NovelToon NovelToon
Perfect Life System

Perfect Life System

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Anak Genius / Crazy Rich/Konglomerat / Teen School/College / Mengubah Takdir
Popularitas:10.8k
Nilai: 5
Nama Author: BlueFlame

Christian Edward, seorang yatim piatu yang baru saja menginjak usia 18 tahun, dia harus keluar dari panti asuhan tempat ia di besarkan dengan bekal Rp 10 juta. Dia bukan anak biasa; di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan kejeniusan, kemandirian, dan hati yang tulus. Saat harapannya mulai tampak menipis, sebuah sistem misterius bernama 'Hidup Sempurna' terbangun, dan menawarkannya kekuatan untuk melipatgandakan setiap uang yang dibelanjakan.

‎Namun, Edward tidak terbuai oleh kekayaan instan. Baginya, sistem adalah alat, bukan tujuan. Dengan integritas yang tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata, dia menggunakan kemampuan barunya secara strategis untuk membangun fondasi hidup yang kokoh, bukan hanya pamer kekayaan. Di tengah kehidupan barunya di SMA elit, dia harus menavigasi persahabatan dan persaingan.sambil tetap setia pada prinsipnya bahwa kehidupan sempurna bukanlah tentang seberapa banyak yang kamu miliki, tetapi tentang siapa kamu di balik semua itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlueFlame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18.5. Senjata, Perisai, dan Singa Betina

 

Edward menatap map yang ada di tangannya, lalu ke wajah khawatir Ibu Siti.

'Panik bukanlah solusi' dia tahu akan hal itu. Tapi di balik wajahnya yang tenang, otaknya bekerja dengan kecepatan penuh, karena jika salah langkah sedikit saja bukan hanya dia yang terluka tapi juga orang terdekatnya.

Mereka tidak menyerangnya secara langsung. Mereka menggali fondasinya.

Masa lalunya.

Panti asuhan.

Ini adalah serangan psikologis yang licik, dirancang untuk membuatnya tidak stabil dan takut.

"Terima kasih, Bu Siti. Ini sangat membantu," kata Edward, suaranya tenang dan menenangkan. "Tolong sampaikan pada Pak Budi dan yang lain untuk tidak memberikan informasi apa pun pada siapa pun yang datang mengatasnamakan aku. Katakan pada mereka aku sudah tidak ada hubungan lagi dengan panti."

Ibu Siti terlihat sedih mendengarnya, tapi Edward melanjutkan. "Ini untuk kebaikan mereka, Bu. Dan juga untuk aku. Jangan khawatir, aku bisa mengatasi ini."

Setelah memastikan Ibu Siti pergi dengan tenang, Edward menutup pintu. Dia meletakkan map di meja, tepat di sebelah laptop yang masih menampilkan output dari prototype Catalyst AI.

Dia menatap kedua hal itu.

Satu adalah masa lalunya

Satu adalah senjata untuk masa depan.

"Mereka ingin perang?" bisiknya. "Baik. Aku akan berikan mereka perang."

Dia mengambil laptopnya, menutupnya dengan rapat, dan memasukkannya ke dalam tas. Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Untuk memenangkan perang, dia butuh kekuatan. Dan Catalyst AI adalah senjata pertamanya. Dia harus segera membangun pasukannya.

 

Toko "Kompuservice" terlihat lebih kumuh di bawah sinar matahari siang. Edward masuk tanpa mengetuk. Hendra ada di sana, sedang membongkar sebuah laptop lama.

"Aku sudah selesai," kata Edward, langsung to the point. Dia meletakkan laptopnya di atas meja yang berantakan, menyingkirkan beberapa komponen elektronik.

Hendra menatapnya dengan satu alis terangkat. "Cepat sekali. Pasti hasilnya setengah-setengah."

"Coba sendiri," jawab Edward, tanpa sedikit pun rasa tidak percaya diri. Dia membuka laptop, menjalankan program, dan memasukkan dataset penjualan yang sangat berantakan dan penuh error yang sengaja dia pilih untuk uji coba.

Layar menampilkan proses analisis selama beberapa detik, lalu output yang sama muncul: wawasan dan rekomendasi yang sederhana, jelas, dan sangat relevan.

Hendra awalnya mengerutkan kening, tapi semakin lama, matanya melebar. Dia mendekat, matanya menyapu baris-baris kode yang berjalan di background. "Bagaimana kamu menangani *missing values*-nya? Kamu tidak membuangnya kan?."

"Aku menggantinya dengan rata-rata dari periode yang sama di minggu sebelumnya, lalu memberikan bobot penalti kecil untuk menjaga akurasi," jawab Edward tanpa berpikir.

"Dan algoritma clustering-nya? Ini bukan K-Means biasa."

"Aku mengembangkan modifikasi kecil, sebut saja 'Weighted Proximity Clustering', untuk mengelompokkan pelanggan berdasarkan frekuensi dan nilai pembelian secara bersamaan, bukan hanya salah satunya."

Hendra diam. Dia menatap Edward, lalu ke layar, lalu kembali ke Edward. Dia menguji beberapa input lain, mencoba menjebak program dengan data yang lebih kacau. Tapi, Catalyst AI tetap memberikan jawaban yang logis dan berguna.

Akhirnya, Hendra berdiri tegak. Dia menatap Edward dengan pandangan yang sudah berubah total. Bukan lagi sinisme, tapi rasa hormat yang tulus. Bahkan lebih dari itu, ada api di matanya. Api yang hampir padam.

