WARNING❗
Cerita ini, buat yang mau-mau saja, TAK WAJIB BACA JUGA
Mengandung banyak Flashback
Banyak nama tokoh dari novel-novel pendahulu mereka
Slow update
Alur lambat
So, yang gak suka silahkan cabut, dan berhenti sampai di sini ❗
⚠️⚠️⚠️
Kenzo akhirnya menerima permintaan sang bunda untuk menikahi putri sahabatnya semasa SMA.
Tapi ternyata gadis itu adalah adik tiri Claudia mantan kekasihnya. Dulu Claudia mencampakkan Kenzo setelah pria itu mengalami kecelakaan hingga lumpuh untuk sementara waktu.
Bagaimana lika-liku perjalanan pernikahan Kenzo dengan Nada? (yang selisih usianya 10 tahun lebih muda).
Di sisi lain, Nada masih terbelenggu dengan potongan ingatan masa kecil yang mengatakan bahwa ibunya meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri.
Apakah itu benar? Atau hanya dugaan semata? Lantas jika tidak benar siapa gerangan yang telah menghilangkan nyawa ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenzo Yang Manis
#18
“Cepetan!” seru Kenz tak sabar, ia sudah terlalu lama menunggu.
“Iya, bentar,” sahut Nada dari tempatnya, tidak sabaran sekali.
“Mana ada yang bisa sabar soal begini? Ini menyangkut kebutuhan hidup.”
Bibir Nada semakin maju setelah mendengar jawaban dari suaminya, Nada paling tak bisa untuk urusan yang satu ini, karena biasanya ia makan tinggal makan, tidur ya tinggal tidur aja, gak perlu mikirin kebutuhan suami segala.
Tapi apalah daya, sudah menikah, suaminya juga gantengnya gak ketulungan, cuma ya itu selalu di luar prediksi BMKG, kadang dingin, kadang hangat, kadang ngeselin seperti saat ini, kadang perhatian.
“Non, biar Bibik saja yang mengerjakannya—”
“Bik Na— itu tugas istri,” cetus Kenzo, walau kasihan juga sih melihat wajah istrinya yang mulai kusut seperti sprei kotor, padahal Kenz hanya minta di buatkan nasi goreng.
Nada hanya boleh minta diberi instruksi oleh Bik Na, sisanya Kenz tak mau ada campur tangan Bik Na. Harus Nada yang membuatkan nasi goreng untuknya, karena sepanjang siang hingga malam, Kenz sudah memberi Nada kesempatan belajar bersama teman-temannya.
“Aw, panas!” pekik Nada ketika tanpa sengaja memegang spatula yang letaknya dekat dengan arah api kompor.
“Apinya terlalu besar, Non.” Nada pun mengecilkan kompornya.
“Segini cukup, Bik?”
“Cukup, Non, sekarang aduk sampai bumbu dan topingnya tercampur rata. Jangan lupa tambahkan garam.” Bik Na terus menginstruksikan, sambil beres-beres kekacauan dapur. Jika diam saja maka ia akan greget sendiri melihat gerakan tangan Nada yang sangat kaku.
“Sudah, Bik.”
“Garam juga sudah, Non?”
“Sudah.”
“Aduk lagi beberapa saat.”
Nada melakukan semua yang diinstruksikan Bik Na. Setelah 2 menit mengaduk, “Sudah, Non. Sekarang siap disajikan.”
Nada sungguh lega akhirnya selesai juga, menyiapkan makan malam pak suami, walau dongkol saat mengerjakannya, tapi ketika meletakkannya di piring saji, Nada cukup bangga pada dirinya sendiri.
“S-sudah, Mas.” Dengan sedikit gugup, Nada menghidangkan hasil karyanya di hadapan suaminya, entah apa yang sedang ia kerjakan dengan laptopnya.
Kenzo segera menutup layar laptopnya, dilihat dari warna dan aromanya sudah saja sudah cukup menggoda. “Sudah nyobain?” tanya Kenz.
