Kepergok berduaan di dalam mobil di daerah yang jauh dari pemukiman warga membuat Zaliva Andira dan Mahardika yang merupakan saudara sepupu terpaksa harus menikah akibat desakan warga kampung yang merasa keduanya telah melakukan tindakan tak senonoh dikampung mereka.
Akankah pernikahan Za dan Dika bertahan atau justru berakhir, mengingat selama ini Za selalu berpikir Mahardika buaya darat yang memiliki banyak kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18.
Hingga kembali ke kamar, jantung Za masih berdegup tak karuan. "Jantungku kenapa sih, aneh banget?." Batin Za menyentuh da-da kirinya seraya menatap pada Mahardika yang tengah berbalas pesan dengan asisten pribadinya. Pria itu duduk di sofa sementara Za duduk di tepi tempat tidur.
Za buru-buru memalingkan wajahnya saat menyadari Mahardika memandang padanya, dan itu mampu membuat Mahardika mengulum senyum melihatnya. Mahardika bangkit dari posisinya dan naik ke tempat tidur
"Kemari lah...!" Mahardika menepuk sisi tempat tidur yang kosong di sampingnya.
Za hanya diam saja tapi pergerakannya mengikuti perintah Mahardika, membaringkan tubuhnya di samping suaminya itu. Mahardika menggeser posisi mendekat dan melingkarkan tangannya pada pinggang sang istri, mengendus aroma menyegarkan yang menyeruak dari surai panjang sang istri.
Za tersentak menyadari salah satu tangan suaminya sudah menel-usup masuk ke dalam piyamanya, bergerilya sesuka hati pemiliknya.
Mahardika membalikan tubuh Za, di susul dengan pergerakannya mengung-kung tubuh sang istri
Deg
Jantung Za kembali berdegup lebih kencang dari biasanya ketika menyadari tatapan yang begitu dalam dari manik mata hitam milik Mahardika. Perlahan Za memejamkan mata saat Mahardika mengikis jarak diantara mereka. Malam semakin larut tapi aktivitas di kamar tersebut semakin menuntut. Suara desa-han serta eran-gan memenuhi setiap sudut ruangan di saat pasangan itu mengarungi indahnya lautan percin-taan.
*
Keesokan paginya.
Hilda yang baru saja tiba di rumah sakit dengan menumpangi taksi online tak sengaja menangkap keberadaan mobil mewah yang berhenti tak jauh dari gerbang rumah sakit. Kaca mobil yang turun hingga setengahnya tersebut membuat Hilda dapat melihat seseorang yang tengah duduk di balik kemudi.
"Tuan Ganteng..." gumam Hilda sekenanya. Pergerakan Hilda hendak membuka pintu mobil sontak tercekat ketika melihat pemandangan mengejutkan, mulut gadis itu sampai menganga. Untungnya saat ini tak ada nyamuk yang lewat, kalau ada, bisa dipastikan serangga penghisap da-rah tersebut dengan leluasa masuk ke dalam mulut Hilda. Gadis itu sampai mengucek matanya, memastikan penglihatannya.
"Tidak mungkin.... Pasti ada sesuatu ini...." Batin Hilda masih dengan posisi memandang ke arah mobil Mahardika tanpa bergerak sedikitpun.
"Kita sudah sampai Nona ..." Teguran dari sopir taksi mengalihkan perhatian Hilda.
"Iya....Iya....Sabar napa sih pak!." Sebal Hilda karena pak sopir sudah menggangu Fokusnya.
Pada akhirnya Hilda beranjak turun dari taksi online tersebut setelah Za turun dari mobil Mahardika dan mulai berjalan memasuki gerbang rumah sakit. Sementara mobil Mahardika sudah kembali melaju.
"Dokter Za..." mendengar suara yang tidak asing ditelinganya, Za lantas menolehkan pandangan.
"Hilda ..." balas Za sambil menunggu gadis itu berjalan ke arahnya.
Meskipun Hilda memiliki jiwa kepo tingkat dewa namun gadis itu tak langsung membahas tentang apa yang dilihatnya tadi pada Za. Meksipun kenyataannya menekan rasa ingin tahunya membutuhkan kesabaran ekstra dihati seorang Hilda.
Hilda langsung menggelengkan kepalanya ketika apa yang dilakukan Mahardika pada Za di mobil tadi terlintas dipikirannya, di mana Mahardika menarik pelan tubuh Za kedalam pelukannya dan menge-cup lembut puncak kepala wanita itu usai menyalaminya. Padahal semalam Za sudah meminta Mahardika menggunakan mobilnya yang lain agar tidak ketahuan oleh rekan kerjanya ia diantarkan oleh pria itu, tapi sepertinya usaha Za tidak berhasil. Karena nyatanya Hilda melihatnya turun dari mobil Mahardika, dan bukan hanya itu, Hilda bahkan melihat kemesraan di antara keduanya.
"Ada apa?." tanya Za menyadari gelagat aneh Hilda.
"Bukan apa-apa, dok, Aku hanya keinget sama adegan mesra di drama Korea yang aku tonton semalam." Hilda terpaksa berdusta. Bukankah sedikit berdusta demi kebaikan tak ada salahnya, ketimbang ia jujur dan pada akhirnya justru membuat Zaliva malu, begitu pikir Hilda.
