NovelToon NovelToon
Endless Journey: Emperors Of All Time

Endless Journey: Emperors Of All Time

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Fantasi Timur
Popularitas:346
Nilai: 5
Nama Author: Slycle024

Ketika perang abadi Alam atas dan Alam bawah merembes ke dunia fana, keseimbangan runtuh. Dari kekacauan itu lahir energi misterius yang mengubah setiap kehidupan mampu melampaui batas dan mencapai trensedensi sejati.

Hao, seseorang manusia biasa tanpa latar belakang, tanpa keistimewaan, tanpa ingatan masa lalu, dan tumbuh dibawah konsep bertahan hidup sebagai prioritas utama.

Namun usahanya untuk bertahan hidup justru membawanya terjerat dalam konflik tanpa akhirnya. Akankah dia bertahan dan menjadi transeden—sebagai sosok yang melampaui batas penciptaan dan kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Slycle024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penasaran dan Ketidaktahuan

Di dalam asrama, Zhang Hao melangkah perlahan menuju ruangan kecil yang sederhana. Ia meletakkan makanan yang baru dibelinya ke dalam sebuah wadah tanah liat.

Namun, sejak tadi ia tahu bahwa ada orang lain yang mengikutinya masuk. keberadaan itu bukan asing lagi—dia adalah Mu Huan.

Zhang Hao bisa merasakan keberadaannya di belakang, namun tidak ada jejak permusuhan dari gadis itu. Karena itulah, ia memilih untuk mengabaikan kehadirannya.

Suasana di dalam asrama pun hening. Hanya suara wadah tanah liat yang bergesekan dengan meja kayu, sementara Mu Huan berdiri tak jauh di belakangnya, menatap punggung Zhang Hao dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Setelah selesai menyimpan makanan, Zhang Hao melangkah ke tengah ruangan, suaranya terdengar ringan dan lembut, “Kakak Huan, bukankah tidak sopan masuk ke asrama orang lain?”

Mendengar itu, Mu Huan melangkah mendekat. Kini jarak mereka hanya sekitar tiga meter, berhadapan secara langsung. Matanya meneliti wajah Zhang Hao yang datar, tanpa sedikitpun rasa bersalah atau malu. Dengan tatapan yang sulit dimengerti, ia akhirnya bertanya,

“Apakah masih sakit?”

“Sedikit,” jawab Zhang Hao singkat.

Mu Huan mengernyit, sedikit kesal. “Lalu, kenapa kamu melakukan itu di kedai?”

“Melakukan apa?” tanya Sen Lin, tetap tenang. “Bukannya kamu yang menawarkan jabat tangan?”

Rasa geram Mu Huan memuncak. “Kenapa kamu membersihkannya setelah berjabat tangan?”

“Terkena kuah sup,” jawab Zhang Hao datar.

Mu Huan mengangguk, seolah memahami, meskipun sikapnya tetap tegas. Bagaimanapun, ia adalah putri seorang tetua agung; cerdas, cukup dewasa, dan penuh pertimbangan. Namun ketika pandangannya jatuh pada tangannya sendiri, amarah kembali menyala, dan ia menatap Zhang Hao dengan mata yang menuntut jawaban.

“Kenapa kamu menarik tanganku… lalu melakukan itu?” tanyanya, suara dipenuhi rasa penasaran dan kemarahan.

“Tidak ada alasan,” jawab Zhang Hao singkat.

“Benarkah? Cepat katakan!” desak Mu Huan.

“Aku tidak tahu,” katanya lagi, tetap tenang.

“Kalau begitu… kenapa kamu melakukannya?”

“Entahlah.”

“Apa kamu benar-benar tidak tahu?”

“Tidak.”

Mu Huan menarik napas panjang, seakan menahan gejolak emosinya. Perlahan, ia mulai menjelaskan makna sebenarnya dari tindakan itu, berusaha agar kata-katanya jelas dan tidak disalahartikan.

