Nadia Prameswari menjalani kehidupan yang sempurna dengan suaminya di mata publik. Namun sebenarnya, pernikahan itu hanya untuk kepentingan bisnis dan politik.
Nadia seorang wanita aseksual, membuat Arya selingkuh dengan adik tirinya.
Hal itu membuat Nadia bertekad memasang chip di otaknya untuk mengaktifkan hasrat yang selama ini tidak pernah dia rasakan.
Namun, apa yang terjadi setelah rasa itu aktif? Apa dia akan menjerat Arya atau justru terjerat pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
"Niko, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Nadia setelah mereka masuk ke dalam rumah. Pintu rumahnya telah tertutup dan ada pengawal yang berjaga di luar rumah agar tidak ada yang masuk termasuk Arya.
Niko menganggukkan kepalanya. Meski tidak bisa dia pungkiri, kepalanya masih terasa sakit karena benturan keras yang terjadi. "Kamu tidak perlu khawatir. Kamu belum sepenuhnya sembuh. Istirahat saja di kamar." Niko menuntun Nadia menaiki tangga dan kembali masuk ke dalam kamarnya.
"Mulai sekarang, aku melarang Arya bertemu kamu selain di depan media. Kamu tenang saja, dengan rekaman CCTV yang aku punya, dia pasti akan segera membantu proses izin produksi," kata Niko sambil menutup pintu kamar Nadia.
Nadia justru mengunci kamar itu. Dia memeluk Niko dengan erat. Dia sangat ketakutan sebelumnya. Untunglah, Niko sekarang berdiri tegak di depannya dan bisa dia peluk. "Aku takut sekali kamu kenapa-napa."
Niko mengusap lembut punggung Nadia sambil mencium rambutnya. "Aku tidak apa-apa. Aku sudah mengurus semuanya."
Kemudian Niko meregangkan pelukannya dan menatap Nadia. Dia menangkup kedua pipi Nadia. "Kita harus bergerak cepat, lalu kamu segera ceraikan Arya. Aku tidak ingin hidup kamu terus berada dalam bahaya seperti ini."
Nadia terus menatap sorot mata Arya. "Tapi, aku juga tidak ingin kamu dalam bahaya karenaku. Kadang, aku ragu menjatuhkan pilihanku padamu. Aku takut, kamu celaka. Aku tidak bisa melihat kamu terluka seperti ini."
"Aku tidak apa-apa. Percayakan semua padaku."
Nadia tertawa dan memukul pelan dada Niko. "Tetap saja aku khawatir. Kamu tambah pengawal juga untuk kamu."
Niko mengangguk mengiyakan permintaan Nadia agar tidak terlalu khawatir padanya. "Oke. Aku akan menambah pengawal."
Niko semakin menunduk dan memiringkan wajahnya. Dia mencium bibir Nadia dengan lembut. Setelah adrenalinnya berpacu menghadapai mobil dengan rem blong. Sekarang dia butuh ketenangan.
Nadia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Niko. Dia membalas setiap pagutan yang diberikan Niko. Rasa itu menjalar ke sekujur tubuhnya. Perlahan tubuhnya didorong Niko menuju ranjang tanpa melepas ciuman yang semakin memanas.
Mereka berdua akhirnya terjatuh di tengah ranjang. Niko semakin menindih tubuh Nadia. Dia tidak menyangka, setelah sekian lama dia mendamba akhirnya dia bisa sedekat ini dengan Nadia.
Niko melepas ciumannya saat merasakan napas Nadia semakin sesak. Perlahan, dia semakin menunduk dan menyapu leher putih itu.
Nadia semakin mendongak. Sensasi yang dia rasakan begitu nyata. Ada dorongan yang membuatnya ingin merasakan lebih.
Namun, Niko menghentikan gerakannya karena tiba-tiba luka di dahinya kembali terasa sakit. Dia memejamkan matanya sesaat.
"Kamu kenapa?" tanya Nadia panik sambil menahan Niko dengan satu tangannya.
