apa jadi nya semula hanya perjalan bisnis malah di gerebek paksa warga dan di nikahi dwngan ceo super galak???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fuji Jullystar07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 18
" Nona Calista " Panggil seseorang dengan lembut, suara nya tenang namun cukup membangunkan.
" Nona bangun " Ucap nya lagi bersaman membuka tirai, membiarkan sinar matahari masuk menerobos masuk, menyinari ke seluruh sudut kamar.
Calista mengerang pelan menutupi wajah nya dengan bantal.
" Eum sebentar lagi, aku masih mau tidur, lima menit lagi " rengek nya berguling kekiri ke kanan mencoba menghindari sinar matahari yang menyilaukan.
" Nona Calista, ini sudah jam setengah tujuh "
mata nya langsung membuka lebar, wajah nya langsung panik seketika.
" Aduh sial!. Aku ke siangan " teriaknya, lalu melompat turun dari tempat tidur dan berlari masuk ke kamar mandi.
Pelayan itu hanya menggeleng pelan, bibirnya tersenyum tipis melihat tingkah sang nona.
Kamar Calista yang selesai di renovasi terlihat luas dan mewah.
Di cat dengan warna putih dan pink yang feminim.
Jendela besar di sisi ruangan menampilkan pemandangan taman yang indah, dan aroma bunga segar menyebar dari vas mawar di meja kecil dekat tempat tidur.
Beberapa menit kemudian, Calista keluar dari kamar mandi, wajahnya masih basah oleh sisa air,tapi terlihat segar.
Rambut panjangnya sedikit kusut, Kamarnya kini sudah rapi, seolah tak pernah disentuh kekacauan pagi tadi.
Ia berjalan ke meja rias, lalu tertegun.
Deretan skincare mahal yang dulu hanya bisa ia lihat dari layar ponsel, berjejer rapi di hadapannya.
" Ini semua milik anda nona " Ucap suara lembut dari samping.
Calista menoleh kaget. Seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah berdiri di sampingnya, entah sejak kapan.
" Perkenalkan nama saya Sumiati panggil aja mbok sum. Yang akan mengurus segala kebutuhan nona, tinggal bilang saja"
" Oh ya..aku Calista mbok " Calista menjawab gugup, lalu segera berjalan ke walk-in closet yang pintunya terbuka.
Matanya membelalak saat melihat luas dan indahnya ruangan gantinya.
lemari dari kayu Jati asli yang mengkilap, rak sepatu bertingkat, dan ratusan pakaian tergantung rapi dan masih baru.
Ia langsung mengobrak-abrik lemari dengan bingung.
" Ada yang bisa saya bantu nona "
" Mbok baju baju saya di mana yah? "
" Maaf nona semua sudah di buang atas perintah tuan Arsenio "
" Kenapa di buang? Sayang sekali , mereka masih bagus bagus kan? " Keluh Calista
" Semua yang ada di sini, sekarang milik nona semua "
Calista menoleh, matanya berbinar penuh rasa tak percaya.
" Suguh ini untuk ku? "
" Iya Nona. Jika ada ke perluan tinggal panggil saya saya, pamit ke bawah."
" Iya "
" mbok sum " Panggilnya lagi
" Iya nona "
" Aku ingin mbok sum ngomong biasa aja, gak usah terlalu formal. "
" Baik nona akan saya coba " Jawab mbok sum tersenyum hangat.
Setelah pintu tertutup, Calista berdiri mematung di tengah walk-in closet, memandangi sekeliling dengan wajah kagum. Ia menyentuh kain gaun satin yang menggantung rapi, lalu senyum kecil muncul di wajahnya.
Namun, waktu tak berpihak.
Ia sudah terlambat. Calista buru-buru memilih pakaian paling sederhana.
Ia mengenakan setelan ungu muda yang terlihat rapi dan manis.
Blazernya pas di pinggang, dihiasi sabuk kecil bertabur mutiara.
Rok selutut membuatnya tampak sopan namun tetap anggun.
Ia mengambil tas putih kecil yang tergeletak di sofa, sementara jam tangan senada melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Rambut panjangnya dibiarkan terurai begitu saja, simpel, tapi tetap memancarkan kesan elegan.
Calista menarik napas panjang, lalu tersenyum pada bayangannya di cermin.
"Ayo Calista,semangat semua sudah terjadi, nikmatin saja fasilitas sebelum bercerai."
