NovelToon NovelToon
Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Berondong / Time Travel / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Amanda Ricarlo

Dara sebagai pelatih Taekwondo yang hidupnya sial karena selalu diteror rentenir ulah Ayahnya yang selalu ngutang. Tiba-tiba Dara Akan berpindah jiwa raga ke Tubuh Gadis Remaja yang menjatuhkan dirinya di Atas Jembatan Jalan Raya dan menimpa Dara yang berusaha menyelamatkan Gadis itu dari bawah.

Bagaimana Kelanjutannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ricarlo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mempermalukan si Pembully

Setelah menyelesaikan percakapannya dengan Alia, Lesham melangkah santai menuju deretan loker yang berjajar di sisi koridor. Ia berniat mengambil sepatu sekolahnya sekaligus mengganti pakaian, sebab hingga saat ini ia masih mengenakan seragam taekwondo yang melekat erat di tubuhnya sejak latihan tadi siang. Langkahnya pelan, seolah ingin menunda kenyataan yang tidak pernah ia duga. Begitu tangannya memutar gagang loker miliknya dan perlahan menarik pintu logam itu, Lesham tertegun.

Dari dalam loker, berhamburan dedaunan kering yang memenuhi setiap sudut ruang sempit itu. Daun-daun rapuh itu jatuh berserakan, menempel di kakinya, seakan-akan menertawakan keberadaannya. Sesaat Lesham hanya bisa berdiri diam, menatap tumpukan itu dengan sorot mata yang berusaha menahan amarah. Napasnya berat, dadanya terasa sesak, namun ia tidak ingin meledak begitu saja. Dengan cepat ia menyingkirkan daun-daun kering itu, tangannya menyapu kasar, berharap menemukan sepatu dan seragam sekolahnya yang seharusnya ada di dalam. Namun, semakin ia mencari, semakin besar rasa paniknya ketika kenyataan justru menyentakkan pikirannya semuanya hilang.

Mata Lesham membulat, menatap kosong ke dalam loker yang kini hanya menyisakan sampah dedaunan.

“Apa mereka tidak punya pekerjaan lain selain menghabiskan waktu untuk hal seperti ini? Sampai rela membawa dedaunan kering sebanyak ini hanya untukku?” gumamnya lirih, bibirnya menyungging senyum pahit.

Ia menutup matanya sejenak lalu menggelengkan kepala, seolah sedang mengutuk nasibnya sendiri. “Astaga, aku akui… mereka para pembully yang sangat bodoh. Ck! Lesham, akhirnya sekarang aku benar-benar merasakan bagaimana rasanya jadi korban ejekan di sekolah ini. Kau memang Anak yang malang,” lirihnya lagi, lebih kepada dirinya sendiri.

Jam dinding di koridor menunjukkan pukul empat sore. Masih ada satu mata pelajaran yang harus ia ikuti sebelum bel pulang berbunyi. Dari kejauhan, siswa-siswi mulai berhamburan masuk ke kelas masing-masing, kursi-kursi segera terisi, dan suara-suara bisik-bisik memenuhi udara.

Di sudut kelas, sekelompok siswa duduk berkerumun dengan wajah serius.

“Bagaimana? Kau sudah masukkan semua sampah itu ke dalam lokernya?” bisik salah satu dari mereka sambil menahan tawa.

“Sudah dong. Bahkan aku membawa sepatu dan seragamnya. Pasti sekarang dia kebingungan mencari barang-barangnya,” jawab yang lain dengan penuh kepuasan.

“Oke, kita lihat saja nanti. Aku penasaran, apa yang akan dia pakai saat masuk ke kelas.”

“Kau yakin ini aman? Akhir-akhir ini Lesham terlihat… aneh. Tatapan matanya lebih berani, sifatnya berubah. Kau juga lihat sendiri, kan?” suara salah satu dari mereka terdengar ragu.

“Yak! Kau takut padanya? Jangan bilang kau mulai ragu dengan rencana kita selanjutnya?”

“Bukan ragu, hanya… dia berbeda.”

“Sudahlah, kita lihat saja bagaimana reaksi dia setelah kehilangan barangnya.”

Beberapa menit kemudian, pintu kelas terbuka. Semua kepala refleks menoleh, dan tatapan penuh sinis segera tertuju pada sosok yang baru masuk. Lesham, dengan wajah datarnya, melangkah masuk mengenakan seragam olahraga sekolah. Atasan panjang dengan resleting di depan, celana olahraga panjang, kaus kaki putih dan sepasang sandal jepit hitam.

Suasana kelas seketika riuh dengan bisik-bisik tajam yang menusuk telinganya. Namun, Lesham sama sekali tidak menunjukkan rasa terganggu. Ia berjalan tenang menuju bangkunya yang berada di barisan paling belakang.

