Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.
Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Tak Terduga
Hari ini, Bunga dan Kiara jalan-jalan disebuah mall.
Dan itu, sudah di rencanakan jauh-jauh hari. Mengingat, betapa sibuknya Kiara belakangan ini.
Itu semua akibat, salonnya yang semakin hari, semakin banyak pelanggan.
"Kita belanja perlengkapan bayi yuk," ajak Kiara antusias.
"Bukannya ini masih terlalu awal ya Ki? Usianya baru lima bulan," ungkap Bunga.
Dia sempat mendengar sebuah petuah saat di kampung halaman orang tua kandungnya.
Kala itu, tak sengaja Bunga mendengar percakapan para tetangga, yang melarang anaknya untuk belanja sebelum usia kehamilannya berumur tujuh bulan.
Bukan tanpa alasan sang ibu melarang begitu. Karena mereka percaya, sebelum usia tersebut bayi masih sangat rentan. Bisa saja dia mengalami keguguran ataupun lainnya.
Dan Bunga gak mau hal itu terjadi pada anaknya. Walaupun Bunga tahu, jika itu tidak ada sangkut-pautnya.
"Kalo gitu, kita lihat-lihat aja yuk?" ajak Kiara keukeh.
Mata Bunga langsung berbinar kala melihat aneka kebutuhan bayi baru lahir. Hatinya langsung menghangat kala membayangkan jika anaknya bisa di dandan memakai baju-baju yang tergantung di rak.
"Cantik ya Ki, gemas ..." ujar Bunga memegangi sebuah jumpsuit berwarna merah.
"Lihat lah, baju anak perempuan disebelah sana. Bahkan, itu terlihat jauh lebih menggoda," Kiara menarik tangan Bunga.
"Wah, kamu benar Ki ... Ini jauh lebih gemesin," kekeh Bunga.
Bunga mulai melihat-lihat deretan baju anak perempuan, dia juga berkeliling di deretan kaos kaki dan juga sepatu yang membuatnya semakin tak sabar, untuk melihat anaknya.
"Wah, siapa nih?" ujar seorang wanita paruh baya, menatap sinis ke arah Bunga.
Kiara yang sedang melihat baju untuk keponakan pihak suaminya, sedang berada di deretan lainnya.
"Bu, Citra?" lirih Bunga tersenyum.
"Mau apa kamu kesini? Apa suamimu yang sekarang juga udah mulai bosan? Hingga kamu bisa gila, sampai jalan kesini?" tanya Citra menuduh. "Kalo aku, jelas-jelas ingin membeli baju untuk anak Rangga," jelasnya lagi.
Alih-alih menjawab, Bunga malah memilih untuk meninggalkan Citra.
Sebab Bunga tahu diri. Dia gak mungkin membuat keributan di tempat orang.
"Jangan pergi," Citra menarik tangan Bunga. Namun, sesaat matanya fokus pada perut Bunga, yang mulai terlihat buncit. "Ini?" Citra menunjuk perut Bunga.
"Oh ,,," Bunga mengelus pelan perutnya.
"Kamu hamil?" tebak Citra tak percaya.
"Alhamdulillah," sahut Bunga.
"Kamu pasti bohong kan? Ini pasti perut palsu," ujar Citra hendak menyibak dress yang di pakai Bunga.
"Bu, hentikan," larang Bunga, tak nyaman dengan tindakan yang diterimanya.
"Kamu pasti bohong, kamu mandul ... Ini pasti perut palsu, untuk mengelabui suamimu kan?" kembali Citra menuduh Bunga, dengan posisi masih berebut untuk melihat perut Bunga.
Orang-orang di toko mulai datang untuk melihat keributan tersebut.
Begitu juga dengan Kiara. Kala melihat, Bunga dalam masalah, Kiara mendesak, diantara beberapa pembeli lainnya.
Namun, rencananya untuk menyelamat Bunga gagal. Karena Bunga, di dorong oleh Citra, yang membuat Bunga jatuh, dan merintih kesakitan.
"Wanita tua gila," teriak Kiara menjambak sanggul Citra.
Baru setelahnya, dia membangunkan Bunga yang masih meringis.
"Siapa kamu hah?" teriak Citra tak terima rambutnya berantakan.
"Kalian semua tolong jadi saksi. Wanita ini, telah mendorong ibu hamil. Dan untuk kalian penjaga toko, nanti akan ada orang yang minta cctv, jadi kalian harus memberikannya. Kalau tidak, aku tidak menjamin, toko kalian selamat," ujar Kiara, sebelum membopong Bunga.
Kiara menghubungi Arlan, lewat ponsel Bunga, guna memberitahu kejadian di toko bayi tersebut.
Arkan mengeram, dan dia meninggalkan pekerjaan dan melaju ke rumah sakit. Dimana, Bunga dan Kiara berada.
Bunga tampak pucat saat tiba di rumah sakit bersama sahabatnya, Kiara. Awalnya ia mengira tak terjadi apa-apa, namun beberapa saat kemudian perutnya terasa nyeri. Dan saat Bunga memeriksanya di toilet, muncul flek kecokelatan yang membuatnya panik.
Di ruang pemeriksaan, dokter menanyakan kronologi kejadian dan segera melakukan pemeriksaan fisik serta USG. Tekanan darah Bunga dalam batas normal. Denyut jantung janin terdengar jelas, dan tidak ditemukan tanda-tanda kontraksi. Hasil USG menunjukkan janin dalam kondisi baik, dengan detak jantung stabil dan plasenta melekat normal.