Akhirnya Niko menghempaskan dirinya di samping Nadia. "Kepalaku sakit." Satu tangannya kini memeluk perut ramping Nadia. "Aku boleh aku tidur di sini?"
"Tentu boleh." Nadia tersenyum melihat wajah Niko yang sekarang menempel di dadanya. Dia kini mengusap rambut Niko dengan satu tangannya.
Nadia terus menatap luka di dahi Niko yang terlihat memerah di sekitarnya. "Luka kamu beneran tidak apa-apa?"
"Iya, aku sudah ct scan. Tidak ada luka dalam. Aku baru saja minum obat pereda nyeri. Aku butuh istirahat sebentar."
"Iya, tidurlah. Dua hari ini kamu hampir tidak tidur karena terus menjagaku. Hmm, nanti malam kamu tidur di sini ya?"
"Iya. Nanti malam akan aku lanjutkan adegan barusan." Hanya beberapa detik saja setelah mengatakan itu, dia sudah tidur dengan nyenyak.
Nadia terus tersenyum menatap wajah Niko. Dia tidak menyangka hubungannya dan Niko bisa sedekat ini sekarang.
"Nanti malam?" Wajah Nadia bersemu merah dan pipinya terasa memanas. "Aku sudah tidak sabar."
***
"Segera kamu urus izin produksi yang diminta Nadia. Jika tidak, aku akan sebarkan bukti kalau kamu telah mencelakaiku. Aku juga punya bukti kalau kamu yang memberi obat tidur di minuman Nadia hingga membuat nyawa Nadia terancam."
Arya mengernyitkan dahinya membaca pesan dari Niko di ponselnya. "Dia berani sekali. Dia sudah tidak memakai bahasa formal lagi."
"Ada apa?" tanya Rissa yang masih ada di unit apartemen Arya hingga malam telah larut.
"Aku curiga sama Niko. Dia mulai berani melawan." Arya mengirim pesan pada anggota timnya untuk mencari tahu siapa Niko sebenarnya.
"Jangan-jangan Kak Nadia juga main belakang dengan Niko."
Mendengar hal itu seketika Niko menatap Rissa. "Mana mungkin? Nadia tidak memiliki hasrat pada pria manapun. Selama lima tahun ini, aku tahu Niko hanya bekerja untuk Nadia. Meskipun Niko punya perasaan pada Nadia, mereka juga tidak akan bisa bersama."
"Iya sih. Tidak mungkin juga Kak Nadia mau dekat sama pria. Yang ada di pikiran Kak Nadia hanya bekerja." Rissa semakin mendekati Arya dan bersandar di bahunya. "Apa Kak Arya tahu apa rencana Kak Nadia?"
"Nadia akan memproduksi sendiri hasil penelitiannya."
Rissa terkejut mendengar hal itu. "Bagaimana bisa? Apa Kak Nadia punya dana sebesar itu?"
"Kamu tahu sendiri kan Nadia punya ambisi yang besar. Kalau dia membangun perusahaan produksi sendiri, otomatis kamu tidak mendapat proyek. Mencari proyek dari luar sangat sulit karena pusat penelitian terbesar ada di perusaan Nadia."
Rissa terdiam beberapa saat. "Apa Kak Nadia punya proyek yang masih diteliti?"
"Iya, tiga proyek yang disebutkan saat malam amal minggu lalu."
Rissa memegang tangan Arya dan menatapnya dengan serius. "Kak Arya, bantu aku mengambil hasil penelitian itu."
"Kamu ingin mencurinya?" tanya Arya sambil menatap Rissa untuk memastikan apa yang dia dengar benar.
"Iya, dengan begitu aku bisa memproduksi sendiri dan Kak Nadia tidak akan mendapatkan apapun."
Arya berpikir keras. Mencuri hasil penelitian itu jelas sangat sulit. Selama ini dia sama tidak pernah sama sekali masuk ke dalam laboratorium karena tempat itu sangat privasi. "Sepertinya sangat sulit, tapi aku akan mencari cara."
hottttt
di tunggu updatenya
pasti Nadia luluh...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
parah ni