Calista menuruni anak tangga dengan langkah ringan, menyapa setiap orang yang ditemuinya.
"Selamat pagi, Nona Calista. Mau sarapan dulu?" tanya Martin ramah.
Calista menggeleng cepat. "Nggak sempat, aku buru-buru. Jakarta macet, aku takut telat naik KRL."
Martin, sopir pribadi keluarga itu, ikut menyahut sambil tersenyum tenang. " Nona, tenang saja. Di sini ada helikopter kalau Nona terlambat."
Calista menghela napas panjang. "Martin, kamu bikin aku kelihatan terlalu mencolok."
"Saya antar saja, ya?" tawar Martin sopan.
Calista sempat ragu, tapi saat melirik jam tangannya, ia akhirnya mengangguk.
Beberapa menit kemudian, Martin sudah siap di depan dengan mobil BMW seri tiga, pintu mobil terbuka menunggunya.
Calista mematung sejenak, lalu berbisik lirih, "Pak Martin, bisa nggak pakai mobil yang lebih murah? Ini terlalu mencolok."
Martin hanya tersenyum. " Ini sudah yang paling murah dan paling sederhana, Nona."
Calista membelalak. Sekaya apa sih Arsenio sampai BMW seharga satu miliar dianggap sederhana?
Saat ia hendak melangkah naik, suara langkah tergesa terdengar dari belakang.
" Non Calista, bekalnya ketinggalan "
Suara Mbok Sun terdengar nyaring dari kejauhan.
Nafasnya memburu saat ia setengah berlari sambil mengangkat rantang makanan tinggi-tinggi.
Calista yang sudah berdiri di dekat mobil menoleh, lalu tersenyum hangat.
“Iya. Mbok Sun. Makasih, ya,” ucapnya sambil menerima rantang itu dengan kedua tangan.
Dalam perjalanan, Calista menatap ke luar jendela mobil dengan pandangan gelisah.
Jari-jarinya mengetuk pelan paha, pertanda pikirannya tak tenang.
“Pak Martin, berhenti di parkiran mall, ya. Dekat kantor,” pintanya pelan.
Setelah turun dari mobil, ia menarik napas panjang. Kakinya melangkah cepat, namun matanya terus menoleh ke kiri dan kanan takut ada yang mengenalinya.
Tiba-tiba seseorang memanggilnya
" Calista! "
Suara lantang itu membuatnya tersentak, orang orang di sekitar melirik ke mereka tapi gadis itu acuh tak acuh
" Ada apa Na "
Seorang wanita berpenampilan cantik dengan blezer merah nya berlari menghampirinya. Matanya berbinar, dan bibirnya tertarik dalam senyum lebarnya yang khas.
Tanpa ragu, ia memeluk Calista erat.
" Calista baby, Ke mana aja kamu? Ibu sangat rindu anakku yang polos ini "
Calista tersenyum kaku, matanya berkedip cepat.
Ia menepuk punggung Nana pelan.
Nana melepas pelukannya, menatap wajah Calista dengan penasaran.
" Gimana dinasmu sama Pak Arsenio? "
Alisnya terangkat, menunggu jawaban.
" Apa terjadi sesuatu? "
Wajah Calista berubah pucat. Ia menunduk sedikit, menahan napas.
Melihat itu, senyum di wajah Nana memudar. Dahinya berkerut, tatapannya tajam menelisik.
"Calista____"
" Ah iya, Na? " Calista mencoba tersenyum, tapi senyum itu hanya menghiasi bibir, tidak sampai ke mata.
"Gak ada yang kamu sembunyikan, kan? " suara Nana melembut, namun jelas mengandung kekhawatiran.
Calista menggigit bibir bawahnya.
Jemarinya menggenggam erat pegangan rantang.
"Aku ingin cerita, tapi gak sekarang, Na."
Nana mengangguk pelan. Ia tak memaksa. Tangan kirinya menyentuh bahu Calista dengan lembut.
"Oke, kamu pasti mengalami sesuatu yang besar sampai gak bisa langsung cerita. Nanti pas istirahat, kita ke rooftop, ya. Aku tunggu kamu di sana."
_________
" Tuan Damian ini informasi yang anda inginkan " Damian langsung mengalihkan mata dari dokumen ia pegang ke map yang di pegang Wiliam sekertaris nya. Ia langsung membaca maaf itu dan tersenyum samar
" Menarik "