Katanya, Arsel pembunuh bayaran. Katanya, Arselyno monster yang tak berperasaan. Katanya, segala hal yang menyangkut Arselyno itu membahayakan.
Seorang Berlysa Kanantasya menjadi penasaran karena terlalu banyak mendengar desas desus mengenai cowok bernama lengkap Arselyno M Arxell. Semua murid sekolah mengatakan bahwa Arsel 'berbahaya', menantang gadis yang bernama Lysa untuk membuktikan sendiri bahwa yang 'katanya' belum tentu benar 'faktanya'.
Penasaran kecil yang berhasil membuat Lysa mengenal Arsel lebih dalam. Penasaran kecil yang sukses menjebaknya semakin menjorok ke dalam jurang penasaran.
Pada akhirnya, Lysa mengerti; ternyata mencintai Arsel, memang seberbahaya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon __bbbunga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab XIX :// Dia?
Dentuman musik dalam bar menggema beraturan di telinga Arsel. Melangkahkan kaki menyusuri ruangan yang penerangannya remang-remang, lantas duduk di salah satu bar stools di mana Arfin— orang pertama kali memperkenalkannya pada pekerjaan 'jasa menyampaikan amanah lewat cara kekerasan' itu— sedang minum wiski di sana.
"Datang juga lo, Sel. Pesan minum dulu lo!" ujar Arfin seraya mengangkat tangan ingin memanggil peramu minuman untuk memesan alkohol.
Arsel menggeleng, buru-buru menolak. "Gue nggak minum."
Arfin hanya menatapnya tidak percaya, namun kemudian meneguk wiskinya lagi. Membatalkan panggilannya pada bartender. Arfin mengangkat jarinya bari ingat, lantas mengeluarkan amplop kuning dari saku celananya.
"Ini upah lo. Gue kasih bonus karena lo udah dapat banyak klien bulan ini," ungkap Arfin takjub sembari menyondorkan amplop itu di atas meja.
Arsel mengambil amplop itu, menaruhnya di saku celana. Tiba-tiba saja ia teringat dengan orang yang beberapa lali menguntitnya. Entah mengapa Arsel jadi berpikir kalau orang itu adalah suruhan dari targetnya tempo waktu, target dari kliennya bernama Jon.
Arsel bisa menerka dia bukan orang yang sembarangan, mengingat bagaimana cowok itu membawa teman sepergengannya menghajar balik dirinya sesuai Arsel menyerang cowok itu. Target itu ternyata jauh lebih berat dan berbahaya daripada target-targetnya sebelumya. Arsel mulai waspada dari Jon, takutnya membahayakan Lysa.
Berusaha mengungkap rasa penasarannya, Arsel berniat menceritakan masalah itu pada Arfin. Mungkin Arfin mengetahui atau setidaknya mengenali siapa targetnya itu."Ar, lo kenal sama orang ini, nggak?"
Arfin menautkan alisnya bingung, memperhatikan Arsel yang sedang berkutat pada ponselnya. Menunjukkan sebuah gambar kepadanya kemudian.
"Ini foto target yang klien gue kirimin ke gue waktu itu."
Arfin mengernyit, melihat siapa orang itu. Arsel memiringkan kepala, bertanya secara tidak langsung.
Arfin lantas menatapnya, memperjelas. "Dia Geri. Anak dari ketua bandar narkoba yang bakalan jadi penerus ayahnya. Jangan bilang lo... hajar dia?"
Arsel menatap Arfin bingung. Tidak mengerti kenapa Arfin terlihat begitu syok begitu tahu target dari kliennya itu. Dengan yakin, Arsel mengangguk agak sedikit canggung, merasakan ada yang aneh dengan orang itu yang di maksud Arfin.
Arfin meringis takut dengan jawaban Arsel barusan, mengusap rambutnya frustasi bingung harus gimana. "Waduh, bahaya."
Arsel memiringkan kepala, tidak mengerti. "maksud lo, gimana?, bahaya gimana anjing?!"
"Dia orang yang berbahaya, men. Jauh lebih berbahaya dari target-target lo sebelumya, hati-hati men. Jaga keselamatan lo, jangan coba-coba cari masalah dengannya. Gue nggak mau tanggung kalau lo cari masalah dengannya. Ingat men, gue cuma bisa peringatin lo" jelas Arfin dengan nada cemas dan takut. Aduh moga gue enggak kena masalah juga.
Sudah Arsel duga. Arsel sudah berasumsi Geri adalah targetnya yang paling berat dan berbayar, terlihat ketika ia sedang meninjunya waktu itu.
"Masalahnya, sekali aja lo punya masalah sama dia, maka dia nggak akan biarin lo hidup tenang atau lepasin lo seakan nggak ada yang pernah terjadi." Arfin menggeleng. "Dia pasti bakalan balas dendam atas penyerangan lo ke dia waktu itu"
Arsel tidak merespon, hanya berlabuh pada pikirannya sendiri. Bukannya apa-apa, Lysa ada bersamanya saat Geri dan orang-orangnya menyerang balik dirinya, Arsel takut Lysa yang tidak tahu apa-apa malah akan turut terlibat. Bagaimana jika Lysa terluka karena dirinya?"
"Oh iya, satu lagi," ujar Arfin, Arsel mendongak. "Dia bukan hanya pengedar narkoba aja, tapi juga salah satu sindikat perdagangan manusia. Dan wanita, selalu jadi target favoritnya"
...*****...
thor mampir juga dong ke ceritaku..