Putri Huang Jiayu putri dari kekaisaran Du Huang yang berjuang untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah membunuh keluarganya dengan keji.
Dia harus melindungi adik laki-lakinya Putra Mahkota Huang Jing agar tetap hidup, kehidupan keras yang dia jalani bersama sang adik ketika dalam pelarian membuatnya menjadi wanita kuat yang tidak bisa dianggap remeh.
Bagaimana kelanjutan perjuangan putri Huang Jiayu untuk membalas dendam, yuk ikuti terus kisah lika-liku kehidupan Putri Huang Jiayu.
🌹Hai.. hai.. mami hadir lagi dengan karya baru.
ini bukan cerita sejarah, ini hanya cerita HALU
SEMOGA SUKA ALURNYA..
JIKA TIDAK SUKA SILAHKAN DI SKIP.
JANGAN MENINGGALKAN KOMENTAR HUJATAN, KARENA AUTHOR HANYA MANUSIA BIASA YANG BANYAK SALAH.
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PASAR TAIWAI DAN KOTORAN KUDA
Dari gua gelap menuju terang,
Harta berlimpah, rencana yang matang.
Jiayu berhati mulia, baginya tak ada hartawan.
Hanya ada saudara yang perlu diperjuangkan.
Tapi, di pasar Taiwai, bahaya mengintai,
Para prajurit berpatroli,
mencari wajah yang tersembunyi,
Akankah rencana mereka membawa hasil?
Atau petualangan ini akan berakhir.
🍎🍎🍎🍎
Setelah seminggu terkurung dalam kegelapan gua, matahari terasa begitu menyilaukan bagi Gong Lu Yan dan kawan-kawannya.
Namun, misi mereka belum usai. Tujuan berikutnya: Desa Shenzen, dengan harta rampasan yang harus dibagi dengan adil.
“ Paman Gong, bagianku nanti masukan ke bagian untuk membeli obat-obatan," ucap Jiayu, suaranya lantang dan penuh keyakinan, memotong segala kemungkinan debat.
Tatapan semua orang bercampur antara kagum, bingung, dan rasa sayang yang dalam untuk bagian harta yang begitu besar.
Gong Lu Yan mengerutkan kening. “Kau yakin tidak membutuhkannya?”
“Jiang dan aku akan berbagi.Bagiannya sudah lebih dari cukup untuk kami berdua,” jawab Jiayu, dengan senyum lembut pada adiknya.
“Benar Paman! Aku akan berbagi dengan jie-jie!” seru Jiang dengan semangat, seolah Jiayu adalah harta yang harus dilindungi, bukan sebaliknya.
Gong Lu Yan menghela napas,lalu menganggukkan kepalanya “Baiklah. Aku hargai keputusanmu.”
Gong Lu Yan, bersama Du Feng dan Wong Rui, akan membeli kuda dan gerobak. Kereta mewah sudah menjadi kenangan; sekarang yang dibutuhkan adalah kendaraan yang tidak menarik perhatian prajurit kekaisaran yang masih memburu mereka.
Sebelum berpisah, Jiayu meminta sesuatu “Paman aku ingin meminta tolong " Jiayu menahan langkahnya, tatapannya menjadi serius. “Tolong belikan aku seekor kuda. Yang terbaik yang bisa kau temukan.”
Mei Yin yang menyimak seketika menyela,“Kuda? Untuk apa? Kau mau ke mana?"
Jiayu hanya tersenyum sendu,“Aku hanya ingin ke suatu tempat sebentar.”
Gong Lu Yan memandangnya sebentar,lalu mengangguk. “ Baiklah, akan kubelikan kuda yang terbaik untukmu.”
“Terima kasih,Paman.” ucap Jiayu dengan tersenyum.
Dengan misi membeli kuda dan gerobak—bukan kereta mewah yang mencolok—Gong Lu Yan, Du Feng, dan Wong Rui berangkat menuju Pasar Taiwai.
🥦🥦🥦🥬🥬🥬🥥🧅🍈🥔🥭🍎🌽🌶🥒🥜🧄🥒
Pasar Desa Taiwai.
