NovelToon NovelToon
Se Simple Bunga Selamat Pagi

Se Simple Bunga Selamat Pagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:691
Nilai: 5
Nama Author: happy fit

kinandayu gadis cantik tapi tomboy terlihat semaunya dan jutek..tp ketika sdh kenal dekat dia adalah gadis yang caring sm semua teman2 nya dan sangat menyayangi keluarga nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happy fit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 19-hari setelah bara

Pagi itu udara sekolah terasa aneh. Biasanya ramai dengan tawa dan obrolan, tapi kali ini ada semacam aura dingin yang menggantung di udara. Seolah semua orang masih membicarakan kejadian semalam di parkiran bus — Kinan dan Nadia yang ribut sampai bikin semua panitia camping bengong.

Kinan melangkah ke gerbang sekolah dengan langkah mantap. Rambut hitam sepunggungnya dibiarkan terurai lembut, dihiasi bando tipis berwarna navy yang menahan poni agar tak menutupi wajah. Seragam putih abu-nya rapi, tapi di luar kemejanya ia kenakan sweater krem oversized yang membuat penampilannya terlihat effortless tapi manis. Cantik, tapi kali ini ada sedikit aura serius di matanya.

Maya langsung nyamperin dari arah taman depan. “Kin, lo beneran gak mau dengerin gosip tadi pagi?” tanyanya setengah berlari.

Kinan menatapnya malas. “Kalau gosipnya soal aku, gak usah, May. Aku udah punya langganan trauma dari semalam.”

Maya meringis. “Ya ampun, udah viral banget sumpah. Katanya lo hampir nonjok Nadia?”

Kinan mendengus. “Hampir aja. Soalnya kalau beneran, dia gak bakal bisa nyebar gosip sekarang.”

Maya ngakak kecil, tapi bisa lihat jelas dari wajah sahabatnya — Kinan gak sepenuhnya bercanda. Ia masih kesal, bukan cuma ke Nadia, tapi juga ke dirinya sendiri yang gak bisa nahan emosi.

Baru aja mereka mau masuk ke kelas, Rafi muncul dari koridor. Rambutnya masih agak berantakan, tapi aura percaya dirinya selalu konstan. “Pagi, Kinan,” sapanya santai tapi dengan tatapan waspada. “Kamu gak apa-apa?”

Kinan menatapnya datar. “Kamu kira aku luka parah?”

“Enggak, cuma… khawatir aja,” jawab Rafi sambil menggaruk tengkuk. “Soalnya semalem kamu pergi duluan tanpa ngomong apa-apa.”

“Lagi gak mood ngomong,” kata Kinan singkat sambil berjalan melewatinya. Maya mengikuti, tapi sempat menoleh ke Rafi dengan ekspresi “sabar bro”.

Rafi menarik napas panjang. Di ujung koridor, dari arah tangga, Danu muncul. Tatapan dua cowok itu langsung beradu — sejenak suasana di antara mereka terasa seperti medan perang tanpa suara.

Danu mendekat. “Dia baik-baik aja,” katanya datar, menatap Rafi.

“Gue tau,” jawab Rafi, nada suaranya menahan emosi. “Tapi gak berarti lo harus jadi pahlawan di tiap momen.”

Danu mengerutkan kening, tapi sebelum suasananya makin aneh, Maya nyelutuk, “Eh cowok-cowok, kalau mau adu aura, tolong jangan di depan ruang guru, nanti dikira mau disidang bareng.”

Keduanya langsung diam. Danu melangkah pergi duluan, sementara Rafi cuma menghela napas dan menatap punggungnya.

Di kelas, suasananya gak kalah aneh. Beberapa anak bisik-bisik, pura-pura baca buku tapi jelas banget ngomongin sesuatu. Kinan pura-pura gak denger, tapi kupingnya udah panas duluan.

“Katanya si Danu bela Kinan pas Nadia nyolot, ya?” “Iya, terus Rafi juga ikutan, tuh. Wah segitiga cinta nih!” “Fix banget dua-duanya suka Kinan!”

Kinan menatap papan tulis kosong dan bergumam pelan, “Kapan ya aku bisa hidup normal kayak siswa biasa yang cuma mikirin ujian?”

Maya di sebelahnya menahan tawa. “Kayaknya itu udah bukan takdir lo, Kin.”

Jam istirahat, Kinan keluar kelas dengan alasan ke kantin. Tapi begitu sampai, yang pertama dia lihat adalah Nadia — duduk dengan geng ceweknya di meja tengah. Tatapan mereka langsung bertemu. Dunia seolah berhenti sejenak.

Nadia tersenyum sinis. “Oh, sang bintang tamu udah datang. Gimana, Kin? Enak jadi pusat perhatian?”

