SCRIPT SWEET

Aluna buru-buru menurunkan jarinya, berusaha setenang mungkin untuk tidak berubah menjadi fan girl Mas Ojol itu. Apalagi Pak Cokro tak berniat mengenalkan Mas Ojol pada anak KKN, ya buat apa juga. Beda kepentingan. Setelah kedatangan Mas Ojol tersebut. Pak Cokro pun pamit dan segera mengendarai motor beliau, tak lupa memberi tahu rentang tanggal kunjungan selanjutnya.

Aluna melihat kepergian Mas Ojol dan Pak Cokro seksama, sampai pundaknya ditepok sama Gavin. "Merasa kehilangan Pak Cokro banget?" tanya Gavin konyol. Aluna hanya menghela nafas pendek, ingin rasanya menonyor jidat temannya yang sedikit oleng itu. Gak gitu konsep tatapan Aluna pada Pak Cokro. "Apa jangan-jangan lo naksir sama pemuda itu?" tanya Gavin sembari makan onde-onde yang dibawa Mbak Kamila.

"Lah, aku aja gak kenal sama Masnya!" ujar Aluna sangat pandai menutupi ekspresi sukanya. Gavin terkikik mengangguk juga, baru pertama juga ya kali Aluna langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Mereka pun kemudian koordinasi tentang kegiatan enterpreunership yang pertama. Eriska yang diminta menjadi narasumber, karena dia anak pertanian yang sangat ideal dengan kondisi mata pencaharian warga di sini.

Menurut kabar dari Pak RT, sesepuh daerah ini sudah memberikan wasiat kepada anak temurunnya untuk tidak boleh menjual sawah atau ladang yang diwariskan kepada mereka. Barang siapa yang menjualnya akan menjadi miskin 7 turunan, begitu kata sesepuh. Akhirnya anak turunnya tidak ada yang berani menjual sawah atau ladang yang mereka miliki. Untuk membangun rumah yang layak tentu dibutuhkan modal yang gak murah bukan, sedangkan hasil panen tak menentu. Alhasil, ada solusi untuk menjadi TKI saja, sebagai jalan lain mengumpulkan uang agar bisa membangun rumah.

Sedangkan sawah dan ladangnya dikelola semampunya untuk kebutuhan harian saja. Gaya hidup warga di sini memang sangat sederhana, makan hasil dari olah ladang atau sawah, tapi tidak dengan rumah. Di sini rumahnya bagus-bagus, hasil dari kerja TKI itu. Namanya manusia, tentu ada iri bila melihat tetangganya rumah bagus. Sehingga, sawah atau ladangnya disewakan. Hasil sewa dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari, sedangkan hasil TKI digunakan untuk membangun rumah.

Tentu orang luar beranggapan aneh punya pemikiran seperti itu, tapi namanya adat setiap daerah punya aturan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Oleh sebab itu, dengan adanya KKN ini, diharapkan mereka lebih baik mengolah sawah dan ladangnya sendiri saja, agar bisa mandiri pangan, sekaligus mengurangi pemuda yang pergi menjadi TKI. Dengan maraknya berita internasional tentu wajib diwaspadai.

Program KKN yang akan dijalankan di bidang pertanian ini, terkait dengan produk alternatif hasil panen Eriska berkoordinasi dengan mahasiswa boga, Citra dan Astri. Jadi hasil panen diolah menjadi sebuah produk nanti bisa dijual di kota atau bahkan luar negeri, begitu target program ini.

Sesuai kesepakatan warga desa dan mahasiswa KKN, kegiatan dilakukan setelah ashar. Kebanyakan ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah sepuh ikut, sedangkan usia produktif malah tidak ikut. Mereka heran saja kenapa yang produktif malah usia senja. Mereka menggelengkan kepala, zaman semodern ini, semua yang serba instan dan melibatkan AI, daerah ini malah stagnan untuk mempertahankan adat tanpa diizinkan teknologi masuk daerah ini. Ponsel pintar memang digunakan tapi tidak boleh berisi aplikasi-aplikasi tertentu hanya diizinkan telepon dan sms saja.