Nada menggeleng, wajahnya terlihat lelah, “Aku tak bisa menilai rasa, Mas. Semoga saja rasanya enak,” jawabnya insecure.
“Eh, mau kemana?” Kenz menahan lengan istrinya yang hendak beranjak.
“Mau mandi, Mas. Sudah ngantuk juga,” keluh Nada.
“Duduklah di sini, temani aku sampai selesai makan.” Walau setengah hati, Nada pun menuruti suaminya.
“Enak?” Nada penasaran ketika Kenzo mengunyah suapan pertamanya, wajahnya datar, mencoba menerjemahkan rasa yang saat ini menari-nari di lidahnya.
“Enak.” Jawaban Kenz membuat wajah Nada lega, lelahnya sedikit terobati, dengan perkataan ‘enak’ dari lisan suaminya.
“Lain kali buatin lagi, ya? Tapi masakan lain.”
“Boleh, tapi Bik Na juga harus menemani, seperti tadi,” tawar Nada, namun, wajahnya mulai ceria setelah mendengar pujian suaminya.
“Boleh,” jawab Kenz singkat.
“Dulu di rumah Papa, aku tak pernah masak, ART di sana melarangku masuk dapur,” sungut Nada. “Tapi, aku bersyukur, karena aku bisa menghabiskan banyak waktu untuk belajar dan menggambar.”
Kenzo menyimak sambil terus memakan nasi goreng buatan istrinya.
“Pernah suatu kali aku masuk dapur karena sangat lapar, karena pagi melewatkan sarapan. ART di sana melotot, tapi tak berani marah, karena Kak Aric menemaniku. Sering juga dia berdebat dengan Mama Laura, ketika Mama Laura memarahiku, atau ketika Claudia bersikap sinis padaku, Kak Aric selalu jadi garda terdepan bagiku. Pokoknya dia kakak terbaik di dunia.”
“Kamu, tak pernah ingat Ibumu?” cetus Kenz iseng, karena Nada tak membicarakan ibunya, hanya kakaknya seorang yang ia banggakan.
“Ingat, tapi samar-samar, banyak sekali yang hilang. Jadi bukan aku tak sedih, tapi aku sendiri tak bisa mengingat seperti apa kesedihanku setelah Ibu pergi selamanya.”
Kenz mengusap kepala Nada, “Baguslah, jangan diingat lagi yang sedih-sedih, kamu harus ceria, dan optimis seperti saat ini.” Kenzo meletakkan sendok berisi suapan terakhirnya, karena ia kembali menuang air ke gelasnya.
Nada yang penasaran dengan rasa nasi goreng buatannya, langsung menyambar sendok tersebut, dan memasukkannya ke mulut. “Jangan!” teriak Kenzo.
Nada mengunyah perlahan, kemudian—
“Yak, asin sekali! Siapa yang memasak makanan ini?!”
Nada segera berlari ke wastafel diikuti suaminya, ia memuntahkan makanan yang ada di mulutnya, “kumur dulu,” ujar Kenz.
Selesai berkumur 3 kali, barulah Nada bisa menetralisir lidahnya sendiri. “Mas—” Kedua mata Nada berkaca-kaca.
“Kenapa dihabiskan?” tanyanya hampir menangis.
“Karena aku yang minta, dan istriku membuatkannya, jadi— tak ada alasan membuangnya, bukan?”
Nada mengusap air matanya yang sudah mengalir dari kelopak matanya. “Tapi tadi, asin sekali, bagaimana kalau Mas mendadak hipertensi?”
“Kan istriku calon dokter, kenapa takut?” kelakar Kenzo.
“Mas— nggak perlu begitu,” rengek Nada, tiba-tiba ia memeluk suaminya, merasa bersalah, karena tadi tak mencicipi terlebih dahulu sebelum disajikan. “Kalau tidak enak, sebaiknya dibuang saja.”
