Seraphina dan Selina adalah gadis kembar dengan penampilan fisik yang sangat berbeda. Selina sangat cantik sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta dengan kecantikan gadis itu. Namun berbanding terbalik dengan Seraphina Callenora—putri bungsu keluarga Callenora yang disembunyikan dari dunia karena terlahir buruk rupa. Sejak kecil ia hidup di balik bayang-bayang saudari kembarnya, si cantik yang di gadang-gadang akan menjadi pewaris Callenora Group.
Keluarga Callenora dan Altair menjalin kerja sama besar, sebuah perjanjian yang mengharuskan Orion—putra tunggal keluarga Altair menikahi salah satu putri Callenora. Semua orang mengira Selina yang akan menjadi istri Orion. Tapi di hari pertunangan, Orion mengejutkan semua orang—ia memilih Seraphina.
Keputusan itu membuat seluruh elite bisnis gempar. Mereka menganggap Orion gila karena memilih wanita buruk rupa. Apa yang menjadi penyebab Orion memilih Seraphina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secretwriter25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03. Pertemuan Tak Sengaja
Pagi itu, rumah keluarga Callenora berubah menjadi lautan suara langkah kaki penuh kebisingan. Para pelayan mondar-mandir membawa nampan, bunga, dan bermacam perlengkapan lainnya. Aula tengah sedang disiapkan untuk jamuan malam penting—malam di mana keluarga Altair akan datang. Selina sudah berdiri di depan cermin besar di kamarnya, dikelilingi dua penata gaya pribadi. Gaun-gaun mahal menggantung di sekelilingnya—biru, ungu lembut, merah marun—semuanya memantulkan kilaunya di bawah cahaya lampu kristal.
“Tidak ada yang cocok! Aku terlihat biasa di semua gaun ini!” seru Selina kesal, melempar sebuah gaun ke arah kursi. “Pilih yang bisa membuatku terlihat seperti putri raja, bukan model murahan!”
Para pelayan hanya menunduk, takut menatap wajah sang nona yang tengah murka. Jantung mereka berdetak tak karuan, takut kalau menjadi sasaran amukan sang nona. Beberapa kali hanger melayang—hampir mengenai wajah salah satu di antara mereka.
Sementara itu di seberang koridor, Seraphina berdiri diam di depan jendela kamarnya. Dari jauh, ia bisa mendengar suara gaduh dari kamar kembarannya—suara tawa, suara marah, dan denting hanger gaun yang bersahutan. Ia menarik napas dalam.
“Alina,” panggilnya pelan.
Pelayan muda itu menghampiri. “Ya, Nona?”
“Aku ingin keluar sebentar.”
Alina menatapnya khawatir. “Tapi Tuan Damian melarang Nona meninggalkan rumah tanpa izin.”
Seraphina menunduk, lalu mengambil masker dari laci. “Aku tidak akan lama. Aku hanya… ingin membeli sesuatu.”
Alina tau, tak ada gunanya menahan gadis itu jika sudah bertekad. Ia akhirnya mengangguk. “Baiklah, tapi saya akan menunggu di gerbang belakang, Nona. Dan saya akan memastikan tidak ada yang tau tentang kepergian Nona.”
Seraphina mengangguk pelan. “Aku akan segera kembali,” ucapnya sebelum berbalik arah, meninggalkan Alina.
——
Butik kecil di sudut kota itu nyaris tak terlihat dari jalan utama. Dari luar butik itu tampak biasa saja, namun sebenarnya butik itu jauh lebih baik dari butik mewah mana pun. Pemiliknya tidak menerima sembarangan klien—hanya yang mendapatkan undanganlah yang bisa menemukan butik rahasia itu.
Begitu masuk—aroma kain baru dan cahaya lampu kuning lembut langsung menyambutnya. Butik itu milik seorang desainer tua yang karyanya tidak bisa dipakai oleh sembarang orang. Seraphina masuk pelan, wajahnya tertutup masker dan rambutnya sebagian menutupi sisi wajahnya.
“Nona Seraphina,” sapa sang pemilik butik, tersenyum ramah. “Sudah lama tidak ke sini.”
“Aku tidak sempat datang,” jawab Seraphina. “Aku datang karena ingin sesuatu yang sederhana,” ucap Sera lembut.
“Boleh saya tau kau membutuhkan gaun untuk apa, Nona?” wanita tua itu menatap lekat Seraphina.
“Untuk hari yang penting, Madam. Sebuah pertunangan…” jelas Seraphina meskipun ia tampak ragu dengan ucapannya.
“Kalau begitu kau perlu sesuatu yang tidak mencolok, tapi elegan.” Wanita itu menuntunnya ke ruang khusus di belakang.
Di sana, ia memberikan sehelai kain berwarna cream dengan sentuhan renda halus di bagian leher. “Sempurna,” gumamnya pelan, senyum kecil muncul di balik masker.
“Kau harus mencobanya dulu, Nona,” ucap wanita itu.
