Dokter Cantik milik tuan mafia...
Di tengah malam yang sunyi dan hujan yang tak henti mengguyur kota, Flo seorang dokter muda yang baru saja di pindah tugaskan dari rumah sakit besar ke klinik kecil pinggiran kota, tanpa sengaja menemukan seorang pria tergeletak di tepi jalan bersimbah darah namun masih bernapas.
Pria itu misterius tanpa identitas jelas, hanya mengenakan jaket kulit hitam yang robek di bagian bahu, dan luka tembak di sisi tubuhnya, masih berdarah. Dengan naluri seorang dokternya meronta, dan tak bisa tinggal diam.
Flo membawanya ke rumahnya karena saat itu klinik tempat ia bekerja sudah tutup.Flo pun menolongnya.
sepanjang malam, ia hanya bisa menahan napas di antara rasa takut dan tanggung jawab.
Namun, siapa sangka, pria itu bukan orang biasa. Namanya Gilhan Alfaro seorang mantan agen intel yang kini diburu oleh orang-orang dari masa lalunya.
Luka yang ia bawa bukan hanya di tubuhnya, tapi juga di hatinya yang penuh rahasia, dendam, dan kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12 perlarian dalam gelap
Suara helikopter menggema di atas langit malam. Lampu sorotnya menembus atap-atap tua kota perbatasan, menyapu jalanan seperti mata raksasa yang mencari mangsa.
Di bawahnya, Gilhan dan Flo berlari sekuat tenaga di antara lorong sempit dan bangunan tua yang hampir roboh.
Udara malam yang dingin bercampur dengan bau mesiu. Dari kejauhan, suara sepatu bot berat dan komunikasi radio terdengar jelas mereka dikepung.
Gilhan berhenti di ujung gang, menarik Flo ke belakang dinding bata. "Dengarkan aku," ucapnya cepat, napasnya berat. "Mereka datang dari tiga arah. Kita hanya punya satu jalan keluar ke arah dermaga."
Flo mengangguk, meski tubuhnya bergetar hebat.
"Aku ikut kau,--- Han..."
Gilhan menatapnya sejenak. Tatapan itu lebih dari sekadar janji perlindungan, itu tatapan seseorang yang tahu mungkin ini adalah malam terakhir mereka.
"Kalau aku bilang lari, kau harus lari, Flo. Jangan menoleh ke belakang.!"
Namun belum sempat Flo menjawab, suara ledakan mengguncang tanah di belakang mereka.
Puing -puing beterbangan. Dua orang bersenjata muncul dari arah kanan, menembak tanpa peringatan.
Gilhan membalas tembakan cepat, menjatuhkan satu, lalu menarik Flo masuk ke gedung kosong yang tak jauh dari tempat itu.
Gedung itu tampak seperti gudang lama, berisi tumpukan peti dan mesin rusak.
Lampu-lampunya mati, hanya disinari cahaya bulan yang temaram.
Mereka berlari di antara bayangan, menuruni tangga menuju ruang bawah tanah.
Suara langkah dan teriakan semakin dekat.
"Cari mereka! Jangan biarkan mereka kabur!"
Gilhan menekan tombol kecil di ikat tangannya, memicu perangkat kecil yang ia tanam di jalan masuk.
Sekejap kemudian...
"Duaar!"
Ledakan besar mengguncang lantai, menghentikan musuh di pintu masuk.
Flo menutup telinga, terkejut tapi lega. "Apa itu tadi..?"
"Hadiah kecil," jawab Gilhan cepat.
"Hanya memperlambat mereka, tidak lama."
"Hmph...."
Ia menarik napas dalam, lalu menatap Flo.
"Kita harus ke dermaga. Di sana ada perahu yang bisa kita gunakan untuk keluar dari kota ini."ujar Gilhan berbisik.
Namun langkah mereka terhenti ketika sebuah suara dingin terdengar dari kegelapan ruang bawah tanah.
"Ke mana pun kau pergi, Gilhan… aku tetap akan menemukannya.!"
Gilhan langsung siaga, mengangkat senjatanya. Dari bayangan, seseorang muncul.
"Kael.?!"
Dengan wajah tenang tapi mata penuh kesombongan, ia berjalan perlahan sambil menepuk pistol di tangannya.
"Aku sempat ragu kau akan datang ke sini,!"ucap Kael.
"Tapi ternyata, kau masih sama terlalu mudah ditebak.!"
Gilhan menatapnya tajam.
"Kau sudah menjual diri mu pada mereka, Kael.
Untuk apa.? Uang.? Kekuasaan.?" Tanya Gilhan.
Kael tersenyum miring.
"Aku menjual diriku untuk bertahan hidup. Sesederhana itu 'kan...?
Dan sekarang, aku akan mengambil apa yang jadi milik mereka, chip itu.!" Ujar kael
Flo memegang kalung di lehernya erat-erat.
Gilhan bergerak melindunginya.
"Kalau kau ingin itu," ucapnya pelan, "kau harus melewati aku dulu.!"
Hening.
Hanya suara tetes air dan napas berat yang terdengar.
"Door.. !"
Suara tembakan pertama dilepaskan.
Benturan logam dan debu memenuhi udara.
Gilhan bergerak cepat, menembak sambil berguling, menutupi Flo. Kael membalas dengan dua peluru yang hampir mengenai mereka.
Pertarungan itu berlangsung sengit suara tembakan bergema, memantul di dinding beton.
Kael tertawa di tengah kekacauan.
"Hahaha....!!! Kau tidak akan menang, Gilhan! Mereka sudah mengepung dermaga! Ini akhir jalanmu!"
Gilhan menggertakkan gigi.
"Selama aku masih bernapas, aku akan pastikan kau tidak menyentuhnya."
Ia menembak sekali lagi peluru mengenai bahu Kael, membuat pria itu tersentak mundur sambil mengumpat.
Gilhan segera menarik Flo keluar lewat pintu belakang ruang bawah tanah.
Mereka naik ke permukaan, menembus udara malam yang kini diselimuti asap dan lampu helikopter.
Suara sirene terdengar dari kejauhan.
Waktu mereka hampir habis.
Flo berpegangan pada tangan Gilhan dengan sisa tenaga yang ada.
"Kita bisa lolos, Han… kita pasti bisa.!"
Gilhan menatapnya, lalu mengangguk. Selama kau di sisi ku, aku tidak akan berhenti berjuang."
Mereka berlari menuju dermaga yang mulai tampak di kejauhan, tempat di mana harapan terakhir mereka menunggu.
Namun dari arah berlawanan, kilatan merah dari laras senjata mulai mengarah ke arah mereka.
Dan malam itu, di antara ledakan dan cahaya peluru yang bersilangan, pertarungan hidup dan mati pun dimulai.