Zhang Hao mendengarkan, wajahnya tetap datar, tak menampakkan sedikit pun reaksi. Saat penjelasan selesai, ia hanya menatap Mu Huan dengan tenang, lalu bertanya, “Jadi? Aku harus apa sekarang?”

“Tidak apa-apa. Aku hanya memberitahumu,” jawab Mu Huan pelan.

“Baiklah, terima kasih atas penjelasannya. Sekarang… silakan keluar dari asramaku.”

Nada Mu Huan berubah, terdengar kesal. “Kau mengusirku?”

“Iya. Silakan keluar.”

“Apakah orang tuamu tidak pernah mengajarkan tata krama sedikitpun?” tanyanya, nada geram tak bisa disembunyikan.

“Iya. Lalu?”

“Apakah kau pernah belajar tentang batas antara lawan jenis?”

“Tidak.”

“Lalu kenapa melakukan itu padaku saat di kedai?”

“Aku tidak tahu,” jawab Sen Lin, wajah tetap tenang.

“ Cukup! Jangan bicara lagi.” Suara Mu Huan meninggi. Ia menatap Zhang Hao dengan sorot aneh, seakan ingin memastikan sesuatu dari setiap jawaban.

Namun semakin banyak ia bertanya, semakin tidak jelas pula gambaran yang ia dapatkan. Akhirnya, ia menghela napas panjang seolah menandakan sebuah keputusan ekstrem yang tengah ia ambil.

Ia mengambil bangku di samping meja, lalu duduk. Ia menatap wajah polos Sen Lin, lalu menegakkan tubuhnya dan berkata “ kemarilah, sentuh dan remas bagian ini dengan keras.”

Setelah mengatakan itu, ia menutup matanya berharap mendapatkan jawaban atas semua keraguannya.

Mendengar itu, Zhang Hao melangkah mendekat tanpa suara sedikit pun. Gerakannya tenang, namun penuh keyakinan.

Saat jarak sudah cukup dekat, ia mengulurkan satu tangan. Dalam sekejap, telapak tangannya mendarat di gumpalan lembut milik Mu Huan tanpa keraguan.

Di sisi lain, tubuh Mu Huan langsung bergetar hebat, matanya terpejam rapat karena diliputi ketidakpercayaan. Ia bahkan tak berani membukanya. Sebelum sempat mengeluarkan sepatah kata pun, Zhang Hao telah mengerahkan tenaga dan meremas dengan keras.

“Ahhh… hentikan… hentikan!” teriak Mu Huan keras, suaranya penuh kepanikan. Tubuhnya meronta tak terkendali, berusaha melepaskan diri. Guncangan itu begitu kuat hingga bangku tempatnya duduk tak sanggup menahan guncangan, retak, lalu hancur berkeping-keping di bawahnya.

Sebelum jatuh, ia menarik Zhang Hao secara tidak sadar.

“Gedebuk!”

Suara jatuh terdengar begitu renyah, mereka jatuh secara bersamaan. Jika ada disana ramai, orang-orang akan melihat adegan tersebut dengan kaget dan menutup mata.

Bagaimana tidak kaget, posisi mereka sudah terlalu absurd, Zhang Hao berada diatas dan Mu Huan berada di bawah, wajahnya menempel di bantal lembut bagian kanan, sementara salah satu tangan mencengkram keras bagian kiri.

Disisi lain, Mu Huan merasa tubuhnya tersetrum, ia masih diam menutup mata dan mulai menyesali keputusannya. bagaimana tidak, saat ini dia mengalami kerugian yang begitu besar, bagaimanapun dia memiliki harga diri yang tinggi, tapi sekarang.

Mu Huan akhirnya membuka matanya. Tatapannya tajam menusuk, suara dingin keluar dari bibirnya, “Lepaskan tanganmu.”

Zhang Hao mengangkat kepala, menatap Mu Huan dengan bingung, ada sedikit kekesalan di matanya. Dengan nada datar ia menjawab,

“Kakak Huan, dengan kondisi ini… jika aku memaksa berdiri, tanganku pasti patah.”