"Flek ini kemungkinan akibat iritasi ringan pada dinding rahim karena benturan," jelas dokter dengan nada tenang. "Tidak berbahaya, tapi kamu harus istirahat total dulu beberapa hari. Hindari aktivitas berat, dan segera kembali jika fleknya bertambah atau muncul nyeri hebat."
Kiara menggenggam tangan Bunga, menatapnya lega. "Syukurlah, kandungannya baik-baik saja," ucapnya pelan. Bunga hanya mengangguk, menahan haru sekaligus lega mendengar kabar baik itu.
"Terima kasih, karena telah jadi anak yang kuat," batin Bunga mengelus perutnya haru.
Begitu keluar dari ruang pemeriksaan, Bunga langsung disambut Arlan, dengan napasnya yang ngos-ngosan.
"Apa yang terjadi? Bagaimana keadaanmu?" cerca Arlan begitu melihat istrinya digandeng Kiara.
"Karena udah ada Arlan, aku pamit ya Bunga. Suamiku, udah nunggu di depan," ujar Kiara, melepaskan tangannya dari Bunga.
Setelah kepergian Kiara. Bunga menceritakan segala hal tanpa di tutupi pada Arlan. Termasuk, keadaan anaknya, serta dia yang harus istirahat total.
Disisi lain. Kiara mengajak suaminya untuk kembali ke mall. Dia masih berasa bersalah atas kejadian yang menimpa Bunga.
Tiba disana, tak sulit baginya untuk bertemu dengan manager. Dia langsung mengutarakan maksud kedatanganya untuk melihat cctv dan mengambilnya.
Semula sang manager memang menolak. Namun, kala suami Kiara turun tangan, dia hanya bisa menunduk kalah.
Iya, suami Kiara merupakan pemilik dari mall tersebut.
Tak butuh waktu lama. Kiara meminta suaminya untuk mengirimkan video itu pada Arlan.
Kenapa Kiara tak mengirim sendiri? Yap, karena Kiara tak mempunyai nomor Arlan. Begitu juga sebaliknya. Bunga yang tak mempunyai nomor suami Kiara.
Itu semua mereka lakukan bukan karena tak percaya pada persahabatan ataupun pasangan masing-masing. Melainkan, keduanya sepakat atas kenyamanan masing-masing.
"Aku, akan memberinya pelajaran," adu Arlan, pada Bunga yang terbaring di pangkuannya.
"Mama setuju, bila perlu tidak ada kata damai," ungkap Vivi yang juga ikut merasa geram atas tindakan yang dilakukan Citra.
Vivi memang tidak tahu kejadian tersebut. Dia tahu, ketika Bunga pulang bersama dengan Arlan. Padahal, sebelumnya, dia dijemput oleh Kiara.
"Terserah sayang, tapi jangan libatkan aku. Karena aku malas berurusan dengan keluarga mereka," sahut Bunga lirih.
...****************...
Keesokan harinya, suasana di ruang pelaporan kepolisian terasa menekan.
Arlan duduk di hadapan petugas dengan wajah tegang. Kedua tangannya mengepal di atas meja. Di ponselnya tersimpan bukti yang membuat dadanya sesak setiap kali ia memutarnya.
"Saya ingin melaporkan tindak kekerasan, Pak," ujarnya dengan nada tertahan. "Korban adalah istri saya, yang sedang hamil. Dan pelakunya ,,, mantan mertuanya sendiri."
Petugas terdiam sesaat, mencoba mencerna ucapan Arlan.
Arlan menarik napas panjang, berusaha menahan emosi yang nyaris pecah.
"Kejadiannya tadi siang, di toko perlengkapan anak. Istri saya sedang melihat pakaian bayi. Tiba-tiba, datang seorang wanita, mantan ibu mertuanya. Mereka sempat cek-cok, dan mantan mertuanya hendak melihat perut istri saya pak, dan karena menolak permintaan itu, dia mendorong istri saya pak," terang Arlan lagi.
Ia menatap layar ponselnya, memperlihatkan rekaman CCTV yang memperjelas segalanya. Dalam video itu, tampak jelas sosok wanita berusia paruh baya mendekat dan hendak menyibak baju korban. Lalu mendorong korban yang sedang hamil.
"Saya tidak tahu apa niatnya," lanjut Arlan, suaranya mulai parau. "Tapi saya tahu dorongan itu bukan ketidaksengajaan. Istri saya sampai mengalami pendarahan ringan dan harus dibawa ke rumah sakit. Dan itu membuat saya takut pak, saya takut kehilangan nyawa orang yang aku cintai pak," lirih Arlan.
Petugas mencatat setiap detail, lalu meminta salinan rekaman untuk dijadikan barang bukti.
"Kami akan proses laporan ini sesuai prosedur, Pak Arlan," ujar petugas dengan nada serius.
Arlan mengangguk pelan. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Saya hanya ingin keadilan, Pak. Istri saya sedang mengandung, dan perbuatannya itu bukan hanya menyakiti fisik ... tapi juga mencoba menghancurkan ketenangan kami."
Arlan memang terlihat lemah, jika menyangkut Bunga.
nanti rezeki lu ikutan pegi juga 🤪🤪
tp dah lah hempas aja keluarga toxic itu