NovelToon NovelToon
七界神君– Dewa Penguasa Tujuh Dunia

七界神君– Dewa Penguasa Tujuh Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Budidaya dan Peningkatan / Perperangan
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

Tujuh dunia kuno berdiri di atas fondasi Dao, dipenuhi para kultivator, dewa, iblis, dan hewan spiritual yang saling berebut supremasi. Di puncak kekacauan itu, sebuah takdir lahir—pewaris Dao Es Surgawi yang diyakini mampu menaklukkan malapetaka dan bahkan membekukan surga.

Xuanyan, pemuda yang tampak tenang, menyimpan garis darah misterius yang membuat seluruh klan agung dan sekte tertua menaruh mata padanya. Ia adalah pewaris sejati Dao Es Surgawi—sebuah kekuatan yang tidak hanya membekukan segala sesuatu, tetapi juga mampu menundukkan malapetaka surgawi yang bahkan ditakuti para dewa.

Namun, jalan menuju puncak bukan sekadar kekuatan. Tujuh dunia menyimpan rahasia, persekongkolan, dan perang tak berkesudahan. Untuk menjadi Penguasa 7 Dunia, Xuanyan harus menguasai Dao-nya, menantang para penguasa lama, dan menghadapi malapetaka yang bisa menghancurkan keberadaan seluruh dunia.

Apakah Dao Es Surgawi benar-benar anugerah… atau justru kutukan yang menuntunnya pada kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Wusshh!!

Lautan es itu kembali menyambut Xuanyan. Hamparan putih membentang sejauh mata memandang, dingin menusuk tulang hingga ke sumsum.

Namun kali ini berbeda. Tidak ada mayat-mayat yang berserakan seperti mimpinya sebelumnya. Tidak ada jejak pertempuran, hanya kesunyian yang menelan segalanya.

Xuanyan berdiri terpaku. “Mimpi ini… lagi.”

Udara hening, hanya suara langkah kakinya sendiri yang terdengar ketika ia mulai berjalan tanpa tujuan. Tiap jejak yang ia tinggalkan segera terkubur oleh butiran salju yang turun perlahan.

Lalu pandangannya berhenti di langit.

“Ap—apa itu?”

Matanya terbelalak. Di atas sana, melayang sebuah pulau raksasa yang membeku. Pada puncaknya berdiri sebuah istana yang tertutup kristal es, megah dan sunyi, memancarkan aura kuno yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

Di bawah pulau itu, sebuah kota besar tampak terkubur oleh salju abadi. Jalanan kosong, bangunan megah membeku, tak ada tanda kehidupan—seakan seluruh dunia itu telah lama mati, meninggalkan hanya sisa-sisa kejayaan yang terperangkap dalam es.

Xuanyan bergumam lirih, napasnya berembus tipis.

“Tempat… macam apa ini…?”

Saat ia masih tertegun, matanya menangkap sebuah sosok di kejauhan.

Seseorang berjubah biru pucat dengan rambut panjang putih berarsir biru, berjalan pelan di atas lautan es itu. Langkahnya ringan, seakan tidak menyentuh permukaan sama sekali.

Xuanyan terdiam, matanya menajam.

“Siapa… dia?”

Tanpa berpikir panjang, Xuanyan melangkah cepat, berusaha mendekati sosok itu. Namun anehnya, meski ia sudah berjalan entah berapa lama, jarak itu tidak juga berkurang. Sosok itu tetap jauh di depan, terus berjalan dengan tenang, tidak memperhatikan panggilan Xuanyan.

“Halo! Tunggu!” teriak Xuanyan, suaranya bergema di padang es itu.

Namun orang itu tidak menoleh. Tidak ada jawaban.

Kemarahan bercampur putus asa menggerogoti hatinya. Ia terus berlari, suaranya pecah, “Siapa kau sebenarnya?! Jawab aku!”

Namun jawaban yang datang hanyalah bisikan angin.

Tiba-tiba langkah Xuanyan terhenti. Kakinya tersandung sesuatu. Ia menunduk.

Sebuah jepit rambut tergeletak di salju. Bentuknya sederhana namun anggun—bunga persik yang diukir dari batu giok biru pucat.

