Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.
Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.
Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Sinting
Kevia menggeleng cepat, menunduk. “Aku… tak bisa memberitahumu.”
“Kevia.” Suara Kevin berat, mengandung tekanan. “Katakan padaku.”
“Buat apa?” bisik Kevia, hampir tak terdengar.
“Aku ingin bertemu dengannya.” Rahang Kevin mengeras.
Kevia mengangkat wajahnya, kaget. “Kenapa?”
“Aku ingin memastikan orang itu memperlakukan dan menjagamu dengan baik,” jawab Kevin tegas, tanpa ragu.
Ucapan itu menusuk hati Kevia. Sebelum sempat membalas, Kevin tiba-tiba meraih tangannya di atas meja, menggenggamnya erat—erat, seakan tak ingin melepas.
Detik berikutnya--
Ting!
Ponsel Kevia bergetar, nada pesan masuk terdengar jelas di antara keheningan.
Kevia sedikit terperanjat, buru-buru menarik tangannya dari genggaman Kevin dan meraih ponsel. Saat layar menyala, matanya membelalak.
Sinting💬
Keluar dari kafe. Aku menjemputmu.
Darah Kevia seketika mendidih. Tangannya bergetar memegang ponsel, bukan karena takut, melainkan karena emosi yang menumpuk. Bibirnya terkatup rapat, giginya nyaris bergemeletuk.
"Dia..." geramnya lirih menahan emosi.
Kevin yang duduk di depannya memerhatikan. “Dari siapa?” tanyanya curiga, mencondongkan tubuh.
Kevia buru-buru menutup layar, wajahnya menegang. “Orang…” sahutnya pendek, nada suaranya serak menahan amarah.
Belum sempat ia menyusun kalimat, getaran kedua mengguncang ponselnya.
Sinting💬
Jika kau tidak keluar… aku akan masuk ke kafe itu dan menggendongmu keluar.
“ARGHHH!” Kevia menekan ponsel itu di meja, wajahnya merah padam. Matanya membesar, seolah siap meledak.
Kevin terkejut. Ia tak pernah melihat Kevia se-ekspresif ini. “Kevia…” suaranya pelan, penuh tanda tanya. “Siapa dia?”
Kevia belum menjawab, tapi getaran ketiga langsung menyambar.
Sinting💬
Sayang, kau benar-benar ingin aku gendong?
Wajah Kevia sontak makin merah, antara malu, kesal, dan ingin melempar ponsel ke dinding. “Dasar sinting!” geramnya.
Kevin membelalak, tak bisa menahan senyum tipis meski masih kebingungan. “Sinting? Siapa yang sinting?”
Kevia menunduk, menutupi wajahnya dengan tangan. “Bukan kamu yang sinting! Dia yang… ughh!”
Kevin makin penasaran, jantungnya berdetak cepat, menatap Kevia yang jarang sekali seperti ini. “Dia? Siapa, Via?”
Belum sempat Kevia menjawab, langkah berat terdengar mendekat. Seorang pria berpakaian serba hitam, bertubuh kekar dengan sorot mata dingin, tiba-tiba berdiri di samping meja mereka. Kevia mengenalinya.
“Nona..” ia menunduk sopan. "Tu--"
“Diam!” potong Kevia cepat, suaranya penuh emosi. “Aku akan menemuinya.”
Kevin mengerjap, tatapannya berpindah dari pria berbadan kekar itu ke Kevia, bingung sekaligus penasaran.
Kevia berdiri dengan wajah kesal, lalu menoleh pada Kevin. “Vin, aku cabut dulu.” Ia membuka dompet, mengeluarkan beberapa lembar uang, dan meletakkannya di meja.
“Eh, Via…” Kevin ikut bangkit, tangannya hampir menyentuh lengan Kevia.
Namun pria berpakaian hitam itu menatapnya tajam, tatapan dingin yang jelas berkata. "Jangan ikuti kami."
Kevin tercekat. Langkahnya terhenti, sementara matanya terus mengikuti punggung Kevia yang menjauh bersama pria itu. Rasa penasaran bercampur dengan ketidakpuasan menghantam dadanya.
Baru saja ia hendak melangkah mengejar, seorang pelayan tiba-tiba menahan langkahnya.
“Kak, bill-nya.”
Kevin menoleh sekilas, wajahnya masam. Pandangannya jatuh pada beberapa lembar uang yang sudah ditinggalkan Kevia di atas meja.
