Anya gadis cantik berusia 24 tahun, terpaksa harus menikahi Revan CEO muda anak dari rekan bisnis orangtuanya.
Anya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan kesepakatan kedua keluarga itu demi membayar hutang keluarganya.
Awalnya ia mengira Revan mencintai tulus tapi ternyata modus, ia hanya di jadikan sebagai Aset, untuk mencapai tujuannya.
Apakah Anya bisa membebaskan diri dari jeratan Revan yang kejam?
Jika ingin tahu kisah Anya selanjutnya? Langsung kepoin aja ya kak!
Happy Reading...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Dua minggu berlalu sejak malam pengakuan Damian, dan suasana di antara Anya dan Damian terasa bagai kabel listrik yang tegang. Anya berusaha keras untuk menormalkan keadaan, namun pikirannya terus berkecamuk dengan keraguan dan perasaan yang saling bertentangan.
Setelah makan malam Anya memutuskan untuk menonton dekor di ruang tamu sendirian sedangkan Damian langsung masuk kedalam kamarnya. Saat Anya sedang fokus dengan tontonannya tiba-tiba hujan menderu dengan ganas, memukul jendela seolah ingin merobeknya.
Anya duduk sendirian di ruang tamu yang remang-remang, mencoba mengusir kegelisahannya dengan mencoba fokus pada layar televisi. Matanya terpaku pada layar, tapi pikirannya justru melayang pada Damian.
Ia membayangkan masa lalunya yang kelam, kehilangan kedua orang tuanya dan tumbuh dengan dendam yang membara. Hati Anya mencelos. Ia, yang tumbuh di panti asuhan tanpa pernah tahu siapa ayah dan ibunya, berusaha memahami luka yang menganga di hati Damian.
Ia tahu betul rasanya kehilangan, meski dengan cara yang berbeda. Ia memang diadopsi oleh keluarga yang baik, namun kebahagiaan itu datang dengan harga yang tak murah, perjanjian' untuk menikahi Revan, sebuah pernikahan bisnis tanpa cinta yang mengikatnya dalam sangkar emas.
DUARR!
Tiba-tiba suara petir menyambar dengan kekuatan yang memekakkan telinga, mengguncang seluruh rumah hingga ke fondasinya. Lampu-lampu langsung padam, menyisakan Anya dalam kegelapan yang mencekam.
Ia terlonjak kaget, jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang. Trauma masa kecilnya terhadap suara petir kembali menghantuinya, membuatnya merasa kecil dan tak berdaya.
"Astaga!" serunya pelan, berusaha menenangkan diri yang gemetar, keringat dingin membasahi keningnya.
Tak lama kemudian, pintu kamar Damian terbuka perlahan. Sosok Damian terlihat samar-samar dalam kegelapan, berjalan keluar dengan langkah hati-hati dan tenang.
"Anya, kau baik-baik saja?" tanya Damian khawatir, suaranya memecah keheningan dan sedikit meredakan ketakutan Anya.
"Aku ... aku tidak apa-apa," jawab Anya gugup, berusaha menyembunyikan getaran dalam suaranya.
Damian terus melangkah sambil meraba-raba dinding, mencari letak saklar lampu. "Aku akan coba periksa sekringnya." ujar Damian.
Damian terus melangkah maju dalam kegelapan, gerakannya mantap dan penuh perhitungan, sementara Anya masih duduk terpaku di sofa, membeku karena rasa takut dan jantungnya yang berdebar kencang.
Setiap langkah Damian mendekat, jantungnya semakin berpacu. Bukan hanya karena rasa takut pada petir, tapi juga karena kehadiran Damian yang begitu dekat. Aroma maskulin Damian yang khas memenuhi ruangan, membuat bulu kuduknya meremang dan menghadirkan sensasi aneh yang sulit dijelaskan.
BRUK!
Kaki Damian tersandung sesuatu yang tak terlihat di kegelapan, membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke arah Anya. Dalam sepersekian detik yang terasa seperti keabadian, Damian menimpa Anya di sofa, tubuh mereka bertindihan dalam posisi yang sangat intim.
Anya terkejut dan secara refleks memejamkan matanya. Jantungnya serasa berhenti berdetak sesaat. Ia bisa merasakan berat tubuh Damian di atasnya, aroma tubuhnya semakin kuat menusuk indra penciumannya, dan kehangatan tubuhnya yang menembus lapisan pakaian. Napasnya tercekat di tenggorokan.
