NovelToon NovelToon
Istri Siri Om Majikan

Istri Siri Om Majikan

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Tanpa gaun putih, tanpa restu keluarga, hanya akad sunyi di balik pintu tertutup.
Aku menjalani hari sebagai pelayan di siang hari… dan istri yang tersembunyi di malam hari.

Tak ada yang tahu, Bahkan istri sahnya yang anggun dan berkelas.

Tapi apa jadinya jika rahasia itu terbongkar?
Saat hati mulai berharap lebih, dan dunia mulai mempertanyakan tempatku…

Istri Siri Om Majikan adalah kisah tentang cinta yang lahir dari keterpaksaan, tumbuh di balik status yang tak diakui, dan perjuangan seorang perempuan untuk tetap bernapas dalam cinta yang ia tahu tak pernah boleh ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 20

Selama dua minggu penuh, Jordan menjalani perjalanan bisnis lintas negara dari Jepang, Korea Selatan, hingga Arab Saudi. Setiap harinya diisi dengan pertemuan penting, presentasi proyek, dan jamuan makan malam bersama para kolega serta calon investor.

Di balik semua keramaian itu, Jordan tetap menjaga satu hal yaitu fokus. Tidak ada ruang untuk distraksi, apalagi urusan pribadi.

Di Tokyo, setelah sebuah pertemuan yang cukup sukses dengan perusahaan teknologi asal Osaka, salah satu relasi lokalnya Takahiro mengundangnya makan malam disebuah restoran eksklusif dengan pemandangan kota dari lantai 58.

Di penghujung jamuan itu, Takahiro bersikap ramah namun terlalu jauh.

"Sebagai rasa terima kasih, Mr. Jordan," ucap Takahiro sambil tersenyum dan menyodorkan sebuah kartu nama berwarna hitam elegan. "Saya sudah mengatur seseorang untuk menemanimu malam ini. Dia akan datang ke hotel Anda sebentar lagi."

Jordan menyipitkan mata, menerima kartu itu tanpa berkata apa-apa. Di kartu tersebut tertulis nama perempuan, nomor kontak, dan sebuah kalimat kecil berbahasa Jepang yang kurang lebih berarti “pengalaman tak terlupakan.”

Jordan menatap kartu itu sejenak, lalu meletakkannya di meja tanpa ekspresi.

“I appreciate your hospitality, Takahiro,” katanya datar. “But I don’t do that kind of arrangement.”

Takahiro tertawa kecil, menyangka Jordan hanya malu-malu. “Oh come on, just for fun. It’s part of the culture here.”

Namun Jordan menggeleng pelan, tatapannya berubah tajam, nada bicaranya lebih tegas.

“Respect is also part of the culture, isn’t it? I came here for business, not to be entertained like that.”

Takahiro sempat terdiam, suasana jadi agak canggung. Jordan bangkit dari kursinya, mengambil jasnya.

“Thank you for dinner. I’ll see you tomorrow morning in the boardroom.”

Malamnya, saat ia kembali ke hotel, benar saja ada seorang wanita muda berdiri di depan pintu kamarnya. Riasan wajahnya tebal, bajunya mencolok, dan ia tersenyum penuh isyarat ketika melihat Jordan datang.

“Mr. Jordan?” tanyanya lembut.

Jordan menghentikan langkahnya, menatapnya dari ujung kaki hingga kepala.

“Siapa namamu?”

“Riko,” jawabnya pelan.

Jordan mengangguk kecil. “Riko... kamu nggak perlu melakukan ini.”

“Saya dibayar untuk datang. Hanya menemani. Tidak apa-apa, saya..”

“Tidak, saya yang tidak apa-apa.”

Jordan membuka dompetnya, mengambil beberapa lembar uang yen, lalu menyerahkannya padanya.

“Untuk waktu kamu. Pulanglah. Beli makanan enak. Dan... jangan biarkan dirimu terus diperlakukan seperti ini.”

“Namae wa?”

“Riko desu...” to kanojo wa chiisaku kotaeta.

Joodan wa shizuka ni unazuita. “Riko... kimi wa konna koto suru hitsuyou wa nai yo.”

“Yobararete kita dake desu. Tada no tsukiai. Daijoubu desu, watashi wa—”

“Iie, daijoubu na no wa boku no hou da.”