Suasana Pasar Taiwai ternyata tidak ramah. Seragam prajurit berkilauan di mana-mana, mata mereka awas memindai setiap sudut. Pencarian para perampok pejabat istana masih berlangsung dengan panas.
Seperti dipersenjatai dengan rencana konyol yang sudah disepakati tanpa kata-kata, ketiganya langsung berpencar dan beraksi.
Du Feng, dengan sandiwara yang layak mendapatkan penghargaan, tiba-tiba berubah menjadi pengemis yang paling menyedihkan di seantero kekaisaran.
Bajunya yang tadi rapi seketika robek di sana-sini—khususnya di bagian pantat yang memperlihatkan celana dalamnya yang compang-camping—seolah diterkam serigala lapar.
Bau yang menguar dari tubuhnya adalah bau perpaduan antara bangkai tikus yang sudah tiga hari terjemur matahari dan kubangan lumpur yang tergenang. Dia merangkak ke arah sekelompok prajurit.
“Tu–tuan pra–prajurit, to–tolong be–beri sa–saya ma—makan," rayunya pada sekelompok prajurit, dengan gagap yang begitu meyakinkan seolah-olah lidahnya diinjak kuda. "Pe–perut sa–sayaaa... kruyuk–kruyuk... se–seperti ja–jangkrik mu–musim se–semi."
Para prajurit mengerutkan kening, hidung mereka berkerut menahan bau menyengat yang diluncurkan Du Feng. "Pergi kau, sampah! Baumu lebih menyengat dari bangkai kuda nil" geram salah seorang prajurit, lalu mereka meninggalkan Du Feng yang pura-pura tersedu-sedu.
Du Feng yang di usir oleh para prajurit, segera berdiri dan berlalu pergi dari sana menuju kandang kuda.
Sementara itu, Wong Rui, tak jauh darinya, memainkan peran sebagai seorang tunanetra yang kelaparan. Dia meraba-raba udara di depan kios bakpao,
“Tuan, Nyonya… kasihanilah saya… perut ini sudah berminggu-minggu tidak tersentuh makanan, ” ujarnya dengan getir. Yang tidak diketahui oleh siapa pun, tiga bakpao isi daging babi masih bersarang hangat di perutnya, membuat aksinya sedikit terganggu oleh sendawa kecil yang berusaha dia tekan.
Para prajurit yang melihat itu hanya melewatinya saja, salah satu dari mereka berkata,
" Kenapa hari ini banyak sekali pengemis, apakah ada bencana di daerah lain, sehingga mereka semua ke sini untuk mengemis?" tanya prajurit berbadan kurus.
" Aku juga tidak tau, tidak perlu kau mengurusi pengemis, kita harus segera menemukan orang yang mencurigakan, jika tidak komandan akan memarahi kita" Ucap prajurit yang bertubuh jangkung itu.
" Ya, kau benar, ayo segera pergi saja tidak perlu menghiraukan mereka" ucapnya dengan terus berjalan mengamati setiap pengunjung pasar.
Gong Lu Yan memilih metode yang lebih… aromatik. Dia menyelinap ke dalam sebuah kandang kuda dan segera mengambil cangkul, dan membersihkan kotoran kuda, saat dia sedang fokus bekerja tiba-tiba dari arah belakangnya,
“Hei! Kau siapa?” teriak seorang pria gendut, pemilik kandang, yang memperhatikannya dengan curiga.
Gong Lu Yan, tanpa ragu, berdiri dan menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangan yang baru saja dia buat mengaduk-aduk kotoran. “Aiyyaaa, Tuan Mao! Anda sudah lupa lagi dengan saya? Saya Lo Ding! Yang Anda pekerjakan kemarin! Anda harus banyak minum ramuan ginseng merah tuan, daya ingat Anda semakin lemah!”
Tuan Mao terlihat bingung. “Kapan aku—?”
"Nah, lupa lagi kan?” sela Gong Lu Yan cepat. “Kemarin Anda bilang, Lo Ding, kau bisa bekerja di sini, namun aku hanya membayar dengan makan tiga kali sehari!’ Anda ingat sekarang?”