"Menyerah gue!" ucap Eriska yang saat menjadi narasumber tadi dibantah terus dengan bapak atau ibu yang kekeh mempertahankan real food. Artinya segala macam hasil olah lebih baik dikonsumsi langsung tanpa banyak proses, kalau dikukus, ya dikukus saja. Tanpa ada tambahan kulit pangsit dan lain-lain. Eriska yang kesebarannya hanya setipis tisu, berusaha sekuat tenaga untuk tidak berkata kotor. Mengajari orang sepuh memang butuh tenaga ekstra, apalagi pemikirannya kolot dalam perkembangan teknologi.

Aluna, Jihan, Ulin tertawa ngakak mengingat jalannya kegiatan tadi. Baru satu kalimat yang dikeluarkan, ada saja yang langsung mengangkat tangan dan terkesan protes. Mau dijelaskan dengan metode terbaru soal peningkatan hasil tani, mereka pasti menolak, karena ada kaitan dengan penggunaan pupuk dan robot. Mereka memang ada benarnya, soal efek penggunaan pupuk terhadap lingkungan, belum lagi kalau robot pakai baterai nanti efeknya apa. Mereka mempertahankan adat dan tradisi bahwa hasil panen (reel food) bisa memakmurkan kehidupan sekarang dan untuk anak turun nanti. Mau sebagus apapun program KKN yang dirancang, tapi kalau warga di sini memegang teguh aturan leluhur ya tidak bisa memaksa juga.

"Jangan sampai gue menikah sama pemuda sini, bisa sawan gue," ucap Eriska sembari tengkurap di lantai. Memberi pelatihan hanya 45 menit, tapi energinya terkuras habis. Citra dan juga Astri malah menunduk lesu, hasil pengolahan tani ini akan dilakukan selama 5 hari. Boleh gak sekarang melambaikan tangan.

Ketua KKN langsung melakukan evaluasi. "Gue gak bisa komentar apapun, kalau bisa ada anak lain untuk pertemuan besok. Gue gak sanggup, gue bukan tipe motivator," ungkap Eriska sembari menggelengkan kepala. Mungkin karena Eriska, Citra dan Astri hanya pintar teori, tapi belum berpengalaman soal wirausaha. Mereka juga belum praktik kok malah kasih wawasan pada sesepuh, tentu saja diragukan dan dibantai habis. Terlebih mental block warga sepuh juga sangat kuat. Alhasil menyerah di hari pertama.

"Apa kita langsung ke Aluna. Dia kan sudah punya real bisnis, jadi sudah tahu lapangan?" tawar Afkar sebagai ketua kelompok KKN.

"Terserah deh, mereka juga gak bisa kooperatif. Heran banget bisa sekuat itu prinsipnya. Benar-benar gak mau menerima peradaban yang baru. Soal ponsel saja bisa bertahan dengan ponsel jadul seperti itu," lanjut Gavin yang sempat berdiri di samping bapak-bapak. Mereka juga sempat bergumam, bahkan nyeletuk ya mending makanan kukus Mbak sehat, daripada diolah macam-macam.

"Tapi kalau kita mencoba sehari tentu gak bisa dikatakan gagal juga, perkembangan mereka terima atau enggaknya minimal tiga hari setelah diajari," ucap Saiful memberi komentar, agar Eriska cs tidak menyerah dalam memberikan pelatihan, meski masih diremehkan.

"Kalau kamu sanggup. Gantiin aku aja," sahut Eriska sewot. Ia benar-benar badmood, tak menerima nasehat apapun dari teman lain kalau belum pernah merasakan dibantai oleh ibu dan bapak desa.

"Ya kan sesuai keahlian masing-masing, Er!" tambah Saiful, pengalihan program menurutnya juga bukan solusi yang baik. Semisal pelatihan yang akan diberikan oleh Aluna dimajukan, lalu saat jadwal Aluna asli diisi apa? Geser program juga tak bisa sembarangan, kalau niat geser program maka harus dipikirkan solusinya juga.

"Jadi saat nanti menyusun laporan, kita memiliki alasan yang kuat kenapa sebuah program bisa berjalan atau tidak, bisa sukses maupun gagal, tanpa banyak karangan dan pencitraan," lanjut Afkar menengahi, dan mereka pun akhirnya berjalan sesuai rencana. Meski setiap Eriska tampil, wajahnya tak pernah ramah.