Dipisahkan karena sebuah kesalahan membuat dua remaja mengakhiri hubungan mereka tanpa kejelasan.
Hilangnya Anezha Shepira setelah malam tak terlupakan di antara mereka menyisakan luka bagi Elian. Namun siapa sangka gadis yang ia cari selama ini tiba-tiba muncul disaat ia pasrah dengan keadaan dan mencoba move on dari hubungan masa lalu mereka, lantas akan seperti apa kisah yang sebenarnya belum usai itu?
"Gue udah lupain semuanya, dan anggap kita nggak pernah saling kenal"
"Setelah malam itu? hebat banget." Elian terkekeh sinis, lalu mendekat dan berbisik sinis.
"Dimana dia?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Truth Or Dare
Ini sudah hari ke 3 sejak Elian dan teman-temannya mengikuti olimpiade. Hidup Nezha aman dan tentram, sejauh ini Nezha bisa melakukan kegiatannya dengan lancar, hanya sesekali Alvaro tiba-tiba muncul, mengajaknya untuk pulang bersama, Nezha masih bisa menolak dengan tenang karena Varo juga tidak memaksa, sepertinya tanpa adanya Elian membuat Varo jadi lebih kalem dan tenang. Tidak memaksa seperti yang sudah-sudah.
Nezha menghela napas panjang, tadi ketika pulang sekolah beredar kabar jika Elian dan teman-temannya akan pulang besok dengan membawa kemenangan, Elian dan Nabila mendapat juara 1, Yoga 2 dan Elisa 3 dengan materi berbeda-beda.
Nezha sedang menyeruput teh panas di balkon kamarnya, menatap langit sore yang mendung, bahkan rintik hujan sudah mulai turun, menambah suasana sunyi di sore har ini, namun sangat tenang untuk Nezha, dan gadis itu selalu suka tempat sunyi dan menenangkan seperti sekarang ini. Apa lagi ditambah dengan kabut yang semakin membuat Nezha betah berlama di dalam rumah.
Ponsel yang tergeletak di atas meja belajarnya tiba-tiba bergetar, gadis itu segera bangkit untuk meniliki, siapa tahu dari mamanya atau orang yang memiliki kepentingan dengannya. Namun saat nomor asing yang mengirimkannya pesan, membuat perasaan Nezha langsung tidak tenang.
Pasalnya nomor yang tidak ada di kontaknya itu tahu namanya, kemungkinannya hanya dua orang, jika bukan Elian, maka Alvaro yang memang sering mengirimnya pesan. Nomor kedua cowok itu memang tidak Nezha simpan.
+62800000
Zha, truth or dare?
"Nggak jelas," gumam Nezha menaruh ponselnya. Namun baru beberapa detik nomor yang sama kembali mengirimkannya pesan. Isinya pun masih sama.
+62800000
Anezha Sherapina, truth or dare?
Nezha mendengus, lalu membalasnya dengan menanyakan siapa orang yang sedang menjahilinya.
+6280000
Nomor gue ngga di simpan?
Nezha tidak lagi berniat untuk membalas. Gadis itu membalikan tubuhnya, berniat kembali menikmati suasana tenang sore ini dengan secangkir teh miliknya.
Nezha memejamkan matanya saat ponsel miliknya kembali bergetar. Ia berniat mematikan ponselnya saat nomor tadi mencoba menghubunginya. Dengan agak kesal, Nezha akhirnya menerima panggilan itu.
arah jam 3
Terdengar suara dari sebrang telepon. Suara yang sangat Nezha kenali pemiliknya. Suara itu seketika membuat degup jantung Nezha bekerja lebih cepat, matanya teralihkan pada sosok cowok yang sedang berdiri, tepat di arah jam 3 ia berada kini.
Hening, tidak ada lagi suara dari sebrang telepon, hanya napas keduanya yang saling bersahutan.
Saat cowok itu mulai melangkah menuju ke arah jendela kamarnya. Nezha menggeleng, lalu segera mematikan sambungan teleponnya. Ia menutup jendela dan pergi ke atas ranjang, mengatur napas yang kian membuatnya semakin tercekat saja.
Nezha belum siap untuk bertemu, ia masih meragu.
Tok
Tok
Tok
Suara ketukan pintu kamarnya seketika membuat suasana semakin sunyi dan tegang, Nezha menggelengkan kepalanya perlahan.
Plis jangan sekarang, gue belum siap
Batinnya berkata
"Zha, ada-" ucapan tante Arin menggantung.
"Temen kamu di bawah, keluar ya?"
Suara tante Arin semakin membuat Nezha tahu situasinya sekarang. Ia tahu siapa yang dimaksud oleh tantenya.