"Oh....."
Keduanya lanjut berjalan menuju ruangan mereka bertugas.
"Selamat pagi."
"Pagi..." Balas Dokter Yuli bersamaan dengan beberapa rekan lainnya. Entah apa yang dilakukan oleh wanita itu di sana, padahal ruangannya bertugas bukanlah di ruangan tersebut. Za mengabsen satu persatu ranjang pasien, barangkali ada pasien anak-anak yang kondisinya membutuhkan penanganan lanjut darinya sehingga wanita itu berkepentingan di ruangan IGD, tapi Faktanya tak satupun pasien dari kalangan anak-anak di IGD saat ini.
Tak lama berselang, Dokter Yuli pun pamit undur diri, hendak kembali ke ruang poli guna memberikan pelayanan pada pasien.
"Tumben dokter Yuli ke sini, padahal kan nggak ada pasien anak-anak di sini." gumam Hilda. ternyata bukan hanya Za yang berpikir demikian, Hilda pun sama.
"Sepertinya dokter Yuli sangat penasaran dengan sosok dokter yang dinikahi oleh Tuan Mahardika. Belum bisa move on dari tuan Mahardika kayaknya si dokter Yuli." balas salah seorang perawat di sana.
Mendengar penyampaian itu, Hilda sontak menoleh pada Zaliva. "Apa mungkin istrinya tuan Mahardika adalah dokter Zaliva?? batin Hilda. Kalau pun dugaannya benar, Hilda ikut senang. Karena menurut gadis itu, Zaliva dan Mahardika adalah pasangan yang serasi. "Arg.....Aku jadi nggak sabar melihat hasil kerja sama yang baik antara tuan ganteng dan dokter Za." Hilda masih sibuk berbicara dalam hati, bahkan gadis itu sampai senyum-senyum tak jelas. Maksud Hilda di sini mengarah ke anak. Ia tak sabar ingin melihat seperti apa paras buah cinta Mahardika dan Zaliva nanti.
"Kamu ini kenapa sih? Sejak tadi sikap kamu aneh banget." Tanya Za pada Hilda.
"Jangan-jangan kamu habis menang lotre ya?." tebak Za.
"Enggak dong dok, itu kan dosa, haram...." Balas Hilda dengan menirukan gara bang haji Rhoma Hingga membuat Za yang tadinya penasaran jadi tersenyum mendengarnya.
"Kamu bisa saja....dasar botol Ya-kult..." kata Za di sisa senyumnya. Ya, Hilda memang memiliki tinggi badan yang minimalis, hanya kisaran seratus lima puluh lima centimeter, tapi hal itu justru membuat Hilda terlihat lucu dan imut.
"Hahahaha...." Hilda tergelak mendengar sebutan Za untuknya.
Masih di gedung yang sama, namun di lantai serta ruangan yang berbeda, Dokter Yuli merungut kesal. Sudah dua hari usahanya mencari informasi tentang wanita yang dinikahi oleh Mahardika belum juga membuahkan hasil.
"Siapa sebenarnya wanita itu?." Gumam Dokter Yuli dan masih terdengar oleh seorang perawat yang merupakan sahabat baiknya. Kebetulan sahabat baiknya tersebut bertugas di poli anak bersama dengan Dokter Yuli.
"Sepertinya tuan Mahardika memang bukan jodoh kamu. Lagipula masih banyak pria di luar sana, untuk apa mengejar cinta dari seseorang yang sudah nyata-nyata menolak." Bukannya ingin menambah kesedihan dihati sahabat baiknya itu, Suster Fani hanya ingin membuka mata dan pikiran dokter Yuli yang terlalu terobsesi dengan cintanya pada Mahardika.
"Sekalipun suatu saat nanti kau tahu siapa sebenarnya wanita yang dinikahi oleh tuan Mahardika, itu tidak akan merubah apapun karena tuan Mahardika tidak memiliki perasaan yang sama denganmu. Kau hanya membuang-buang waktumu, Yuli." Imbuh Fani. Biarlah dia dikatakan kejam dengan berkata seperti itu pada sahabatnya sendiri, ketimbang ia melihat sahabatnya terpaku pada cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
"Tapi aku mencintainya, Fani. Cintaku pada tuan Mahardika tulus." Dokter Yuli hampir menitihkan air mata saat mengutarakan ketulusan cintanya.
Fani mendekati dokter Yuli, mengusap punggung sahabatnya itu. "Aku tahu, tapi perasaan tidak bisa dipaksakan. Faktanya tuan Mahardika tidak mencintaimu, kau tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikhlaskannya. lagian sekarang tuan Mahardika sudah menjadi milik wanita lain, jadi berhentilah mengharapnya!." Jujur, Fani merasa iba pada sahabatnya itu. Meskipun Dokter Yuli sedikit angkuh tetapi Fani tahu betul jika perasaan sahabatnya itu terhadap Mahardika memang tulus. Namun apa boleh dikata, cinta tak bisa dipaksakan, bukan.
Jangan lupa vote and ⭐⭐⭐⭐⭐ nya ya sayang-sayangku....biar hari ini aku semangat crazy up. 😘😘😘😘😘🥰🥰🥰🥰🥰🥰