Kinan berhenti di depan meja itu, menatapnya dingin. “Kalau aku jadi pusat perhatian, ya mungkin karena ada orang yang sibuk bikin aku trending topic.”

Cewek di sebelah Nadia nyengir, “Wah, sarkas mode on.”

Nadia berdiri. “Gue cuma ngomong fakta. Semua orang juga liat, lo nyari sensasi di depan Danu dan Rafi.”

“Nyari sensasi?” Kinan tertawa kecil, tapi matanya gak bercanda. “Lucu banget, Nad. Aku ribut karena kamu mulai duluan. Kalau mau main drama, minimal hafalin naskahnya.”

Beberapa siswa mulai memperhatikan. Suara berbisik pelan terdengar di sekitar mereka. Maya datang buru-buru dari belakang, tapi Kinan udah keburu lanjut.

“Aku gak punya waktu buat ribut di kantin, Nad. Tapi kalau kamu pengen banget, sekalian aja bikin panggung. Aku bisa bantu nyewa lighting.”

Nadia melotot. “Lo pikir lo paling keren ya, Kin? Cuma karena Danu belain lo—”

“Danu belain aku karena dia punya akal sehat,” potong Kinan tajam. “Beda sama kamu yang pikir cowok cuma bisa direbut.”

Hening sejenak. Semua orang di sekitar mereka langsung nahan napas. Danu yang baru datang dari arah tangga langsung menghampiri, wajahnya tegang.

“Kinan, udah,” katanya pelan, menatap Kinan penuh arti. “Gak usah dibawa jauh.”

Kinan menatap balik dengan rahang mengeras. “Aku gak bisa diem terus, Nu. Aku capek jadi bahan gosip cuma karena orang lain insecure.”

Nadia mendengus. “Jadi kamu ngaku suka Danu?”

Seketika seluruh kantin mendesis pelan. Maya tepok jidat. Danu membeku.

Kinan menatap Nadia tajam, lalu berkata pelan tapi tegas, “Aku gak perlu ngaku apa-apa. Tapi kalau kamu cemburu, itu bukan salahku.”

Kalimat itu seperti peluru terakhir. Nadia langsung terdiam, wajahnya memerah antara marah dan malu. Danu menghela napas berat, lalu menarik Kinan pelan menjauh dari situ.

Mereka berhenti di koridor belakang, jauh dari pandangan orang lain. Kinan masih terlihat kesal, tapi napasnya mulai teratur.

“Harusnya kamu diem aja,” kata Danu pelan.

Kinan menatapnya sinis. “Harusnya kamu juga gak perlu datang-datang kayak pahlawan kesiangan.”

“Kin—”

“Aku capek, Nu. Dari dulu aku cuma mau hidup normal. Tapi entah kenapa, setiap kamu ada, hidup aku selalu kayak sinetron.”

Danu menatapnya lama, lalu berkata dengan suara lebih lembut, “Mungkin karena aku selalu kebetulan ada di momen kamu butuh seseorang.”

Kinan terdiam. Dalam satu detik, semua rasa marahnya kayak kehilangan arah. Ia memalingkan wajah, menatap taman kecil di samping koridor.

“Aku gak mau ribet,” gumamnya.

“Aku juga enggak,” balas Danu pelan. “Tapi kadang ribet itu datang bareng orang yang kita peduliin.”

Maya dari jauh cuma bisa geleng-geleng. “Dua-duanya denial parah,” katanya ke Rafi yang kebetulan datang dari arah berlawanan.

Rafi melipat tangan, ekspresinya sulit dibaca. “Atau mungkin cuma satu yang denial, satunya udah tahu tapi pura-pura gak sadar.”

Maya menatapnya heran. “Maksud lo?”

Rafi menatap ke arah Kinan yang masih bicara dengan Danu. “Gue gak suka liat dia sedih, tapi gue juga gak bisa pura-pura gak pengen jagain dia.”

Maya terdiam. Untuk sesaat, suasana di koridor itu sepi — cuma ada tiga hati yang sama-sama bingung harus ngapain dengan perasaan masing-masing.

Bel tanda masuk berbunyi. Semua kembali ke kelas, tapi hari itu suasananya gak benar-benar tenang. Semua seolah menunggu sesuatu — entah klarifikasi, entah pengakuan, atau mungkin… awal dari sesuatu yang baru.

Kinan duduk di bangkunya, menatap keluar jendela. Angin sore mengibaskan sedikit rambutnya. Di luar, matahari mulai turun perlahan.

Dalam hati kecilnya, ia tahu — badai belum benar-benar berlalu. Tapi entah kenapa, ia juga tahu… kali ini, dia gak akan lari.

--- to be continued

1
Rachmad Irawan
semangat author.. jangan lupa update yg rutin ya thor 😍😍 love you author
Guillotine
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
Winifred
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
happy fit: makasih komentar nya best..dukung author trs ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!