_Simple Komedi horor_
Demian, seorang anak miskin yang mencoba kabur dari bibi dan pamannya malah mendapat kesialan lain. Ya.. ia bertemu dengan seorang pemuda sebayanya yang tidak masuk akal dan gila. Lantas apakah Demian akan baik-baik saja??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dukun Rasa Arisan Ibu-ibu
Beberapa jam sebelum kosan Alsid dipenuhi pasien dadakan...
Ibu Lela, ibu dari Nehara, sedang sibuk berdandan di depan cermin besar di kamarnya. Tangannya bertabur gelang emas tebal, lehernya dililit kalung mutiara palsu yang terlihat mahal, telinganya menjuntai anting berlian imitasi, dan jari-jarinya gemerlap oleh cincin emas bermata batu berwarna-warni. Ia tampak seperti tokoh utama dalam sinetron ibu-ibu arisan—glamor dan penuh percaya diri.
"Harus tampil cetar membahana. Gak boleh kalah sama Bu Ratna yang kemarin pamer kalung baru," gumamnya sambil menyemprotkan parfum dengan aroma menyengat ke leher dan pergelangan tangan.
Tak lama, mobil jemputan arisan datang. Ia melangkah mantap ke luar rumah, aroma parfumnya mengikuti seperti kabut mistis yang menyelimuti aura keibuannya.
Di rumah arisan Bu Sumarni, suasana sudah ramai. Meja penuh dengan aneka makanan, dari risoles, pastel, sampai tumpeng mini. Para ibu bersenda gurau sambil mengocok arisan dan tertawa renyah seperti biasanya.
"Bu Lela, ada gosip terbaru apa nih? Biasanya kan ibu Lela yang paling update masalah beginian!" tanya Bu Nur dengan nada menggoda.
Ibu Lela tersenyum percaya diri. Ia meletakkan tas mahal KW-nya di atas sofa, lalu duduk anggun.
"Kamu tau gak sama Bu Surti? Dengar-dengar anaknya Bu Surti itu... hamil duluan loh. Tapi gak heran banget sih, pacarannya udah lama banget." ucapnya dengan mulut mencang-mencong.
"Si cowoknya tiap hari nangkring aja di rumah ama anaknya Bu Surti, paling pulangnya pas adzan maghrib doang. Selepas Adzan maghrib kelar, udah nemplok lagi dia di sana. Ih, mana sering berduaan sama pacarnya di rumah pas ibunya nggak ada," ujarnya setengah berbisik, setengah menggoda. Ibu Lela bicara seolah-olah ia ada di dalam rumah itu juga, padahal jarak rumah mereka sangat jauh.
"Udah tau lah ya, kalau orang dua-duaan di rumah, yang ketiga bukan lagi setan, tapi ibuknya setan!"
Namun alih-alih kaget, para ibu malah tertawa keras mendengarnya.
"Bu Lela Bu Lela... itu berita basi tau! Kami udah tahu dari bulan lalu! Kalau masih bahas sekarang sih, mungkin anaknya aja udah keburu lahiran!"
"Iya, itu gosip zaman batu!"
Ibu Lela terdiam, tersentak. Ia merasa harga dirinya sebagai ratu gosip terancam. Bisa-bisanya berita hangat yang ia bahas hampir setiap hari pada ibu-ibu komplek dan mas tukang sayur di bilang sudah basi.
"Kalau aku gak salah denger ya, gak tau berita asli atau palsu. Katanya sekarang ada gosip tentang dukun baru." Ibu Lela tersentak mendengarnya.
"Dukun baru?" tanya Ibu Nur, tertarik.
"Iya, dukunnya masih anak-anak. Remaja gitu, tapi udah jadi dukun. Hebat banget gak sih?"
Ibu Nur langsung melirik ke arah Bu Lela. "Tuh Bu Lela, ini loh baru namanya gosip baru. Gosip yang gak banyak orang tau."
Ibu Lela langsung tertawa terbahak mendengarnya, tentu saja ini membuat ibu-ibu arisan yang lain terdiam dan mengerutkan dahi, bingung. "Halah, kirain kalian mau denger gosip apaan. Ternyata tentang dia." lakarnya.
"Emang ibu Lela tau gosipnya?"
