Jia dan Liel tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam kisah penuh rahasia, luka, dan perjuangan.
Kisah yang seharusnya manis, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang penuh rintangan, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang berpengaruh, membuat mereka kehilangan harapan.
Mampukah Jia dan Liel bertahan pada badai yang tidak pernah mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang, sebelum sempat benar-benar tumbuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBUAH PERINGATAN
Benar saja, sesampainya di sekolah, rumor buruk tidak terhindarkan. Mereka berbisik nyaring tanpa bersembunyi tentang Jia, seolah-olah Jia harus mendengarnya.
Tatapan sinis dan menghakimi kian tajam tertuju padanya, seakan-akan Jia adalah manusia paling tercela di muka bumi.
Belum lagi pertengkaran panjang antara dia dan Liel, yang entah kapan kesalahpahaman itu akan berakhir. Jia memutuskan untuk menepi sejenak. Dia butuh jawaban untuk dan mungkin satu-satunya orang yang tahu sesuatu adalah Sanna.
Jia sudah menelpon Sanna dan telah menetapkan tempat pertemuannya, di sebuah cafe, yang letaknya tidak jauh dari lingkungan sekolah barunya Sanna.
––––
Sekolah usai, Jia bergegas ke tempat yang dijanjikan. Jia melangkah ke sebuah kafe kecil bernama “Setitik Kopi”, sebuah cafe minimalis dengan gaya klasik. Letaknya tidak jauh dari sekolah baru Sanna. Dia pun duduk di sudut dekat jendela sambil mengaduk minumannya.
Tidak lama kemudian, suara langkah kaki menyapa. Namun, bukan Sanna, melainkan, Reonald muncul lebih dulu, dengan senyuman yang ragu. “Jia, kamu sering kesini juga? Kudengar kamu sempat dirawat di Rumah Sakit, bagaimana kondisimu sekarang?”
“Kak Reonald? Sedang apa disini? Balas Jia seraya terkejut dengan kedatangannya.
“Ah, panggil saja aku Reonald. Cafe ini milik ibuku, jadi aku mampir sebentar di sini, sekalian menunggu Kay, teman sekelasmu untuk datang mengambil minuman yang dipesannya.”
“Apa, Kay? Datang kesini?? sergah Jia dengan nada cemas.
“Benar, nah itu Kay sudah datang.” seru Reonald dengan wajah polosnya.
Jia terperanjat saat orang tidak terduga muncul, dan yang lebih mencengangkan lagi adalah saat yang mengantar Kay adalah Liel. “Sial, mengapa Liel bersama Kay !” batinnya dalam hati.
Kay datang dan menyapa Jia seraya mengambil minuman dari Reonald. Namun fokus Jia, tertuju pada Liel, yang diam bergeming di parkiran motor. Dia tidak masuk.
Hanya duduk diam di atas motornya, dengan helm yang separuh terbuka, memperlihatkan wajah yang tegas dan tatapan tajam yang menusuk langsung ke hati Jia.
Liel menggelengkan kepalanya dengan pelan, matanya memancarkan rasa kesal yang dia tahan dengan penuh usaha. Jia merasakan hal itu dan tidak berdaya. Dia merasa terjebak dalam situasi yang rumit.
Seakan membeku, dia tahu apa yang akan terlihat dari luar sana, yaitu dirinya dan Reonald, sedang bersama di tempat yang juga di kunjungi Kay. Namun, yang lebih menyakitkan adalah, Liel melihat semuanya.
Tidak berselang lama, Kay berpamitan. Dia melambaikan tangannya pada Jia saat beranjak pergi dari cafe.
Matanya melihat sebelah tangan kanan Kay memeluk erat pinggang Liel, membuat perasaan Jia menjadi tidak nyaman. Ada rasa sesak yang menyiksa Jia, yang tidak mampu dia ungkapkan dengan kata-kata.
“Apa ini yang dirasakan Liel saat tahu Kak Reonald ingin mendekatiku?” batinnya dalam hati.
Reonald menepuk lembut bahu Jia, membuatnya tersadar dari lamunannya. Dia memberitahu Jia bahwa dirinya harus segera pergi. Tidak berselang lama setelah Reonald pergi, Sanna datang menghampirinya.
______
Wanita yang sejak tadi dia tunggu, kini berdiri di ambang pintu cafe dengan raut wajah yang masam, tanpa senyuman. Dia juga tidak menunjukkan rasa bersalah. Seolah kehadirannya di sini adalah sebuah beban.
Tanpa basa basi, Sanna segera duduk di depan Jia. Secepat kilat Jia bersikeras agar dia mau membicarakan mengenai kepindahannya, bahkan semua yang dia ketahui, namun sayangnya Sanna tetap berkelit.
“Kuharap kamu tidak bergaul dengannya.” seru Sanna dengan serius.
Kata-kata itu membuat hati Jia tersayat secara perlahan. Bukan karena isinya, akan tetapi karena cara Sanna yang mengucapkannya dengan tegas, penuh peringatan dan rasa takut.
“Siapa yang kamu maksud, San??”
Sanna mendekatkan wajahnya ke arah Jia. “Lebih baik kamu menjauhi Liel, karena jika tidak, kamu akan berada dalam bahaya.”
“J–jangan membuatku bingung Sanna, lagipula ... mengapa aku harus menjauhinya? Sebenarnya … apa yang terjadi???”
Sanna menjauhkan wajahnya dan memilih untuk diam. Jia menggeleng, menahan marah yang membara dalam dada. “Kamu yang menyebarkan fitnah ke Den, lalu mengatakan aku wanita penggoda, namun kamu juga yang melarang—“
“Jangan bodoh!! Suatu saat kamu pasti akan mengerti maksudku. Aku pergi dulu.” potong Sanna seraya berdiri dari kursinya.
“Heii, tunggu dulu, mengapa kamu tiba-tiba saja pindah sekolah? Tolong jawab aku!!?”
Sanna berbalik dengan senyum getir di wajahnya. “Aku hanya tidak ingin terlibat lagi dengannya, kuharap kamu hidup lebih baik Jia, maafkan aku.”
Seketika Sanna pun pergi tanpa jejak, meninggalkan Jia dengan penuh ketidakpastian. Sedih rasanya saat Sanna menyuruh Jia untuk menjauhi Liel. Kepalanya terasa sakit saat mencoba memikirkannya.
“Apakah Liel sangat berbahaya? Ah, tidak mungkin, dia kan baik padaku meskipun menyebalkan.” ucapnya dalam hati.
Jia pun keluar dari cafe tersebut, kemudian dia berjalan perlahan di bawah langit senja yang mulai menyapa, lampu jalan mulai menyala satu per satu. Jia berdiri di trotoar seberang kafe, menunggu taksi yang belum juga datang.
Tangannya memeluk tas kecil, sementara pikirannya terus berputar, memikirkan ucapan Sanna. Namun seseorang menarik tangannya. Jia tercengang saat mengetahui bahwa yang menarik lengannya adalah orang yang dinantinya.
,, suka deh puny sahabat macam Nata