“Itu,” ujarnya singkat, menunjuk uang tersebut. “Ambil saja, tak perlu kembalian.” Suaranya berat, mengandung nada jengkel yang tertahan.
Tanpa menunggu respon sang pelayan, ia melangkah cepat keluar kafe, tapi Kevia dan pria berbaju hitam itu sudah menghilang di keramaian.
Di sisi lain, pria berbaju hitam itu mengarahkan Kevia ke sebuah mobil mewah berwarna hitam. Dengan sikap sopan, ia membukakan pintu penumpang depan.
Kevia mendengus kesal. “Hhh… mau apa lagi sih, dia?” gerutunya sambil melangkah masuk.
Begitu duduk, matanya langsung menatap sosok pria di balik masker dan kacamata hitam yang duduk di balik kemudi. Wajahnya nyaris tak terlihat, tapi aroma parfum khas itu menusuk hidungnya. Kevia langsung tahu siapa dia.
“Jadi memang kau,” ucapnya ketus. “Mau apa lagi, hah? Bukankah sudah kubilang urusan kita selesai kemarin?”
Pria itu diam. Tak ada jawaban. Hanya desis napas yang samar terdengar di balik maskernya.
Kevia makin jengkel. “Atau… jangan-jangan kau mau ambil ATM-mu?!”
Ia membuka tasnya dengan kasar, seolah menantang.
Namun sebelum resleting tasnya terbuka penuh, pria misterius itu tiba-tiba bergerak. Kedua tangannya terulur, menekan kursi di sisi kiri dan kanan tubuh Kevia.
Brak!
Kevia terperangkap. Matanya membelalak, dadanya berdebar keras. “Hei! Apa-apaan ini!” teriaknya panik, tapi berusaha garang. Tangannya refleks mendorong dada pria itu, keras, tapi tubuh tegap itu sama sekali tak bergeser.
“Menjauh! Aku bilang menjauh!” suaranya bergetar, campuran marah dan takut.
Pria itu justru semakin mendekat, jarak di antara wajah mereka tinggal sejengkal. Tatapannya, meski tertutup kacamata hitam, terasa menekan, membuat Kevia kian gugup.
“Brengsek….” Kevia mendesis, merapatkan punggung ke sandaran kursi, seolah bisa menembusnya untuk kabur. “Kalau kau pikir aku takut, kau salah besar!”
Tapi tubuhnya sendiri berkhianat. Tangan Kevia sedikit bergetar, napasnya memburu. Aura pria itu begitu menyesakkan, membuat amarahnya bertabrakan dengan rasa takut yang tak bisa ia kendalikan.
“Aku lihat kau menggoda para pria.”
Suara berat itu terdengar rendah, nyaris seperti bisikan. “Ingin berselingkuh dariku?”
Kevia langsung melotot. “What? Selingkuh… darimu? Hello! Kapan kita jadian, hah?”
Ia melipat tangan di dada, wajahnya penuh kesal, marah, sekaligus jutek.
Pria itu mencondongkan tubuh lebih dekat, nadanya semakin menusuk.
“Sejak malam itu. Malam ketika kau mengambil ciuman pertamaku… keperjakaanku.”
Kali ini mata Kevia membelalak makin lebar. Bibirnya ternganga, wajahnya memerah. Antara kaget, tak percaya, dan… malu. Sebab memang malam itu dirinya yang lebih dulu berinisiatif.
“Itu… itu… apa hubungannya?!” sergahnya gagap. “Aku jual, kau beli, kau bayar. Beres! Nggak ada hubungan apa-apa lagi di antara kita. Jadi… menjauh!”
Kevia mendorong dadanya, keras. Tapi lagi-lagi pria itu tak bergeser sedikit pun, seolah tubuhnya terbuat dari baja.
“Jangan mengalihkan pembicaraan.” Bisikannya kian menekan, membuat jantung Kevia berdentum tak karuan. “Kau menggoda pria lain di belakangku.”
Kevia hampir meledak. “Dasar sinting! Kita nggak punya hubungan apa pun! Bilang aku selingkuh? Dari mana logikanya, hah?!”
Tangannya kembali mendorong dada pria itu, tapi kali ini gerakannya terhenti.
Tangan besar pria itu menangkap pergelangan tangannya, mencengkeram erat.
“Katakan padaku…” suaranya dalam, mengintimidasi, “mana saja yang sudah disentuh pria lain?”
Deg.
Kevia tercekat. Bukan hanya karena genggamannya yang begitu kuat, tapi juga tatapan tak terlihat di balik kacamata hitam itu. Dingin, menusuk, dan penuh klaim yang tak bisa ia pahami.
