Tujuh dunia kuno berdiri di atas fondasi Dao, dipenuhi para kultivator, dewa, iblis, dan hewan spiritual yang saling berebut supremasi. Di puncak kekacauan itu, sebuah takdir lahir—pewaris Dao Es Surgawi yang diyakini mampu menaklukkan malapetaka dan bahkan membekukan surga.
Xuanyan, pemuda yang tampak tenang, menyimpan garis darah misterius yang membuat seluruh klan agung dan sekte tertua menaruh mata padanya. Ia adalah pewaris sejati Dao Es Surgawi—sebuah kekuatan yang tidak hanya membekukan segala sesuatu, tetapi juga mampu menundukkan malapetaka surgawi yang bahkan ditakuti para dewa.
Namun, jalan menuju puncak bukan sekadar kekuatan. Tujuh dunia menyimpan rahasia, persekongkolan, dan perang tak berkesudahan. Untuk menjadi Penguasa 7 Dunia, Xuanyan harus menguasai Dao-nya, menantang para penguasa lama, dan menghadapi malapetaka yang bisa menghancurkan keberadaan seluruh dunia.
Apakah Dao Es Surgawi benar-benar anugerah… atau justru kutukan yang menuntunnya pada kehancuran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
“Arghhhhhh!”
Raungan Xuanyan menembus badai, mengguncang cakrawala. Tubuhnya retak dari ujung kaki hingga kepala. Cahaya biru membuncah keluar, seakan tubuhnya hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak.
Rasa sakit itu begitu nyata, begitu menusuk. Kepalanya berdenyut, seakan akan pecah kapan saja. Gelombang Dao Es Surgawi yang tak terkendali memaksa otaknya menjerit, membuatnya hampir kehilangan akal.
Bunuh aku saja sekalian… ini bukan lagi latihan, ini adalah pembantaian…
Ia tak bisa berpikir jernih. Hanya rasa sakit, rasa pecah, rasa sepi. Setiap kali dia menghembuskan napas, darah beku mengalir keluar bersama serpihan cahaya.
Namun di tengah pusaran badai, sesuatu yang aneh terjadi.
Dari kegelapan badai yang dingin, sebuah cahaya lembut menyelinap. Cahaya itu tipis, bagaikan sinar bulan yang menembus kabut. Xuanyan terperangah.
Sebuah benda kecil, ringan, dan anggun… melayang di hadapannya.
Jepit rambut dengan ukiran bunga persik.
“Eh…?”
Xuanyan hampir tak percaya. Benda itu berputar perlahan, mengitari tubuhnya. Setiap kali jepit itu melintas, badai es di sekitarnya mereda. Angin yang menderu melemah, pecahan es yang berputar terhenti sejenak.
Itu… benda apa…?
Jepit rambut itu lalu terbang lebih tinggi, menembus pusaran badai, naik ke langit yang kelam. Seketika sinar menyilaukan meledak darinya, memancarkan cahaya biru keperakan.
“Ughhh—!” Xuanyan memegangi kepalanya.
Dari jepit itu, sebuah tulisan kuno muncul. Tulisan bercahaya itu berputar, lalu menancap langsung ke kening Xuanyan.
Bzzzzzt!
Seolah ada ribuan jarum menembus kepalanya, Xuanyan hampir pingsan. Namun bersamaan dengan rasa sakit, sebuah kesadaran baru mengalir ke pikirannya. Suara Dao, bisikan kuno, instruksi yang tak pernah dia dengar sebelumnya.
Gerakan Kedua Dao Es Surgawi…
Matanya membelalak. Seluruh tubuhnya gemetar.
Apakah ini yang dulu… Xuan Zhi’er dapatkan dari gurunya?
Giginya bergemeletuk. Ia menahan sakit itu, lalu perlahan bangkit dari tanah yang penuh retakan.
Dengan suara serak, penuh perlawanan, Xuanyan meraung keras:
“Gerakan Kedua Dao Es Surgawi – Penjara Salju Abadi!”
BOOOMMM!
Tubuhnya meledak dalam cahaya biru keperakan. Gelombang kekuatan luar biasa menyapu badai, memecah angin es menjadi serpihan-serpihan kecil.
Meridian dalam tubuhnya bergetar. Satu demi satu, simpul Qi yang sebelumnya terkunci pecah terbuka.
—Meridian kelima belas.
—Meridian keenam belas.
—Meridian ketujuh belas.
—Meridian kedelapan belas.
—Meridian kesembilan belas.
Semua terbuka berurutan, seolah ada aliran sungai surgawi yang mengalir liar dalam tubuhnya.
“Urghhhhhh!” Xuanyan berteriak, setengah sakit setengah ekstasi.
Qi dalam tubuhnya melonjak drastis. Setiap meridian yang terbuka membuat kekuatannya meningkat berlipat-lipat. Tubuhnya yang retak justru mulai menyatu kembali, diganti dengan energi baru yang lebih kokoh.
Di wajahnya, tepat di sisi kiri, muncul sebuah rune kuno. Rune itu bercahaya biru terang, berdenyut setiap kali jantungnya berdetak. Seakan rune itu adalah lambang Dao yang diakui langit.
Zzzzt!
Rambut putih bersih Xuanyan yang sebelumnya berantakan kini perlahan berubah. Ujung-ujung rambutnya diselimuti arsiran biru es, seperti api dingin yang membara tanpa suara.
Aura yang terpancar darinya membuat badai itu gemetar. Seolah langit pun terpaksa tunduk.
Di luar badai, para Elder dan Tianyao yang sebelumnya hanya bisa berdoa kini menatap dengan mata terbelalak.