“Diam! Cepat berdiri!” bentak Mu Huan, suaranya menggema keras.

Zhang Hao terdiam sejenak. Ia merasa Mu Huan sedang mempermainkannya. Menurut logikanya, wanita itu pasti tahu konsekuensinya. Rasa kesal menyelinap, namun ia menahan diri. Setelah menarik napas panjang, ia menunduk sedikit, lalu berkata dengan suara lembut,

“Kakak Huan, tolong lepaskan tangan kananku terlebih dahulu… baru aku bisa berdiri.”

“Tangan kirimu juga masih menempel,” balas Mu Huan keras kepala. Namun rona merah tipis muncul di wajahnya—campuran amarah dan rasa malu—karena bagaimanapun, tangan itu masih menempel di area yang terlalu sensitif untuk diabaikan.

Segera, Zhang Hao melepaskan tangan kiri secara langsung tanpa jeda, hal membuat kaget tubuh Mu Huan, seharusnya itu dilepaskan secara perlahan.

Setelah melihat Zhang Hao melepaskan tangannya, Mu Huan juga melepaskan tangan kanan Sen Lin, lalu mendorongnya dengan keras.

Ia berdiri, lalu merapikan pakaiannya. Segera, ia menatap wajah anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu, tapi ia tidak menemukan kesengajaan apapun. Namun, ia ingin memastikan lebih lanjut sehingga ia memiliki alasan.

“ Kemari, sekarang sentuh bibirku.” Ucap Mu Huan dengan nada main-main.

Zhang Hao yang masih duduk di lantai menghela nafas panjang, ia berdiri lalu mendekati Mu Huan.

Mu Huan yang melihat sebuah tangan mendekati wajahnya, seketika terkejut dan ketakutan, Ia dengan cepat menggerakan tangannya.

Plak!

Suara tembakan terdengar, Zhang Hao terkejut karena ini kedua kalinya ditampar, ia menatap Mu Huan dengan kesal.

“Kakak Huan, kenapa kamu menamparku lagi.” tanya Sen Lin, namun ada kekesalan dari nada suaranya.

“Diam! Mesum bodoh!” Teriak Mu Huan dengan nada tinggi.

“Baiklah, silahkan keluar….Aku perlu istirahat sebelum kelas sore.” ucap Zhang Hao dengan lembut dan sopan.

Mu Huan menatap anak laki-laki itu yang tidak mengalami perubahan apapun kecuali sedikit kekesalan setelah kejadian ini, merasa terhina dan marah tapi ia juga tidak bisa menyalahkannya.

Ia berjalan keluar, lalu membanting pintu dengan keras.

****

Di sebuah jalan setapak, Mu Huan melangkah dengan geram. Dalam hatinya ia hanya bisa berharap semua yang terjadi hari ini hanyalah mimpi buruk. Namun, setiap denyut sakit menolak anggapan itu, menegaskan bahwa semua benar-benar nyata.

Wajahnya dipenuhi ekspresi kesal dan murung. Setiap murid yang berpapasan dengannya memilih menyingkir, seakan takut terseret dalam badai emosi yang terpancar dari sorot matanya.

Tak lama kemudian, ia tiba di depan asrama. Sebelum sempat masuk, dua teman perempuannya sudah menunggunya di sana. Mereka menyodorkan bungkusan makanan yang dibeli dari beberapa kedai, mencoba menyenangkan hati Mu Huan yang tampak tidak baik-baik saja.

Waktu pun berlalu tanpa terasa. Langit mulai berubah warna, menandakan datangnya jadwal pelajaran sore.

1
誠也
7-10?
Muhammad Fatih
Gokil!
Jenny Ruiz Pérez
Bagus banget alur ceritanya, tidak monoton dan bikin penasaran.
Rukawasfound
Lucu banget! 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!