Seraphina mengangguk pelan. “Madam… kenapa kau hanya memberiku undangan ke butik ini, sementara Selina tidak? Bukankah Mama juga salah satu pelanggan terpilih di butik ini, seharusnya kau mengundang kedua putrinya,” ucap Seraphina.
“Undangan ke butik ini bukan melalui warisan, Nona.” Wanita itu tertawa. “Saya hanya memilihnya melalui penilaian saya. Dan menurut saya—Nona Selina tidak cocok menjadi pelanggan saya,” jelas wanita itu.
“Bisakah kau memberitahu alasannya, Madam?” tanya Seraphina.
Wanita itu tersenyum tipis. “Sebaiknya kau coba gaunmu, Nona,” ucapnya lalu pergi meninggalkan Seraphina.
Seraphina menghela napas kasar lalu memasuki ruang ganti. Setelah beberapa menit di dalam ruang ganti, gadis itu keluar dan menatap dirinya di cermin yang berdiri di depan ruang ganti. Seraphina menatap pantulan dirinya yang tampak indah.
“Kamu hanya indah jika wajahmu tidak terlihat, Sera,” gumamnya. Ia tertawa sendiri—menertawakan dirinya sendiri.
“Kamu sangat cantik dengan gaun itu, Nona,” suara pria yang berbicara dengan nada rendah membuatnya spontan menoleh.
“T-terima kasih…” jawab Sera gugup.
“Apa kamu harus menghadiri acara penting dengan gaun secantik itu?” tanya pria itu.
“Ya. Aku akan menghadiri acara penting nanti malam,” jawab Seraphina. Ia menatap pria yang berdiri di belakangnya dari balik cermin.
“Ah, sebentar…” pria itu mendekat, “resleting gaunmu masih terbuka,” ujarnya lalu menarik resleting gaun yang dikenakan Seraphina.
Seraphina membeku. Dia bisa merasakan napas pria itu di tengkuknya.
“Kamu sangat wangi, Nona,” bisik Orion lirih. “Aroma tubuhmu mengingatkanku dengan seseorang,” bisiknya.
Seraphina menoleh, menatap lekat pria yang jauh lebih tinggi darinya itu. Ia hendak protes, namun tubuhnya mendadak mematung saat melihat pria di hadapannya. Sera sangat mengenalinya. Pria itu—Orion Altair.
Seraphina bergegas menundukkan kepalanya. “Aku permisi…” ucap Seraphina lalu bergegas masuk kembali ke dalam ruang ganti.
———
Seraphina melangkah dengan gontai memasuki rumahnya. Di tangannya ada beberapa kantung belanja. Usai dari butik, Seraphina mampir ke toko buku. Seraphina lebih sering menghabiskan waktunya dengan membaca buku daripada bermain bersama teman-temannya.
Sebenarnya itu semua juga karena Sera tidak mempunyai teman. Kebanyakan teman yang mendekatinya pasti ada maksud tersembunyi.
Sera sempat mempunyai seorang teman dekat yang sangat baik saat SMP, tapi Selina membully gadis itu dan melarangnya bermain dengannya. Sera tidak mengerti kenapa Selina tidak ingin Sera mempunyai teman.
"Hari ini sangat melelahkan!" batin Seraphina. "Aku sangat kaget karena bertemu Orion tadi," lirihnya.
Seraphina menatap sekelilingnya lalu mengendap-endap menuju kamarnya. Dia masih bisa melihat beberapa pelayan yang sibuk dengan tugasnya.
"Aku tidak boleh ketahuan Selina ataupun Papa!" batin Sera.
“Ke mana saja kamu, Sera?”
Suara Selina membuat Sera menghentikan langkahnya. Ia tampak terkejut dan hampir menjatuhkan tas kecilnya. “A-aku… hanya keluar sebentar. Udara kamar terlalu pengap.”
Selina menyipit curiga. “Keluar? Tanpa izin Papa? Jangan bilang kamu pergi bertemu seseorang?”
Tatapan tajam itu menusuk. Sera menelan ludah, mencoba tenang.
“Tidak. Aku hanya berjalan sebentar di taman bawah. Tanyakan saja pada Lathi, dia melihatku tadi,” cicit Sera.
“Apa yang kau bawa?” Selina menatap kantung belanja yang dipegang Seraphina.
Wajah Sera memucat saat mendengar pertanyaan Selina. “A-aku hanya membeli beberapa buku…” jawabnya gugup.
“Kamu membeli buku? Tadi kamu bilang cuma berjalan-jalan di taman bawah.” Selina menatap Sera penuh curiga. “Kamu membohongiku, Sera?” Ia menjambak rambut Sera.
“Tidak… aku tidak membohongimu.” Selina menggeleng cepat. “Aku tadi belanja sebentar lalu jal—” ucapan Sera terputus saat Selina merebut kantung belanja yang ia pegang.
“Ya Tuhan! Apa yang akan Selina lakukan saat tau kalau aku membeli gaun untuk acara nanti malam!” batin Sera penuh ketakutan.
🍁🍁🍁
Bersambung