Xuanyan mengerutkan kening, jantungnya berdebar tak karuan.

“Ini…”

Tangannya terulur, hendak meraihnya. Namun begitu jarinya hampir menyentuh jepit itu—

—wusshhhh!

Badai es meledak dari segala arah, menghantam tubuhnya dengan kekuatan mengerikan. Angin itu membawa ribuan pisau es yang melukai kulitnya, seakan ingin mencabik-cabiknya.

“Aaarghhh!” Xuanyan menutup matanya, tubuhnya terhempas ke udara.

Dan pada saat berikutnya, ia terbangun dengan tubuh basah oleh keringat dingin. Dadanya naik turun, napasnya terengah.

Cahaya matahari pagi menembus celah jendela kamarnya di sekte. Namun rasa dingin itu masih melekat, seolah badai es tadi nyata.

“Apa-apaan ini…” Xuanyan berbisik, masih terguncang. “Mimpi itu… kenapa terus menghantuiku? Apa leluhur Xuan Zhi’er sedang mempermainkanku?”

Ia memegang dadanya. Sesak. Bukan hanya karena badai tadi, tapi juga karena bayangan jepit rambut berbentuk bunga persik itu yang menolak hilang dari pikirannya.

Kenapa benda itu terasa begitu… nyata?

Belum sempat ia tenggelam lebih jauh dalam lamunannya, suara retakan terdengar dari dalam tubuhnya.

Crack… crack…

Xuanyan terkejut. Matanya melebar.

“Meridian kelima belas… akan terbuka!”

Ia segera duduk bersila di tempat tidur, menenangkan pikirannya. Aura dingin mulai mengalir, tubuhnya bergetar. Energi spiritual di sekitar menyatu, terserap masuk ke tubuhnya.

Namun rasa sesak di dadanya tidak hilang. Gambar jepit rambut itu berulang kali muncul dalam benaknya, membuat hatinya gelisah.

“Kenapa… saat mengingatnya, dadaku terasa berat? Apa maksud semua ini?”

Xuanyan menggertakkan gigi, memaksa dirinya kembali fokus. Ia menutup mata, tenggelam dalam kultivasi, berusaha menembus penghalang meridian kelima belas.

Energi mulai mengalir deras, tubuhnya seakan direndam dalam arus es yang mengamuk. Pori-porinya terbuka, jiwa dan tubuhnya serentak bergetar.

Namun saat ia hampir menembus penghalang itu—

Langit di atas sekte tiba-tiba berubah.

Awan gelap berputar, menelan sinar matahari. Putaran itu semakin besar, semakin cepat, hingga membentuk pusaran raksasa.

Butiran salju turun, awalnya lembut, lalu semakin deras.

Xuanyan merasakan dingin menusuk masuk hingga ke dalam sumsum tulangnya. Ia membuka mata, tubuhnya gemetar hebat.

“Ini… apa-apaan…”

Aura yang turun dari langit bukanlah aura biasa. Itu adalah tekanan kuno, dingin yang bahkan melampaui Dao Es Surgawi miliknya sendiri.

“Tidak… ini bukan salju biasa.”

Suara hati Xuanyan bergetar.

“Ini… malapetaka badai es.”

Tubuhnya bergetar hebat, matanya melebar. Ia tahu benar apa artinya fenomena ini. Malapetaka badai es bukanlah sekadar fenomena alam. Itu adalah ujian surgawi yang hanya muncul pada tubuh dengan garis keturunan atau kekuatan yang menentang langit.

“Kenapa sekarang… Apakah aku bisa melalui nya?!” Xuanyan menggertakkan gigi, aura spiritual di sekitarnya seakan memberontak.

Butiran salju berubah menjadi bilah es, hujan es jatuh menghantam tanah, membuat retakan besar di sekitarnya. Angin menggila, meraung seperti binatang purba.

Xuanyan menatap ke langit, wajahnya pucat namun matanya bersinar dengan tekad.

“Jika ini jalan yang harus kulalui… maka aku akan menaklukkannya!”

Salju berputar, badai menggila, dan tubuh Xuanyan diterpa kekuatan yang bisa memusnahkan siapa pun.