Damian juga terkejut bukan main. Ia berusaha menahan diri agar tidak sepenuhnya menimpa Anya, menumpu sebagian berat badannya pada kedua tangannya. Ia membuka matanya dan mendapati wajah Anya berada hanya beberapa sentimeter darinya.
Dalam remang kegelapan, ia bisa melihat dengan jelas mata Anya yang terpejam rapat, bulu matanya yang lentik, dan bibirnya yang sedikit terbuka, tampak begitu lembut dan menggoda. Tanpa sadar, perhatiannya terpusat pada bibir Anya.
Suasana berubah menjadi hening dan tegang. Hanya suara napas mereka yang terdengar jelas di tengah deru hujan dan gelegar petir yang sesekali menyambar. Damian merasakan dorongan yang kuat untuk m*****m Anya, untuk merasakan bibirnya yang lembut di bibirnya.
Namun, ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri. Ia tahu bahwa itu salah. Anya adalah istri Revan, dan ia tidak berhak menyentuhnya apalagi menciumnya. Ia harus menjaga jarak dan menghormati Anya, meskipun hatinya meronta ingin memiliki wanita itu.
Namun, godaan itu terlalu kuat, terlalu memabukkan. Perlahan tapi pasti, tanpa bisa dicegah, Damian mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Anya. Jantungnya berdebar-debar tak karuan, memompa darah lebih cepat dari biasanya. Ia tahu bahwa ia sedang bermain api, bahwa ia sedang mempertaruhkan segalanya. Tapi ia tidak bisa mengendalikan dirinya. Anya begitu dekat, begitu menggoda, dan ia tidak bisa menolaknya.
Saat bibirnya hanya berjarak beberapa milimeter dari bibir Anya.
DUARR!
Suara petir kembali menyambar dengan dahsyatnya, menerangi ruangan untuk sesaat dan membuat Anya refleks membuka matanya.
Anya terkejut mendapati wajah Damian begitu dekat. Matanya bertemu dengan mata Damian yang menyorotkan keraguan, hasrat, dan permohonan maaf sekaligus.
Jantungnya berdegup semakin kencang, seolah ingin melompat keluar dari dadanya. Ia bisa melihat dengan jelas setiap detail wajah Damian, setiap garis tegasnya, setiap kerutan halus di sudut matanya. Entah kenapa, ia merasa terpanggil untuk menyentuh wajah itu, untuk mengusap setiap inci kulitnya.
Anya terhipnotis oleh tatapan Damian. Ia merasakan daya tarik yang kuat, sebuah kekuatan yang menariknya lebih dalam ke dalam diri pria itu. Ia tahu bahwa ia seharusnya mendorong Damian menjauh, bahwa ia seharusnya menghentikan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Ia adalah istri Revan, dan ia tidak berhak merasakan apapun pada pria lain. Tapi entah kenapa, ia tidak bisa bergerak. Tubuhnya membeku, pikirannya kosong, dan hatinya seolah menyerah pada perasaannya.
Tanpa sadar, Anya memejamkan matanya kembali, seolah memberikan izin tanpa kata pada Damian untuk melakukan apa yang hatinya inginkan. Ia tahu bahwa ia mungkin akan menyesalinya nanti, bahwa ia mungkin akan menghancurkan hidupnya sendiri.
Tapi saat ini, di tengah kegelapan dan suara gemuruh petir, ia hanya ingin merasakan apa yang hatinya inginkan. Ia ingin merasakan sentuhan Damian, ia ingin merasakan c****n Damian, ia ingin merasakan dirinya hidup.
Damian yang melihat reaksi Anya semakin mendorong niatnya untuk segera merasakan kelembutan bibir Anya menyentuh bibirnya, sentuhan lembut yang membangkitkan ribuan sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Sentuhan itu begitu lembut, begitu memabukkan, hingga ia kehilangan semua kendali atas dirinya. Ia membalas ciuman Damian dengan lembut, melumat bibirnya dengan penuh perasaan, seolah ia sedang mencicipi madu terlezat di dunia.
C****n itu semakin dalam, semakin ber***rah, seiring dengan derasnya hujan dan gelegar petir yang semakin menggila di luar sana. Tangan Damian bergerak cepat memeluk tubuh ramping Anya dengan erat, seolah takut kehilangan wanita itu jika ia melepaskannya sedetik saja.
Bersambung ....