Kenzo menggeleng pelan, “Hei, kenapa menangis? Nanti Bik Na mengira aku menyakitimu.”
“Biarin, aku sebel, karena Mas tidak jujur, bahwa masakanku tak enak.” Tangisan Nada semakin keras, begitu pula dengan pelukannya, semakin erat seperti lama tak bertemu. Kenzo tertawa gemas, ketika membalas pelukan istrinya.
Tanpa mereka sadari, Bik Na sejak tadi mengintip dari kejauhan, dan ia ikut mengusap air matanya, karena terharu dengan sikap Kenzo yang begitu manis pada istrinya.
•••
Hari Minggu, di Geraldy Kingdom.
Matahari sore hampir redup, ketika para pria lari sore di taman belakang, sementara Kenz sibuk berdiskusi dengan Danesh.
“Aku kira salah lihat, tapi setelah kamu mengatakannya ternyata itu benar dia.”
“Jadi Kakak tahu kasus meninggalnya Dokter Ola?” Kenzo terkesiap, tak mengira bahwa kakak sepupunya pun tahu.
“Saat itu aku masih polisi muda, atasanku mengajakku ke puncak untuk liburan sabtu minggu. Tapi tak lama kami dengar berita yang cukup mengejutkan, karena TKP tak jauh dari lokasi kejadian, kami pun meluncur lebih dulu.” Danesh menerawang, mengat kejadian pada saat itu.
“Aku yang menggendong istrimu saat itu, dia pingsan di kamar mandi, mungkin karena melihat ibunya tenggelam di bath up.”
Kenzo membekap mulutnya, nafasnya berhembus kasar, “Menurut Kakak, itu bunuh diri?”
Danesh menggeleng, “Kami tak berani memastikan, tapi kesimpulan awal mengarah ke sana. Pihak apotik membenarkan bahwa Dokter Ola rutin membeli obat penenang untuk dirinya sendiri.”
“Tapi, Mang Diman mengatakan, Dokter Ola tak mungkin bunuh diri, ia yakin sekali.”
“Apakah Nada ingat sesuatu?”
Kenzo menggeleng, “Katanya semua ingatan masa kecilnya samar-samar, bahkan kenangan bersama ibunya banyak yang memudar.”
“Kamu harus mengerti keadaannya, saat itu pasti sulit baginya. Apalagi tak lama setelah itu, ia tinggal bersama ibu dan 2 saudara tiri, pasti bukan sesuatu yang mudah.”
Kenzo melirik Nada yang saat ini bercengkrama dengan Pelangi, Alexa, dan Mayra. Mereka nyaris sebaya. Padahal sesaat lalu Kenzo hampir melupakan kenyataan bahwa istrinya memang masih sangat muda.
Danesh mengikuti arah pandang Kenzo. “Sepertinya Nada nyaman bersama mereka.”
Tak lama kemudian, ponsel Kenzo berdering, nomor emergency room tertera di sana. Kenzo segera bersiaga, artinya tak lama lagi ia harus bertugas.
“Ya?”
“Kecelakaan tunggal, Dok. Wanita berusia 30-an, cedera cukup parah di kepala, Dok.”
“Sudah dilakukan CT?” Kenzo segera berdiri, melirik jam tangan, ia melambai pada istrinya memberi kode agar Nada mendekat.
“Hmm, baiklah, aku segera ke sana, semoga 15 menit sudah tiba.”
“Ada apa, Mas?”
“Aku harus ke rumah sakit, mungkin pulang larut, atau dini hari. Nanti kamu pulang sama ayah bunda, ya?” pamit Kenzo.
“Iya, Mas. Hati-hati.”
Kenzo mengecup kening Nada sebelum pergi.
Hmmm, siapa yang kecelakaan?
hmmm siapa kah lelaki yang nabrak pagar? apakah orang suruhan Kanaka itu??
next Thor..