Kontrak Cinta Di Bangku SMA

Alya duduk di bangkunya, persis di samping Bagas. Tatapannya kosong, mengarah ke papan tulis, tapi pikirannya jauh melayang. Suara guru di depan kelas hanya terdengar seperti gumaman tak bermakna. Sesekali ia mencoret buku catatan, tapi tak benar-benar memperhatikan isinya.

Dari sudut matanya, ia tahu Bagas masih menatapnya. Tatapan penuh tanya, seperti menunggu jawaban yang tak pernah keluar sejak pagi tadi.

Alya merasa gelisah. Ia menggigit ujung pulpen, berpura-pura fokus.

Bagas mendesah pelan, lalu memalingkan wajah, tapi tatapannya masih menyiratkan keraguan. Ia tahu Alya menyembunyikan sesuatu. Dan semakin Alya bungkam, semakin besar dorongan dalam hatinya untuk mencari tahu kebenarannya.

Bel istirahat berbunyi. Suara kursi berderit memenuhi kelas saat para siswa berhamburan keluar. Alya bangkit dengan cepat, ingin menjauh. Tapi suara Bagas menahannya.

"Yuk, ke taman. Gue traktir keripik favorit lo."

Alya menoleh, sedikit ragu, lalu mengangguk pelan.

 ...

Mereka duduk berdua di bangku taman, tepat di bawah pohon flamboyan yang sedang berbunga. Di tangan masing-masing, sebungkus keripik kentang yang mereka beli dari kantin. Udara siang cukup sejuk, ditambah suara angin yang menggoyangkan daun-daun membuat suasana terasa tenang, setidaknya itu yang terlihat.

Alya sibuk mengunyah, mencoba menikmati waktu istirahat tanpa perlu bicara. Tapi ia tahu, Bagas belum selesai. Dan benar saja...

"Al," panggil Bagas pelan, namun cukup membuat Alya menoleh.

"Lo yakin, pria kemarin itu cuma supir?"

Alya menghentikan kunyahannya sejenak, lalu menatap ke depan. Ia tidak ingin menjawab. Tapi keheningan malah membuat segalanya makin terasa berat.

"Y-ya," jawabnya akhirnya, dengan mulut masih sedikit penuh.

"Cuma supir, yang terlalu banyak gaya."

Bagas tidak langsung merespons. Ia menatap Alya, lama, seolah mencari celah dari ekspresi wajahnya.

"Lo nggak... suka sama dia, kan?"

Pertanyaan itu membuat Alya refleks menoleh. Mata mereka bertemu. Kali ini, giliran Bagas yang menahan napas.

"Suka, sama dia?" ulang Alya, lalu terkekeh kecil. "Ya.. Nggak lah."

Ia menggigit keripik lagi dengan lebih santai. "Mana mungkin gue suka sama pria kasar kayak gitu."

Jawabannya terdengar mantap, nyaris tanpa ragu.

Bagas menarik napas lega. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya, nyaris tak tertahan. Meski ia mencoba menyembunyikan, Alya sempat melihat ekspresi itu.

“Syukurlah…” gumam Bagas, nyaris tak terdengar.

Tapi cukup untuk membuat Alya menatapnya tajam. Kenapa?"

Bagas tersentak. "Nggak... nggak apa-apa."

Tapi rona wajahnya tak bisa bohong. Ada sesuatu yang meletup dari dalam dirinya, perasaan yang tak bisa dia jelaskan dengan kata-kata. Mungkin cemburu. Mungkin lebih dari itu.

Alya masih menatapnya, curiga, tapi ia tak menekan lebih jauh.

Dalam hati, Bagas merasa sedikit malu. Tapi juga, bahagia. Karena kini ia tahu, Alya tidak mencintai pria itu. Dan mungkin, meski kecil kemungkinannya, ia masih punya ruang di hati Alya.

...

Bel pulang sekolah berdentang nyaring, disambut suara riuh para siswa yang berhamburan keluar kelas.

Alya masih di dalam kelas. Ia sibuk merapikan buku-bukunya dan memasukkan satu per satu ke dalam tas. Tangannya cekatan, tapi pikirannya masih terbayang percakapan dengan Bagas di taman tadi.

Saat ia hendak menarik resleting tas, suara notifikasi ponsel terdengar.

Ting!

Alya mengernyit, lalu merogoh ke dalam tas, mengeluarkan ponsel yang tadi ia sembunyikan. Layarnya menyala, dan sebuah pesan masuk terpampang jelas.

Dari: Suamiku Tercinta ❤️

Alya langsung membeku.

Matanya membesar saat membaca nama kontak tersebut. “Suamiku tercinta?!” Desisnya lirih, nyaris panik. Jantungnya seperti melompat ke kerongkongan.

Apa-apaan ini?!"

Rasa heran berubah jadi geram saat ia menekan pesan itu.

“Aku tunggu di depan, sayang ❤️”

Dan yang membuat wajahnya makin merah adalah, foto profil pada kontak tersebut. Foto dirinya sendiri. Saat tidur. Dengan mulut sedikit terbuka dan rambut berantakan.

Alya spontan menutup layar ponsel, menoleh kanan-kiri memastikan tak ada yang melihat.

“PRIA TUA GILA!” batinnya menjerit.

Sudah cukup ponsel lamanya dibuang, sekarang ponsel barunya malah disabotase begini?! Ia tahu pasti Reihan yang mengganti nama kontak dan foto profil itu. Lelaki menyebalkan itu memang selalu punya cara membuatnya ingin melempar sesuatu.

Alya buru-buru keluar kelas, wajahnya masih merah karena malu dan marah yang campur aduk. Ia menuruni anak tangga dengan langkah panjang dan cepat, hingga akhirnya keluar ke halaman depan sekolah.

Dan di sanalah, terlihat sebuah mobil hitam mewah terparkir manis di pinggir jalan. Di sisi mobil, berdiri Reihan dengan kacamata hitam dan setelan kerja yang masih rapi. Wangi parfumnya bahkan sudah tercium dari jauh.

Begitu melihat Alya mendekat, Reihan tersenyum lebar lalu melangkah ke sisi penumpang. Dengan gaya berlebihan, ia membungkuk seperti pelayan kerajaan.

“Silakan masuk, Tuan Putri,” ucapnya sambil membuka pintu mobil, lengkap dengan senyum menggoda.

Alya mendengus. Tanpa banyak bicara, ia langsung menendang kaki Reihan dengan keras. cukup untuk membuat pria itu meringis.

“Aduh! Sayang, kenapa sih barbar banget?” keluh Reihan sambil mengusap kakinya yang baru saja jadi korban.

Alya tidak menjawab. Ia langsung duduk di dalam mobil dan membanting pintu. Reihan cepat-cepat masuk lewat sisi kemudi sambil masih mengelus kakinya.

Di dalam mobil, suasana sempat hening. Tapi Alya masih menatap layar ponselnya, wajahnya masam.

“Ngapain kamu ganti nama kontak aku jadi ‘Suamiku tercinta’ terus pake emot love segala?” tanyanya ketus, tanpa menoleh.

Reihan nyengir. “Biar manis. Biar kamu inget kalau kamu udah nikah sama pria tampan dan mapan ini.”

Alya menoleh tajam. “Terus foto profil itu? Dari mana kamu dapet?”

Reihan mengangkat bahu. “Dari CCTV kamar.”

“APA?!”

“Astaga, bercanda, Sayang… Itu aku fotoin waktu kamu tidur.”

Alya mendesah panjang. “Dasar aneh...”