NovelToon NovelToon
Cewek Pendiam Inceran Ketos Ganteng

Cewek Pendiam Inceran Ketos Ganteng

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Ketos / Murid Genius / Teen Angst / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Idola sekolah
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Sabina

Citra Asmarani Mahardi, siswi culun berkacamata tebal, selalu berusaha hidup biasa-biasa saja di sekolah. Tak ada yang tahu kalau ia sebenarnya putri tunggal seorang CEO ternama. Demi bisa belajar dengan tenang tanpa beban status sosial, Citra memilih menyembunyikan identitasnya.
Di sisi lain, Dion Wijaya—ketua OSIS yang tampan, pintar, dan jago basket—selalu jadi pusat perhatian. Terlebih lagi, ia adalah anak dari CEO keturunan Inggris–Thailand yang sukses, membuat namanya makin bersinar. Dion sudah lama menjadi incaran Rachel Aurora, siswi populer yang cantik namun licik, yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan hati Dion.
Saat Citra dan Dion dipaksa bekerja sama dalam sebuah proyek sekolah, Dion mulai melihat sisi lain Citra: kecerdasannya, kesabarannya, dan ketulusan yang perlahan menarik hatinya. Namun, semakin dekat Dion dan Citra, semakin keras usaha Rachel untuk menjatuhkan Citra.
Di tengah persaingan itu, ada Raka Aditya Pratama—anak kepala sekolah—yang sudah lama dekat dengan Citra seperti sahabat. Kedekatan mereka membuat situasi semakin rumit, terutama ketika rahasia besar tentang siapa sebenarnya Citra Asmarani mulai terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trik Kecil Ketua OSIS

Citra membuka mata perlahan, sinar matahari pagi masuk dari jendela kamar.

“Citra sayang, bangun…” suara ayahnya terdengar lembut dari pintu.

Citra menoleh dan tersenyum tipis. “Papi… udah pagi ya?”

Tuan Mahardi masuk, menatap putrinya dengan hangat. “Iya, Nak. Sekarang waktunya siap-siap sekolah. Sarapan juga sudah siap.”

Citra menarik napas panjang, sedikit menghela beban di dadanya. “Iya, Papi… sebentar lagi aku siap.”

Tuan Mahardi mendekat, menepuk lembut kepala Citra. “Hari ini jangan lupa jaga diri ya. Sekolah baru kadang penuh kejutan.”

Citra mengangguk, matanya menatap lantai sebentar sebelum tersenyum tipis. “Tenang, Papi… Cit bisa.”

Setelah itu, ia bangkit dari tempat tidur, mulai mengenakan seragamnya dengan hati-hati, tapi bayangan Dion langsung muncul di pikirannya.

“Ah… kenapa Dion terus kepikiran ya…?” gumamnya lirih sambil merapikan rambut. Hatinya campur aduk, antara penasaran, waspada, dan… entah kenapa, ada sedikit rasa deg-degan yang tak ingin ia akui.

Di dapur, aroma sarapan hangat menyambutnya. Tuan Mahardi tersenyum melihat Citra datang. “Sudah siap menghadapi hari ini, Nak?”

Citra menatap ayahnya sejenak, lalu menjawab dengan mantap, “Siap, Papi. Tapi… semoga hari ini nggak se-chaos kemarin.”

Tuan Mahardi tersenyum tipis, menepuk bahunya. “Itulah hidup… tapi yang penting kamu tetap kuat dan jaga diri, Cit.”

Citra menelan sarapan pelan, pikirannya tetap setengah melayang pada Dion dan kemungkinan kekacauan OSPEK hari ini.

Setelah sarapan, Citra menyalakan motor listrik kecil yang diparkir di halaman, helm sudah dipasang rapi. Tuan Mahardi berdiri di dekat pagar, menatap putrinya dengan senyum tipis.

“Hati-hati di jalan, Cit. Jangan lupa pakai jaketnya,” ujar Papi.

Citra mengangguk, menepuk bahu ayahnya sebentar. “Tenang, Papi. Cit bisa.”

Motor meluncur perlahan menembus udara pagi yang masih segar. Jalanan Bogor tampak lengang, tapi Citra tetap waspada, matanya sesekali melirik spion.

Sesampainya di sekolah, suasana sudah riuh. Beberapa kakak kelas tampak bersiap dengan prank kecil mereka, sementara kelas Hasanudin mulai berkumpul. Afifah menunggu di gerbang, melambaikan tangan.

“Cit, sini cepat! Kita jangan telat masuk kelas, tapi awas jebakan mereka juga,” bisik Afifah.

Citra mendekat, napasnya sedikit memburu. Di ujung koridor, Dion sudah terlihat, berdiri santai dengan tangan terlipat, matanya tajam memantau gerak-gerik murid baru. Senyum samar muncul di wajahnya ketika matanya bertemu dengan Citra.

“Ah… pasti hari ini bakal… menarik,” gumam Dion pelan.

Citra menelan ludah, hatinya berdebar, tapi ia berusaha menenangkan diri. Bersama Afifah, mereka berjalan memasuki kelas, bersiap menghadapi kekacauan OSPEK hari keempat.

Di sudut kelas, Raka sudah menunggu, sesekali menepuk punggung teman-temannya. “Santai aja, Cit. Kita bakal jaga lo hari ini.”

Citra tersenyum tipis, merasa sedikit lega. Namun, di balik senyum itu, pikirannya tetap terbelah antara kewaspadaan terhadap Dion dan ketegangan yang mungkin muncul dari Rachel dan Sherly.

Dan dari jauh, Dion menatap semua ini, matanya bersinar dengan rencana kecil yang sudah ia susun, siap membuat hari ini semakin seru—khususnya untuk Citra Asmarani.