Namun di dalam badai itu, entah mengapa… bayangan sosok berjubah biru pucat dengan rambut putih panjang itu muncul lagi di benaknya. Dan di tangannya, jepit rambut berbentuk bunga persik seakan bersinar.

Xuanyan merasakan dada sesaknya semakin kuat. Rasa sakit bercampur dengan tekad yang tak tergoyahkan.

“Siapa pun kau… aku akan menemukan jawabannya. Dan badai ini… aku akan menghancurkannya!”

Dengan raungan, Xuanyan menyatukan seluruh energi Dao Es Surgawi miliknya, es biru pucat meledak dari tubuhnya, membentuk naga es yang mengaum ke langit.

Dan malapetaka badai es pun benar-benar dimulai.

Langit Sekte Azure Cloud seakan runtuh.

Awan gelap berputar membentuk pusaran raksasa, kilatan es biru pucat turun dari langit seperti cambuk surgawi. Suhu menurun drastis, membuat para murid sekte terhuyung, tubuh mereka menggigil meski sudah melapisi diri dengan Qi pertahanan.

“D-dingin sekali… Apa yang terjadi di sana…?”

“Seperti akhir dunia…”

Semua orang menatap ke arah satu titik di lembah latihan tempat Xuanyan tengah berada. Di sana, badai es bergolak, menyelimuti segala sesuatu dalam pusaran putih kebiruan yang menelan cahaya matahari.

Tiba-tiba cahaya emas meledak di langit.

Tianyao muncul bersama empat Elder utama. Wajahnya muram, matanya merah, aura ganasnya meledak hingga membuat banyak murid langsung terjatuh berlutut karena tekanan yang luar biasa.

“Ada apa dengan malapetaka ini?!” seru Tianyao, suaranya bergema menembus pusaran salju. “Bahkan langit pun bergetar! Ini jauh melampaui kekuatan kita semua!”

Elder Han Qing, salah satu yang paling berpengalaman, menatap dalam diam sebelum akhirnya berbicara dengan nada berat.

“Sepertinya… Xuanyan tengah mencoba menerobos tingkatan. Dan ini adalah ujiannya.”

“Ujian?!” salah satu Elder lain terperanjat. “Ujian macam apa ini? Aura ini bahkan melampaui malapetaka petir surgawi! Rasanya seperti langit ingin membekukannya menjadi debu!”

Han Qing menggeleng dengan wajah muram.

“Benar… ini berbeda. Lebih mengerikan dari malapetaka manapun yang pernah kudengar. Aku… tidak yakin kita berlima bisa melakukan apa pun untuk membantu Xuanyan melewatinya.”

Ucapan itu membuat semua terdiam, seakan dada mereka diremas.

Namun Tianyao langsung meraung marah. Aura Nascent Soul miliknya meledak bagaikan gunung meletus, menggetarkan bumi.

“Tidak peduli meski aku harus mati sekalipun, aku tidak akan membiarkan anakku gagal di hadapan mataku!”

Elder Han Qing menoleh, melihat tatapan membara di mata Tianyao. Senyuman tipis muncul di wajahnya, senyum yang tidak menunjukkan kebahagiaan, melainkan rasa hormat.

“Sepertinya darah seorang ayah memang tak pernah bisa padam… Kalau begitu, kami pun tak bisa tinggal diam.”

Ketiga Elder lainnya serentak mengeluarkan auranya, siap menerobos masuk ke badai es meski risiko nyawa mengintai.

Namun tepat sebelum mereka bergerak—

Boom!

Aura yang jauh lebih besar, lebih dalam, lebih tua, tiba-tiba menekan seluruh area. Semua orang di sekte menahan napas, tubuh mereka langsung bergetar, hampir sujud secara refleks.

Dua sosok melangkah keluar dari udara kosong.

“Grand Elder Qingshan! Grand Elder Beihai!”

Seketika semua orang berlutut dan memberi hormat, wajah mereka dipenuhi keterkejutan sekaligus kekaguman. Kehadiran dua grand elder yang hampir tak pernah menampakkan diri itu bagaikan dua gunung abadi yang turun dari langit.

Qingshan, dengan rambut putih panjang dan mata setenang danau beku, tersenyum tipis.