"Sebentar tante."
Setelah mengatakan itu, Nezha beranjak, mendekati lemari dan mengambil cardigan untuk dikenakan. Udara sore ini menurutnya sangat dingin, tidak seperti biasanya, diluar juga masih gerimis. Sebelum benar-benar keluar dari kamarnya, Nezha menghela napas cukup dalam, menenangkan diri.
Dengan langkah pelan, Nezha mendekati ruang tamu, di sana ada tante Arin yang sedang mengobrol dengan seorang cowok. Elian.
Nezha tidak mengerti kenapa Elian tiba-tiba muncul, padahal sangat jelas jika cowok itu sedang melakukan olimpiade dan akan pulang besok, teman-teman di sekolahnya mengatakan begitu, tetapi lihatlah, cowok yang beberapa hari ini kembali menjadi perbincangan di sekolahnya tiba-tiba saja sudah muncul di hadapannya sekarang.
"Tante ke dalam ya kalau gitu, kalian ngobrol aja."
Tante Arin beranjak dari duduknya, membiarkan kedua remaja dengan masalah serius itu untuk mengobrol berdua, sebelum pergi, tante Arin menepuk pundak Nezha dengan seulas senyum, seakan menguatkan juga mengatakan semua akan baik-baik saja.
Nezha duduk di sofa yang jauh dengan Elian, keduanya masih sama-sama diam, namun sorot mata Elian sedari tadi tidak lepas dari sosok gadis di depannya dengan cardigan warna krem.
"Truth or dare?"
Nezha langsung menoleh ketika Elian berucap. Lagi? Elian menanyakan hal yang sama seperti ketika menelponnya tadi.
"Truth," balas Nezha singkat.
Jelas ia tidak mungkin memilih dare, memangnya apa yang ingin Nezha lakukan?
"Cewek itu, lo kan Zha?"
Meski tidak begitu jelas dan terdengar ambigu, tetapi Nezha cukup paham kemana arah ucapan Elian.
Dengan menelan ludahnya kasar, Nezha beranikan menatap Elian, tetapi sialnya, wajah Elian sekarang membuat jantungnya semakin berdegup kencang, jangan tanya bagaimana kondisi hati Nezha di dalam sana. Jika bisa berbicara sudah ingin keluar dan melompat dengan bebas. Hoodie yang dikenakannya ia lepas, menyisakan kaos hitam polos yang menambah kesan cool pada diri Elian. Rambut acak dan sedikit basahnya membuat Nezha menelan ludahnya kasar, Nezha mengepalkan tangannya kuat, menyadarkan dirinya jika cowok di depannya ialah pemberi luka terdalam.
"Lo diam, berati iya."
"Bukan gue," ujar Nezha dengan cepat.
Elian menaikan sebelah alisnya, menatap Nezha dengan tatapan yang susah diartikan.
"Truth or dare?"
Nezha menghela napas dalam, menatap Elian dengan kesal.
"Kalau mau becanda, lo boleh pergi sekarang."
"Truth or dare?"
Nezha memejamkan matanya, menghela napas dengan dalam.
"Truth."
"Gue ngga terima kebohongan kali ini."
Ucapan Elian cukup menohok Nezha. Gadis itu meremat ujung cardigannya.
"Siapa Galenino Shankara?"
Deg
Nezha menatap Elian dengan diam, ini yang dia takuti. Elian tahu tentang Galen sebelum Nezha siap.
Menaikan sebelah alisnya, Elian menatap intens Nezha yang masih bungkam, tidak ada reaksi dari gadis itu, tetapi Elian tahu saat ini Nezha sedang terguncang karena ucapannya.
"Dare, lo mending pilih dare, berangkat bareng gue besok."
Setelah mengatakan itu Elian beranjak dari duduknya, menatap Nezha dengan tatapan lurus ke depan.
"Tante Arin, aku pamit pulang," suara Elian sedikit dikeraskan.
"Hati-hati El!" balas tante Arin dari dalam.
Sebelum benar-benar pergi, Elian melirik ke arah Nezha yang masih terpaku di tempatnya.
"Kalau lo lupa, perasaan gue masih sama, ngga berkurang sedikitpun, bahkan saat lo memilih untuk pergi, melewati itu sendiri, bukan hanya lo yang sakit, gue juga."
Elian melangkah pergi, menuju motor sport yang terparkir cukup jauh dari rumah tante Arin. Cowok itu melewati gerimis dengan perasaan yang tidak menentu, Nezha terlalu batu menurutnya. Tetapi ia tetap akan berusaha, membuat gadis itu kembali menerimanya seperti dulu.
next up kak
dobel up kk