Joodan wa saifu o hiraite, nan-mai ka no en wo tori dashite, kanojo ni watashita.

“Kimi no jikan no tame ni. Mou kaerinasai. Oishii mono demo katte... sore kara, zutto kou yatte atsukawareru no wa yamete.”

Riko tampak kaget. Matanya melebar, lalu perlahan berkaca-kaca. Dia menerima uang itu dengan tangan gemetar.

“Arigatou gozaimasu…”

Jordan hanya mengangguk, lalu masuk ke kamarnya dan menutup pintu tanpa suara.

Malam itu, ia duduk sendiri di kursi dekat jendela besar hotel, menatap kota Tokyo yang terang benderang. Tapi pikirannya tak ada di sana.

Ia justru teringat pada seseorang, seorang perempuan yang jauh di tanah air, yang pernah ia sakiti, yang kini perlahan mulai ingin ia lindungi yaitu Syifa.

Setelah tiga hari terakhir di Jepang yang penuh agenda padat dan sedikit guncangan batin, Jordan terbang ke Seoul, Korea Selatan. Di negeri ginseng itu, dia menghadiri forum investasi regional dan bertemu dengan beberapa pemilik startup teknologi yang antusias.

Namun, anehnya, Jordan mulai merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Biasanya, ia akan larut dalam euforia kesepakatan bisnis, pesta-pesta mewah, atau setidaknya mencari pelarian dalam kenyamanan hotel bintang lima. Tapi kini tidak lagi.

Malam pertama di Seoul, dia memutuskan untuk tidak keluar.

Ia justru berjalan sendirian di tepi Sungai Han, angin musim semi berembus lembut menampar wajahnya, membiarkan dirinya merenung tanpa disela apa pun. Tak ada alkohol. Tak ada musik bising. Hanya langkah kaki dan suara air.

“Aku dulu menikmati semua ini… tapi kenapa sekarang terasa kosong?” gumamnya pelan.

Kepalanya dipenuhi kenangan. Tentang wajah Syifa yang selalu menunduk setiap kali ia pulang telat tanpa kabar. Tentang putrinya Naurah yang pernah menunggu ayahnya di depan jendela rumah sampai tertidur. Tentang luka-luka yang pernah ia abaikan demi kesenangan sesaat.

Perjalanan terakhirnya adalah ke Arab Saudi. Negara yang membuatnya merasakan sesuatu yang benar-benar berbeda.

Ia datang ke Riyadh untuk menandatangani kerja sama ekspansi perusahaannya dengan mitra lokal. Tapi di sela jadwal resminya, Jordan meminta satu hal pada sopir pengantarnya:

“Bisa antarkan saya ke Masjidil Haram... saya ingin ke Mekkah.”

Sopir sekaligus asisten kepercayaannya dan merangkap bodyguard itu menoleh, terkejut. “Umrah, Tuan?” tanyanya Akbar.

Jordan mengangguk pelan. “Ya... saya mau mencoba.”

Beberapa jam kemudian, Jordan mengenakan pakaian ihram. Tak ada jas mewah, tak ada jam tangan mahal.

Hanya dua helai kain putih yang menyelimuti tubuhnya. Saat pertama kali kakinya menjejak pelataran Masjidil Haram dan melihat Ka’bah di hadapannya, sesuatu di dalam dirinya runtuh.

Matanya basah. “Ya Tuhan... selama ini aku jauh. Tapi kenapa hatiku baru terasa utuh sekarang?”

Dalam sujudnya yang pertama di tempat suci itu, Jordan tidak meminta kekayaan, tidak meminta kekuasaan.

Ia hanya berbisik lirih, “Ampuni aku... ajari aku menjadi lelaki yang tahu arah.”

Malam itu, saat Jordan duduk di pelataran masjid, ia membuka ponselnya, melihat foto Syifa dan Naurah. Tiba-tiba ada rindu yang menyesak, bukan sekadar rindu fisik, tapi rindu untuk pulang sebagai pria yang berbeda.

Riyadh, Arab Saudi. Hari ke-13 perjalanan bisnis Jordan.

Sejak dari Mekkah dua hari lalu, hati Jordan tak lagi sama. Ada ruang dalam dadanya yang dulu terasa penuh oleh ambisi, kini digantikan kerinduan akan sosok yang selama ini diam-diam menjadi penopangnya Syifa.