“Itu… aura apa itu?”
“Qi-nya… melonjak terlalu cepat! Itu bukan kekuatan seorang kultivator biasa lagi!”
Bahkan Grand Elder Qingshan yang menahan formasi hampir kehilangan fokus. Tubuhnya bergetar, matanya tak bisa berkedip.
“Ini… mustahil… Xuanyan benar-benar membuka meridian hingga ke sembilan belas dalam sekali percobaan?!…”
Sementara itu, Beihai menggertakkan gigi, wajahnya penuh keterkejutan bercampur kebanggaan.
“Bocah ini… dia benar-benar… gila!”
Di dalam badai, Xuanyan merasakan dunia berubah.
Badai yang tadinya membunuhnya kini berputar di sekelilingnya, jinak bagaikan hewan liar yang berhasil ditundukkan. Salju yang tadinya memukul tubuhnya kini melayang lembut, seolah menari mengelilinginya.
Tangannya terangkat tinggi, mengendalikan kekuatan baru yang membara. Rune di wajahnya bersinar, rambut biru esnya berkibar.
“Dao Es Surgawi… Gerakan Kedua…” suaranya dalam, bergema di seluruh badai.
“Penjara Salju Abadi.”
Craaaackkk!
Langit retak.
Cahaya biru meluncur ke segala arah, membekukan ruang di sekelilingnya. Bahkan suara angin pun seakan terperangkap dalam es.
Di tanah, orang-orang hanya bisa ternganga.
“Itu… itu bukan badai lagi… Itu… kekuatan yang bahkan bisa memenjarakan langit…”
Xuanyan berdiri tegak di tengah pusat kekuatan itu. Tubuhnya bergetar, tapi matanya bersinar penuh tekad.
Xuanyan terengah, tubuhnya masih dipenuhi rasa sakit, tetapi matanya perlahan terbuka. Pandangannya beradu dengan cahaya yang berpendar dari pusaran badai yang kini semakin mengecil. Nafasnya berat, tapi auranya berubah—tak lagi rapuh, melainkan penuh kendali.
Dia mengangkat tangan kanannya. Pusaran badai yang sebelumnya mengamuk, mengguncang langit dan bumi, kini ditarik perlahan ke telapak tangannya.
Wuuuushhh!
Seluruh badai merintih, seolah langit menjerit ditelan kekuatan yang lebih tinggi. Angin kencang yang tadinya ingin merobek-robek tubuh Xuanyan, justru patuh, menyatu bagaikan aliran sungai yang kembali ke sumbernya.
Xuanyan menatap pusaran itu. Badai es, malapetaka surgawi, kekuatan yang seharusnya menghancurkan dirinya, kini berada di genggamannya—sebuah pusaran kecil yang berputar pelan, memancarkan aura yang mampu membekukan jiwa siapa pun yang menatapnya terlalu lama.
Dia menarik nafas dalam, menatap pusaran itu dengan campuran keterkejutan dan rasa hormat.
“Jadi… begini cara kerja Dao Es Surgawi.” Suaranya dalam, penuh gema. “Kekuatan yang bahkan bisa menelan malapetaka… mengendalikannya… membuatnya tunduk.”
Xuanyan tersenyum getir, namun ada api tekad dalam matanya. “Dao ini… terlalu mengerikan.”
Dia mengepalkan jarinya perlahan. Pusaran badai yang berputar itu menciut, menyusut menjadi sebuah butiran cahaya biru keperakan, lalu lenyap masuk ke dalam tubuhnya.
Drrmmm!
Qi dalam dirinya bergetar. Malapetaka badai es itu kini bukan lagi ancaman, melainkan bagian dari kekuatannya sendiri.
"Kultivasi ku.. meningkat pesat menjadi Qi Refining lapisan keenam.."
Xuanyan berdiri tegak, meskipun tubuhnya masih gemetar karena luka. Dia mendongak ke langit. Untuk pertama kalinya sejak awal malapetaka itu, sinar matahari perlahan menembus awan gelap. Cahaya keemasan jatuh di wajahnya, bercampur dengan sisa es dan salju yang berkilauan.
Di sekitarnya, salju yang menutupi tanah perlahan mencair. Setiap tetesan air yang jatuh terasa bagaikan tanda lahirnya sesuatu yang baru—tanda bahwa badai berakhir, dan kemenangan telah tercapai.
Xuanyan menatap ke depan. Pandangannya tertuju pada sebuah benda yang melayang di hadapannya. Jepit rambut berukir bunga persik itu, benda yang menyelamatkannya, kini bergetar halus.
Cahaya biru lembut menyelimutinya, lalu perlahan-lahan jepit itu hancur menjadi butiran cahaya kecil, bagaikan kelopak bunga yang tertiup angin.
Xuanyan menatapnya dalam diam. Butiran cahaya itu berputar mengitari dirinya sejenak, lalu melayang tinggi ke langit, lenyap tanpa jejak.
Hatinya bergetar. Dia bisa merasakan sesuatu dari jepit itu—sebuah kesadaran tipis, samar, tapi hangat.
Dia tersenyum, meski matanya sedikit memerah. “Jadi begitu… Anda meninggalkan satu persen kesadaran Anda dalam jepit itu… hanya untuk melindungi penerus Dao Es Surgawi.”
Xuanyan menunduk dalam-dalam, memberi hormat dengan tulus. Suaranya bergetar, tapi penuh rasa hormat yang tak terbantahkan.
“Meskipun Anda bukan guru saya… namun saya berterima kasih atas kebaikan Anda.”
Angin lembut berhembus, seakan langit sendiri menjawab penghormatannya.