Hari itu kelas Hasanudin sedang berbaris untuk briefing OSPEK, sementara kakak panitia mulai menyiapkan beberapa rintangan “mainan” untuk adik-adik kelas. Dion berdiri di sisi lapangan, matanya tajam mengawasi semua murid.

Di saat Citra dan Afifah melewati salah satu rintangan—sebuah jembatan bambu goyang—Dion menyembunyikan sebuah botol air di tangan, sengaja menyiapkan trik kecilnya.

Begitu Citra mulai melangkah di atas jembatan, Dion melambaikan tangan ke Raka seakan memberi kode. Raka yang menyadari isyarat itu hanya menegakkan alis, tapi tetap mengikuti instruksi Dion pura-pura tersandung tepat di belakang Citra sehingga getaran jembatan makin goyah.

Citra terhenti, menahan napas, mencoba menjaga keseimbangan. “Afifah… hati-hati…” bisiknya pelan.

Dion tersenyum tipis, menyaksikan dengan sabar dari jauh. “Tenang… ini cuma awal,” gumamnya.

Tiba-tiba, botol air yang ia pegang dilempar halus ke arah lantai dekat kaki Citra—hanya membuat percikan kecil, tapi cukup untuk membuat Citra terguncang dan hampir kehilangan keseimbangan.

Afifah cepat menahan Citra, sementara Raka bertepuk tangan seakan menyemangati Citra. “Santai aja, Cit! Lo kuat!”

Citra menatap Raka dengan campuran lega dan bingung, sementara Dion tetap di sisi lain lapangan, senyum samar di wajahnya menandakan rencana kecilnya berhasil… tanpa Citra menyadari siapa yang membuat situasi itu.

Di sisi lain, Rachel dan Sherly yang mengintip dari jauh mulai berbisik kesal. “Dion lagi main sama si Citra, ugh… gue harus mikir rencana baru,” gumam Rachel kesal.

Sementara Citra, masih terengah-engah tapi tetap fokus, mulai sadar bahwa setiap langkahnya hari ini terasa penuh jebakan—dan salah satu orang yang mungkin ada di balik semua itu… Dion.

Lapangan OSPEK terasa ramai, suara teriakan anak-anak dan instruktur bersahutan. Citra tengah berusaha menyeberangi jembatan bambu goyang bersama Afifah, keringat mulai menetes di dahinya.

Dion berdiri di sisi lapangan, tangannya menyembunyikan sebuah botol air. Matanya fokus ke Citra, senyum tipis terukir. Ia menunggu momen yang tepat.

Begitu Citra melangkah di tengah jembatan, Dion mengibaskan botol ke sisi jembatan—hanya sedikit, tapi cukup membuat getaran kecil.

Citra terguncang, napasnya tercekat. “Afifah… awas!” teriaknya sambil berpegangan erat.

Afifah cepat menahan Citra, sementara Raka yang ikut di dekat jembatan tersenyum tipis, memberi kode bahwa ini “trik kecil” Dion.

Dion sendiri menahan tawa di sisi lain, matanya tetap menatap Citra yang panik sejenak tapi berhasil menyeimbangkan diri.

“Hanya sedikit aja…” gumamnya dalam hati sambil menyiapkan langkah berikutnya.

Setelah Citra aman di sisi jembatan, Dion mendekat dengan langkah santai, pura-pura seperti ingin menolong.

“Eh… lo baik-baik aja, Cit?” tanyanya datar, tapi ada nada menggoda di suaranya.

Citra menatap Dion sejenak, jantungnya berdegup cepat. “I-iya… aku baik-baik aja,” jawabnya pelan, masih berusaha menenangkan napas.

Dion tersenyum samar, tahu betul trik kecilnya berhasil—Citra sedikit panik, tapi tak sadar siapa yang membuatnya.

Di sisi lain, Rachel dan Sherly yang mengintip dari jauh cemberut. “Dion lagi main sama si Citra, ugh… gue harus mikir rencana baru,” gumam Rachel kesal.

Citra baru saja menenangkan napasnya setelah “trik kecil” Dion di jembatan. Tapi sebelum sempat santai, Dion melangkah mendekat, senyum samar masih terukir.

“Lo sekarang… push up!” ujar Dion, nada datar tapi tegas, seolah tidak puas dengan reaksinya tadi.

Citra terkejut, alisnya mengernyit. “Hah? Eh… push up? Sekarang juga?”

Dion mengangguk pelan, matanya tetap fokus. “Iya. Sekadar latihan… biar lo lebih kuat. Ayo, Cit.”

Citra menatap lantai sebentar, napasnya masih agak tercekat. Tapi ia tahu melawan Dion saat ini sia-sia—lebih baik nurut sambil tetap waspada.

Ia turun ke lantai, menahan diri agar tidak terlihat terlalu panik. Push up pertama… kedua… Dion berdiri di dekatnya, mengamati dengan tatapan tajam tapi senyum tipis tetap muncul.

Afifah yang melihat dari dekat cepat memberi kode agar Citra tetap tenang. “Cit, santai aja. Lo pasti bisa,” bisiknya.

Citra menahan senyum tipis, dalam hati bertekad, “Oke Dion… gua bisa hadapin lo hari ini.”

Di sisi lain, Raka yang mengawasi dari jauh menepuk tangan ringan, seolah menyemangati Citra: “Ya udah Cit… itu Dion doang, lo pasti bisa.”

Dion, sementara itu, puas melihat Citra sedikit panik tapi tetap berusaha kuat. Ia menarik napas pelan, bersiap merencanakan “trik kecil” selanjutnya.

*

1
Ical Habib
lanjut thor
Siti H
semangat... semoga sukses
Putri Sabina: maksih kak Siti inspirasi ku
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!