“Jika kalian mendekat, kalian hanya akan menjadi beban. Malapetaka ini… bukan sesuatu yang bisa kalian campuri. Sekali saja tubuh kalian tersentuh pusaran itu, kalian semua akan berubah menjadi patung es.”

Semua orang terdiam, wajah mereka menegang. Kata-kata Qingshan bukanlah peringatan kosong. Mereka semua tahu, pria itu tak pernah berbicara tanpa dasar.

Beihai, dengan jubah hitam kebiruan yang memancarkan aura laut dalam, menambahkan dengan suara berat.

“Aku tahu apa yang kalian pikirkan. Tapi meski dengan kekuatan kami, menghadapi badai es itu mustahil. Bahkan hanya dengan melihatnya dari sini, Qi-ku sendiri sudah bergetar. Bayangkan jika kami mencoba menerobos masuk—kami hanya akan menambah kekacauan.”

Tianyao mengepalkan tinjunya, urat-urat muncul di lehernya. Wajahnya dipenuhi keputusasaan bercampur amarah.

“Kalau kalian saja tidak percaya diri, apalagi anakku! Xuanyan masih terlalu muda! Bagaimana mungkin dia bisa menahan ujian sebesar itu sendirian?!”

Suara Tianyao pecah, emosinya tak terbendung. Baginya, Xuanyan bukan hanya murid, bukan hanya pewaris sekte. Xuanyan adalah darah dagingnya—anaknya.

Namun Qingshan hanya menatapnya dengan tenang. Lalu, dengan suara yang dalam namun mengandung keyakinan, ia berkata,

“Xuanyan pasti bisa. Aku percaya padanya.”

Kata-kata itu membuat semua orang terdiam. Bahkan Tianyao pun tertegun, matanya melebar.

Qingshan melanjutkan, “Dia bukan anak biasa. Tubuhnya unik. Aku bisa merasakan sesuatu yang berbeda darinya sejak lama… sebuah garis keturunan yang bahkan langit pun resah karenanya.”

Beihai menambahkan, suaranya bagaikan gemuruh lautan, “Hanya ada satu orang di masa lampau yang mampu menaklukkan malapetaka seperti ini. Dan aku merasakan aura yang sama dari tubuh Xuanyan…”

Semua murid terperangah, jantung mereka berdegup kencang. Siapa yang dimaksud Beihai? Sosok legendaris siapa yang bisa dibandingkan dengan Xuanyan?

Tianyao masih gemetar, suaranya lirih, “Tapi… tanpa orang itu… bagaimana mungkin Xuanyan…”

Qingshan menatap pusaran badai yang semakin membesar, lalu berkata dengan tegas, “Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah berdoa. Berdoa agar Xuanyan sanggup menahan ujian ini. Kita tidak bisa menghalangi takdirnya. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir kerusakan sekte akibat badai ini.”

Seketika bumi bergetar. Kilatan es turun menghantam formasi pelindung sekte, menimbulkan suara pecah berderak. Murid-murid berteriak panik.

Beihai melambaikan tangannya, membentuk ribuan rune air yang menyatu dalam formasi pelindung tambahan. Qingshan pun mengeluarkan Qi murninya, memperkuat lapisan spiritual yang menahan badai.

“Pegang posisimu!” seru Beihai. “Kalau formasi pelindung runtuh, setengah sekte ini akan tertelan badai es!”

Sementara itu, Tianyao menatap pusaran badai di pusat lembah, matanya merah. Air mata hampir jatuh, namun ia menggertakkan giginya hingga berdarah.

“Xuanyan… jangan mati di hadapanku. Kau satu-satunya harapanku… satu-satunya yang kumiliki.”

Qingshan mendengar bisikan lirih itu, namun ia hanya menatap badai dengan wajah penuh ketenangan yang menyembunyikan kekhawatiran. Dalam hatinya, bahkan dia tahu—malapetaka badai es ini mungkin menjadi yang terberat yang pernah ada.

"Xuanyan...tanpa bimbingan orang sekuat guru Xuan Zhi'er, apakah kau masih bisa bertahan.."

Dan di dalam pusaran badai itu, Xuanyan sendiri tengah berjuang, menghadapi ujian hidup mati yang akan menentukan apakah ia layak menentang langit… atau hancur bersama badai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!