"Anak muda," kata Hendra, suaranya rendah dan serius. "Kau tidak hanya menulis kode. Kau sedang memahami bisnisnya. Kau sedang memahami masalahnya."

Dia menghela napas panjang, seolah-olah melepas beban yang sudah dipikulnya bertahun-tahun. "Baik. Aku ikut."

Edward mengangguk. "Deal."

"Tapi dengan syarat," kata Hendra, jari telunjuknya terangkat. "Aku punya 51% kekuasaan di divisi teknologi. Aku yang memutuskan arah pengembangan, stack teknologi, dan siapa yang akan kita rekrut untuk tim engineering. Kau urus yang lain: bisnis, strategi, dan uang. Kau jadi CEO-nya, aku jadi CTO-nya. Kita setara."

"Deal," kata Edward tanpa ragu.

Mereka berjabat tangan. Tangan yang kotor karena jelaga dan tangan yang masih muda itu menciptakan sebuah aliansi. Arsitek untuk kerajaan Edward telah resmi bergabung.

 

Saat keluar dari toko Hendra, Edward merasakan gelombang kekuatan baru. Dia punya senjatanya. Tapi senjata saja tidak cukup melawan raksasa seperti Setiawan Group.

Dia butuh perisai.

Dia butuh koneksi.

Dia butuh pengaruh.

Dan hanya ada satu orang yang dia kenal yang memiliki semua itu.

***

Dia kembali ke sekolah, tapi tidak menuju kelas. Dia langsung pergi ke perpustakaan.

Seperti biasa, Aurora ada di sana, duduk dengan anggunnya, membaca buku yang tebal. Cahaya sore yang masuk melalui jendela membuatnya terlihat seperti sebuah lukisan.

Kali ini, Edward tidak menunggu. Dia langsung berjalan ke meja Aurora dan duduk di seberangnya.

Aurora sedikit terkejut dengan tindakannya yang langsung. "Ada yang bisa aku bantu, Edward?"

"Aku butuh bantuanmu," kata Edward, suaranya rendah namun tegas. Tidak ada basa-basi.

Aurora menutup bukunya perlahan. "Bantuan apa?"

"Aku sedang membangun sebuah perusahaan," kata Edward, memutuskan untuk jujur. "Sebuah startup teknologi. Dan kau tahu sendiri apa masalahku Dan aku butuh bantuan mu.

Mendengar itu Aurora hanya menatap Edward sebentar lalu kembali membaca bukunya.

"Kau pikir keluargaku akan ikut campur dalam perang anak-anak?" kata Aurora, suaranya dingin, menguji niat Edward.

"Ini bukan perang anak-anak," jawab Edward tanpa berkedip. "Mereka menyelidiki panti asuhanku. Mereka menyerang satu-satunya rumah yang pernah aku punya. Ini bukan tentang bisnis. Ini tentang integritas. Aku pikir, keluargamu menghargai itu."

Jawaban Edward membuat Aurora terdiam. Dia menatap Edward dalam-dalam, seolah-olah melihat ke dalam jiwanya. Dia melihat bahwa Edward tidak mencari perlindungan. Dia mencari sekutu.

Aurora tersenyum tipis, senyum yang sangat berbahaya dan sangat indah.

Dia mengambil buku tebal di sampingnya, lalu menyodorkannya ke Edward. "Ayahku sedang mencari investasi di bidang teknologi yang inovatif dan punya dampak sosial. Buku ini adalah kumpulan esai yang dia tulis tentang filosofi investasinya. Baca."

Edward menerima buku itu, dengan bingung bingung.

"Aku akan memberimu kesempatan," kata Aurora. "Bawakan aku rencana bisnis yang lengkap untuk perusahaanmu itu. Besok. Di sini. Jika aku melihat visi yang sama seperti yang ayahku cari, aku akan menjadwalkan pertemuan untukmu dengan beliau."

Dia menatap Edward tajam. "Tapi ingat, Edward. Aku tidak akan memperkenalkan anak bodoh pada ayahku. Rencana bisnismu harus sempurna.

Ini adalah tantangan. Gerbang menuju kekuatan sejati telah dibuka, dan yang membukakan gerbangnya adalah singa betina yang paling cerdas.

Edward mengangguk, tidak ada rasa takut di matanya, hanya fokus. "Baik. Besok."

Dia berdiri, membawa buku tebal itu, dan pergi meninggalkan perpustakaan.

Dia punya senjata (Catalyst AI), arsiteknya (Hendra), dan sekarang, sebuah misi untuk mendapatkan perisai (Aurora dan keluarganya).

***

Pesan dari Pak Setiawan tadi pagi kini terasa jauh dari pikirannya. Biarkan saja Anjing garang itu mempersiapkan pertunjukannya.

Edward juga sedang mempersiapkan pertunjukannya sendiri. Dan dia yakin, pertunjukannya akan jauh lebih menarik.

***

1
Adi Sahputra
yang pertama
Syahrian: 👍 mantap
total 1 replies
Aisyah Suyuti
menarik
TUAN AMIR
teruskan thor
aratanihanan
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
Emitt Chan
Seru banget thor! Gk sabar mau baca kelanjutannya!
Edward M: iya, semoga suka yah... kalau ada saran atau kritik mohon di sampaikan yah/Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!