Suara-suara kecil itu terdengar jelas di telinganya, namun ia memilih untuk tetap fokus pada ponsel yang ia keluarkan dari saku celana olahraga. Pesan dari Kai sudah lama tidak ia balas, dan kini sahabat lamanya sedang membalas pesannya yang membuat matanya sedikit berbinar. Namun ketenangannya buyar ketika suara seorang siswi yang duduk tidak jauh darinya mendadak terdengar keras dan sengaja diarahkan kepadanya.

“Eh, bukankah hari ini hari Rabu? Kenapa ada yang pakai baju olahraga, ya?” ucap siswi berambut sebahu dengan nada sinis. “Apa dia lupa? dan lihatlah, dia bahkan pakai sandal. Astaga, apa kau tidak punya sepatu? Miskin sekali.” Suara itu disambut tawa kecil beberapa teman di sekitarnya.

“Atau… jangan-jangan seragam dan sepatunya hilang?” tambahnya lagi dengan ekspresi pura-pura sedih yang jelas hanya sebuah ejekan.

Lesham, yang semula tampak acuh, perlahan meletakkan ponselnya di atas meja. Ia menegakkan tubuhnya, lalu mengalihkan pandangan lurus pada siswi itu.

“Oh, jadi kau. Rupanya kau yang paling rajin mengurus hidupku, ya? Rela membawa sampah-sampah menjijikkan itu padaku. Kau tidak malu? Tubuhmu pasti sangat bau saat ini,” ucapnya dingin, suaranya menusuk seperti belati.

Wajah siswi itu langsung memerah. “Kau bilang aku bau? Yakk! Justru kaulah yang lebih bau daripada yang kau kira! Kau bahkan sekarang masih dicap sebagai pelakor terkenal di sekolah ini!” balasnya lantang, sambil melipat tangan di bawah dada dengan tatapan meremehkan.

“Lalu kenapa aku harus dicap pelakor? Kau iri dengan posisiku sampai ingin meributkannya? Kalau kau mau, silahkan. mungkin dengan begitu kau bisa menjadi terkenal disekolah ini” balas Lesham dengan senyum miring yang jelas penuh ejekan.

“Apa? Dasar brengsek!!” teriaknya dengan nada meninggi.

“Ahhh, telingaku sakit. Bisakah kau pelankan suaramu? Suaramu benar-benar tidak enak didengar,” Lesham menimpali sambil pura-pura mengorek telinganya, membuat siswi itu semakin naik pitam.

Namun sebelum sempat ia mendekat untuk melampiaskan amarahnya, pintu kelas kembali terbuka. Seorang guru masuk sambil membawa setumpuk buku. “Selamat sore, anak-anak,” sapa guru itu tenang. Suasana kelas langsung sedikit mereda. Siswi itu masih berdiri dengan wajah menahan emosi, tapi tatapan gurunya membuatnya kehilangan nyali.

“Rea, duduklah. Tidak sopan berdiri begitu saat gurumu sudah datang,” ucap sang guru dengan nada tegas.

Dengan enggan Rea kembali ke tempat duduknya, meski matanya masih melirik tajam ke arah Lesham. Di sisi lain, Lesham dengan santai mengeluarkan lidahnya sedikit sambil menaikkan sebelah alisnya, seolah mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak terintimidasi.

Tatapan guru itu kemudian berhenti pada Lesham, yang seragamnya jelas berbeda dari siswa lainnya. “Lesham, mengapa kau memakai seragam olahraga hari ini? Bukankah sekarang pelajaran Sains?” tanyanya heran.

Lesham menghela napas, lalu tersenyum tipis. “Seragam dan sepatuku hilang, Bu. Sepertinya ada yang mengambilnya dari dalam loker milikku. Mungkin orang itu sedang benar-benar kesulitan, jadi aku biarkan saja ia memakainya. Kasihan, pasti hidupnya berat sekali. Jadi, izinkan aku memakai seragam ini di pelajaran Ibu sekarang.”

Ucapan itu terdengar halus, tapi tajam, membuat Rea yang duduk di depannya semakin menggenggam erat meja sambil menahan gejolak amarah.

“Baiklah, lain kali tetaplah pakai seragam sesuai peraturan sekolah, ya.”

“Baik, Bu,” jawab Lesham dengan senyum lebar yang semakin menambah perasaan terhina pada Rea.

Dalam hati, Rea meremas amarahnya. Berani-beraninya dia mempermalukanku di depan banyak orang. Kita lihat nanti, Lesham. Kau pikir kau kuat? Suatu saat kau akan bertekuk lutut dan memohon ampun padaku.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!