Ia menyadari, bukan hanya tubuhnya yang rindu, tapi juga jiwanya. Ada getaran asing saat mengingat caranya Syifa menghindari tatapan matanya, cara gadis itu menunduk saat bicara, tapi selalu tanggap terhadap kebutuhannya tanpa banyak menuntut. Semua kesederhanaan itu perlahan membuat Jordan merasa butuh.

Dan Jordan benci merasa bergantung, tapi kali ini berbeda.

Siang itu, ia duduk di ruang meeting sebuah hotel mewah bersama dua investor asal Timur Tengah dan penerjemah lokal. Di hadapannya terbentang blueprint rencana pengembangan properti digital yang mereka bahas berjam-jam. Namun pikirannya mulai melayang lagi.

Salah satu kolega bisnisnya, Mr. Fadhil, menatap Jordan yang tampak kosong.

“Mr. Jordan,” katanya sambil tersenyum ringan, “Are you tired? Or maybe… homesick?”

Jordan tersadar, mengangguk kecil. “A bit of both, perhaps.”

Fadhil tertawa kecil. “My wife always says… the heart is louder than the mind, especially when we’re far away.”

Jordan menyandarkan punggung, memutar pena di jarinya. “Funny… I’ve been away so many times. But this time feels… different.”

“Different how?”

Jordan terdiam sejenak, lalu berkata lirih, seperti sedang mengaku pada dirinya sendiri.

“There’s someone waiting back home… but I never really gave her a place in my heart. Now I’m starting to realize… she was already there.”

“Then don’t wait too long,” sahut Fadhil bijak. “Sometimes hearts don’t wait forever.”

Malam harinya, di kamar hotel, Jordan membuka galeri ponselnya. Ia melihat foto-foto Syifa yang sempat ia ambil diam-diam. Senyum polos istri simpanannya ketulusan yang tak dihargai.

Jari-jarinya bergerak membuka pesan WhatsApp, lalu menulis pesan singkat:

"Apa kabar, Syifa? Maaf belum sempat menghubungi. Aku kangen. Kamu baik-baik saja di sana?"

Tapi kemudian, tidak jadi dikirim. Ia menghapus pesannya. Bukan karena tak ingin bicara, tapi karena hatinya tahu, kali ini ia harus pulang bukan dengan kata-kata, tapi dengan tindakan nyata.

1
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰
Ade Olif
sifa jgn jd oneng krn cinta, mn ada tunangan menyankan tunangannya jual diri, laki' ga benar itu si
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak sudah mampir kakak 🙏🏻😘

silahkan mampir baca novel aku yang lain kalo berkenan judulnya Candu Istri Simpanan
Istri Tersembunyi Om Kepsek
Candu Paman Sahabatku
total 1 replies
sunshine wings
kaaan.. suaminya udah naik darah.. 🤭🤭🤭🤭🤭
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak 🙏🏻😘
sunshine wings: 👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼😍😍😍😍😍
total 3 replies
sunshine wings
👍👍👍👍👍
sunshine wings
Yesss!!! Tegaslah dalam menangani hatimu Tuan Muda.. I like.. 💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻
sunshine wings
😭😭😭😭😭
sunshine wings
Noooo..
sunshine wings
biar Tuan Muda Jordan semakin bucin dan gak mau jauh dari Syifa dan tumbuh benih² cinta antara keduanya.. 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
mantan suami? 😅😅😅😅😅
sunshine wings
😂😂😂😂😂
sunshine wings
🤣🤣🤣🤣🤣
sunshine wings
good Syifa 💪💪💪💪💪
sunshine wings
marah sakit ati??? apa kabar yg kamunya anak beranak perlakukan Syifa seperti kepala keluarga!!! 😤😤😤😤😤
sunshine wings
😱😱😱😱😱🤣🤣🤣🤣🤣
sunshine wings
malunyaaa ya Allah 🫣🫣🫣🫣🫣😂😂😂😂😂
sunshine wings
Alhamdulillah.. 😍😍😍😍😍
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰💪💪💪💪💪
sunshine wings
Aamiin yra 🤲🤲🤲🤲🤲
sunshine wings
👍👍👍👍👍👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
sunshine wings
dalam mimpimu.. pemalas!!!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!