Mata Tuan Mao berbinar. "Pekerja gratis"
“Aiyya, benar! Sudah-sudah, cepat bersihkan kandang ini! Jangan sampai calon pembeli kabur!”
“Tentu tuan!" Lu Yan mengangguk sopan dan memasang wajah sumringah seolah dia baru saja memenangkan togel,
" Oh iya tuan, untuk harga kuda-kuda ini, berapa ya? Biar saya bisa menjawab saat ada calon pembeli bertanya,” Dia juga menanyakan harga kuda-kuda itu berniat ingin mengetahui harga aslinya, agar tidak kena tipu.
“Yang bagus itu, Kau tawarkan 25 tael emas, jika ada yang ingin menawar, kau harus menurunkan harga sedikit demi sedikit, dan harga paling rendah turunkan sampai 17 tael. Bilang ke mereka jika ini adalah kuda yang ditunggangi Jenderal Lan Guo saat menumpas pemberontak!, mereka pasti akan semangat membeli,” ucap tuan Mao dengan senyum menyebalkan menurut Gong Lu Yan.
Mendengar nama musuh bebuyutannya, Gong Lu Yan hanya bisa menggertakkan giginya. Tangannya menggenggam kuat sekop kotoran, berusaha menahan amarah.
Untunglah, perhatiannya teralihkan oleh sekelompok prajurit yang mendekat.
“Apakah ada orang mencurigakan datang kesini?” tanya komandan patroli.
“Tidak,tuan! Semua normal di sini! Cuma ada Lo Ding, pekerja baruku yang rajin!” jawab Tuan Mao sumringah.
Prajurit itu mengangguk dan pergi, mereka berniat mencari makanan terlebih dulu, sebelum melanjutkan pencarian.
Du Feng, si pengemis gagap, akhirnya sampai di kandang kuda. Matanya berbinar melihat seekor kuda hitam yang gagah.
Dia mendekat, lalu melihat seseorang yang sangat familiar sedang menyangkul kotoran.
“WAIYAAA! LU YAN! KENAPA KAU— MMMPHHH!” Mulutnya dibekap kuat oleh Gong Lu Yan yang panik.
“Bodoh! Jangan teriak! Namaku di sini Lo Ding!” desisnya.
Du Feng melepaskan diri, muka dan mulutnya penuh dengan aroma yang sudah dia ekspor dari jarak tiga meter tadi, kini diperkaya dengan wewangian kotoran kuda premium. “PUIIIHH! PUIIHH! TANGANMU, BAU SEKALI! BANGSAT!"
“Maaf, lupa. Habis membersihkan kotoran, belum cuci tangan,” kata Gong Lu Yan dengan senyum kecut.
“DASAR KURANG AJAR! AKU BUNUH KAU!” Du Feng mengayunkan tinjunya, tapi tiba-tiba—
Tap! Tap! Tap! Tap!
Langkah kaki tergesa-gesa mendekat. Wong Rui, si tunanetra palsu, berlari secepat kilat menuju mereka. Napasnya tersengal-sengal, matanya melotot ketakutan—sangat tidak pantas untuk seorang yang buta. Wajahnya pucat pasi, seolah baru melihat hantu.
“LU YAN! DU FENG!” teriaknya, suara bergetar nyaris histeris, melupakan semua penyamaran. “MEREKA— MEREKA— ADA— ADA—”
Dia terjatuh di depan mereka, menunjuk ke arah pintu pasar dengan jari gemetaran.
“PRAJURITNYA… BANYAK SEKALI! DAN ADA—
.
.
🍅Hai... hai... Sayangnya Mami🤗
Hayooo tebak, kira-kira apa yang di lihat
Wong Rui?
Kenapa dia sampai lari terbirit-birit?
Bahaya apa yang mengintai mereka?
Tunggu kelanjutannya di bab selanjutnya...
Sambil menunggu...
JANGAN LUPA KASIH LIKE & KOMEN DI SETIAP BAB, VOTE SERTA HADIAH JUGA YAAA....
TERIMA KASIH SAYANGKU🥰🥰🥰
tapi si perut buncit pemilik kuda curiga ....OMG !!