“Kau… benar-benar sinting! Lepaskan aku!” pekik Kevia keras, berusaha meronta.
Namun pria itu justru menyeringai di balik masker. “Kau mengatai calon suamimu sinting? Hah?”
Kevia mendengus, matanya melotot. “Calon suami? Calon suami palamu! Aku nggak sudi punya calon suami kayak kamu. Pria yang bahkan enggan menampakkan wajah! Jangan-jangan…” Kevia menyipitkan mata, nadanya penuh sindiran. “Wajah kamu jelek banget, atau… aneh? Beda dari manusia lain, ya?”
Tatapan Kevia menusuk tajam, seolah bisa menembus kacamata hitam pria itu.
“Kau bisa melihat wajahku sepuasnya…” suara berat itu mengalun rendah, menekan, “…asal kau mau menikah denganku.”
Kevia melengos cepat, wajahnya penuh jijik. “Najis!”
Pria misterius itu mendengus geram. Urat tegang di rahangnya menonjol. “Kau… sepertinya harus diikat, diberi pelajaran… agar nurut.”
“Kau… mau apa?!” Kevia balas ngegas, meski suara hatinya bergetar takut.
Pria itu tak langsung menjawab. Ia menoleh ke arah jendela, tatapannya berubah tajam, menusuk dari balik kacamata hitam.
Kevia ikut menoleh, dan seketika tubuhnya menegang. Dari balik kaca mobil, ia melihat Kevin berjalan gelisah, menoleh ke kanan-kiri, bahkan sempat menatap tepat ke arah mobil tempatnya berada.
“Pria seperti itu… yang kau goda?” suara berat itu kembali terdengar, dingin dan menuntut.
Degup jantung Kevia makin tak karuan.
“Bagian mana saja yang sudah dia pegang, hm?” bisikan pria itu kini menurunkan suhu udara di sekitar mereka.
Kevia tercekat, wajahnya merah padam, antara marah, malu, dan takut.
Tatapan Kevin kembali tertuju ke mobil tempatnya berada, langkahnya kian mendekat.
"Gawat..." gumam Kevia panik.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
ayo semangat kejar cintamu sebelum ia diambil orang lain ntar nyesel Lo...
walaupun kamu belum tau wajahnya tapi kamu kan tau ketulusan cintanya itu benar2 nyata,
dia rela memberikan apapun yang ia miliki kalau kamu mau menikah dengannya,tunggu apalagi kevia...
selama kamu bersama ia terasa nyaman dan terlindungi itu sudah cukup.
semangat lanjut kak Nana sehat selalu 🤲
Takut kehilangan - salah kamu sendiri selalu bicara tidak mengenakkan Sinting. Sinting cinta sama kamu - sepertinya kamupun sudah ada rasa terhadap Sinting. Kamu masih bocah jadi belum bisa berfikir jernih - marah-marah mulu bawaanmu.
knapa kamu gk rela kehilangan pria misterius karena dia sebenarnya yoga orang yang selama ini kamu sukai
kalau cinta yang bilang aja cinta jangan kamu bohongi dirimu sendiri.
Menyuruh Kevia keluar dari Kafe dengan mengirimi foto intim Kevia bersamanya - bikin emosi saja nih orang 😁.
Akhirnya Kevia masuk ke mobil Sinting - terjadi pembicaraan yang bikin Kevia marah. Benar nih Kevia tidak mau menikah sama Sinting - ntar kecewa lho kalau sudah melihat wajahnya.
Kevia menolak menikah - disuruh keluar dari mobil.
Apa benar Sinting mulai hari ini tidak akan menghubungi atau menemui Kevia lagi. Bagaiman Kevia ??? Menyesal tidak ? Hatimu sakit ya...sepertinya kamu sudah ada rasa sama Sinting - nyatanya kamu tidak rela kehilangan dia kan ??
biarkan Yoga menjauhi Kevia dulu biar Kevia sadar bahwa Pria misterius itulah yang selalu melindunginya dan menginginkannya dengan sepenuh hati,,dengan tulus
klo sekarang jadi serba salah kan...
sabar aja dulu,Selami hati mu.ntar juga ayank mu balik lagi kok Via...
setelah itu jangan sering marah marah lagi ya,hati dan tubuh mu butuh dia.
sekarang udah bisa pesan...
hidup seperti roda,dulu dibawah, sekarang diatas...🥰🥰🥰🥰