyeringai seperti singa betina kesal pada singa jantan yang seharian tidur menguap. Dia lalu mengeluarkan hapenya dan mengirimkan pesan pada Arka.

Quin : Malu tau ih!

Arka : Malu apa? Pake baju kok!

Quin : Nggak usah teriak\-teriak!

Arka bangkit dan teriak lebih kencang, “Quin! Sini!”

Quin menundukkan kepala, malu karena orang-orang melihat mereka seperti sesorang yang pick me dan ingin mencuri perhatian. Dia melihat hapenya hendak memberikan pesan lagi pada Arka, tapi dia malah melihat pesan dari Dima.

Dima : Di IF TV sampe jam berapa?

Quin hendak membalasnya. Mungkin menggunakan foto selfie. Tidak, terlalu berlebihan, pikirnya. Mungkin mengirim foto aula dan para peserta? Quin bangkit, tapi lalu duduk lagi karena peserta lain sudah menganggapnya sebagai orang yang menyebalkan dan sok cari perhatian. Dia menyimpan hapenya, karena papanya datang dan bersamaan seorang karyawan berdiri di atas panggung.

Karyawan itu ternyata MC yang kemudian memperkenalkan para juri utama yang akan nanti memberikan pengarahan dan sesi latihan one on one. Semua peserta tampak sangat antusian, menanti penyanyi-penyanyi papan atas idola Indonesia. 

Juri pertama yang masuk adalah, Afgan, Yura Yunita, Sal Priadi, dan Raisa. 

Terdengar tepuk tangan meriah. Semua orang di ruangan itu tidak menyangka akan bertemu dengan orang-orang hebat. Quin sendiri yang merasa tidak akan pernah star struck, bengong terpaku melihat aura para juri.

– 

Sementara itu di bagunan reruntuhan. Dima dan Danu bersembunyi di balik tembok yang belum sepenuhnya jadi.

Danu berbisik, “Aman nggak nih? Jangan sampe motor nggak dapet, malah ketiban batu bata!”

“Kalo preman itu emang sering tidur di sini, berarti aman! Buktinya dia bisa hidup sampe ngambil motor gua!” kata Dima kesal.

“Lagian gue heran, utangnya kan sama pinjol. Kenapa mereka yang ngambil motor elu?” tanya Danu yang baru sadar soal anehnya hubungan antara motor dan utang ayahnya Dima.

“Soalnya bokap gue, bukan utang sama pinjol, tapi sama renternir!” 

“Renternirnya itu si preman itu?” tanya Danu semakin heran.

“Gue juga nggak ngerti! Itu dia makanya gue pengen rebut balik tuh motor!” 

“Sssh! Itu!” Danu menyuruh Dima terdiam.

Seorang preman berperut buncit dan beranting koin mengendarai motor ayahnya Dima, datang. Dia parkir, lalu masuk ke ruangan dan tiduran di salah satu sudut beralaskan kardus. Sepuluh menit kemudian mereka masih menunggu preman itu sibuk memainkan hapenya. 

Dima mencolek Danu yang juga merasa mengantuk. Dia memberikan kode pada Danu bahwa preman sudah tidur. Terlihat kunci motor di sebelah hape preman itu. Mereka lalu mengendap di antara debu dan lantai yang terpecah belah dengan hati-hati. Langkah demi langkah, mereka semakin mendekati preman itu. Ketika Danu berhasil mengambil kunci motor, Dima langsung bergegas lari ke luar ruangan. Preman buncit itu terbangun kaget. Dima dan Danu berhasil naik motor ayahnya Danu, lalu kabur. 

Preman buncit itu keluar dari ruangan dan teriak, “Motor guaaa!” Dia bergegas masuk ke dalam ruangan lalu menelepon seseorang.

Para juri selesai berkenalan dengan ke 20 peserta. Mereka lalu menjelaskan bahwa sudah melihat video audisi. Dan ke 20 peserta dipilih bedasarkan voting 100 penyanyi Indonesia lainnya. Mereka berempat akan mewakili akademi penyanyi. 

Setelah itu produser YAMI menjelaskan prosedur latihan, live, dan pengumuman babak demi babak sampai akhirnya didapat dua orang grand finalis. Dua grand finalis itu kemudian akan dipilih lagi untuk menjadi You Are My Idol!

Semua peserta bertepuk tangan.

Dima dan Danu yang berboncengan dengan motor ayahnya Dima, ternyata dikejar oleh dua orang preman dengan dua motor berbeda.

Terjadi kejar-kejaran antara Dima dan para preman di jalan sabtu yang lancar dan ramai.

“Gimana nih?”tanya Danu yang ketakutan. Dia tidak ingin terlibat tawuran lagi. Dia ingin kuliah dan mengejar cita-citanya menjadi menteri.

“Telepon Givan, minta tolong bantuin kita kabur!”

Danu berusaha menghubungi Givan, tapi kesulitan karena dia masih ada di atas motor Dima yang meliuk-liuk di antara lampu merah.

“Susah! Nggak bisa!” Danu teriak keras berusaha mengalahkan suara bising jalanan.

“Ya udah. Pegangan!” Dima melajukan motornya lebih kencang sampai hampir membuat Danu terbang. 

Dima kemudian masuk ke perumahan kecil. Gang demi gang. Jemuran dan tukang cilok dilewatinya. Sampai akhirnya dia berhasil membuat para preman berhenti mengejar karena terhalang kereta lewat.

Bersambung.

1
Leni Manzila
hhhh cinta rangga
queen Bima
mantep sih
imaji fiksi: makasih udah mampir. aku jadi semangat nulisnya.🥹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!