Ibu Lela langsung menoel tangan bu Ratna. "Haha, kalian mah... anak yang kalian omongin itu tuh anak kosan saya."
Semua ibu mendadak hening.
"Ah, masa' iya si bu Lela? Dukun ganteng itu? Siapa namanya tuh?"
"Namanya Alsid," kata Bu Lela dengan nada bangga. "Anak orang kaya. Ganteng banget, kayak aktor Korea. Tapi... dia bisa ngobatin orang! Sumpah, ini bukan kaleng-kaleng. Dia itu, bisa ngobatin orang yang sakit jiwa menahun, ternyata bukan sakit jiwa, tapi di guna-guna."
"Kemarin lusa juga dia bisa ngidupin ayam tetangga yang hampir koit gara-gara masuk ke rumah genderuwo tengah malam sampai nyasar. Hebat banget, ayamnya padahal udah siap buat di sembeleh yang punya kalau mati. Ternyata idup lagi."
Para ibu-ibu semua menyimaknya dengan baik, bahkan tak mengalihkan pandangannya dari bu Lela.
"Hara, anakku kan temenan juga ama dia. Waktu itu Hara pernah ikut dia ke rumah sakit buat nganterin pasien yang gak kena penyakit goib. Kecelakaan, tapi Alsid si dukun ganteng itu mau nolongin walau bukan tugas dia. Bahkan sampe ngeluarin duit sendiri buat nolongin."
Beberapa ibu saling pandang.
"Eh, itu yang dibahas Bu Tuti ya? Yang katanya anaknya bisa jalan lagi karena dukun remaja itu? Di bawa ke rumah sakit terus di biayain gitu."
"Iyaaa! Itu dia!" sahut Bu Lela cepat. "Itu anak kosanku. Kosanku!"
Kali ini, tak ada yang membantah. Semua terbungkam. Bu Lela berhasil merebut kembali tahtanya sebagai ratu gosip paling update dan tak terkalahkan oleh siapapun.
Dalam hatinya berbisik, "Makasih infonya anak gadisku yang paling cantik dan jago masak. Berkat kamu, aku gak jadi malu karena gak tau apa-apa." batinnya itu.
"Kalau gitu... abis arisan, kita ke sana yuk! Berobat! Siapa tahu bisa minta nomor rejeki atau jodoh juga buat anakku."
"Yuk, aku juga ikut. Mau liat gantengnya kayak apa."
End of Flashback.
...****************...
Di kosan Alsid, suasana masih beku. Demian dan Alsid mematung di depan pintu, tak menyangka puluhan orang—kebanyakan ibu-ibu—berbaris menunggu pengobatan. Ada yang membawa anak, ada yang menyeret ayam hidup, bahkan ada yang membawa sesajen penuh kembang.
Nehara menyentil keduanya.
"Woi! Jangan melongo doang. Ayo kerja! Pelanggan udah nunggu! Emangnya mereka mau liat muka kalian doang!! BURUAAN!!"
"T.. tapi ini di luar ekspektasi, Hara. Kalau ini sih kebanyakan. Kalau entar ketauan gue dukun gadungan gimana?" sahut Alsid panik.
"Ya elah, tinggal pura-pura! Kayak gak pernah boong aja! Mau ditelanjangi warga karena nipu? Nggak kan? Ya udah, pura-pura pinter aja. Biar entar kami ikut ngebantu."
Demian menarik napas dalam. "Ya udah deh, aku bantu... tapi jangan suruh aku megang ayam ya. Aku takut ayam."
"Elu sih semuanya takut!!" seru Alsid gemas.
Maka mulailah aksi dadakan itu. Nehara membuat sistem antrean dengan memanggil nama dan nomor pasien dari kertas coretan di notes.
"Nomor dua puluh... Bu Mimin, silakan masuk!"
Alsid duduk dengan tenang di ruang tamu, memegang sebatang dupa yang baru saja dibakar. Demian berdiri di belakangnya, seperti asisten paranormal kelas dua, kadang membuat suara-suara misterius atau mencatat hasil "diagnosis" sang dukun gadungan.
"Kepala ibu sering pusing?" tanya Alsid sambil memejamkan mata.
"Iya, iya bener banget! Kok tahu sih, Nak?"
"Aura merah di sekitar pundak ibu sangat tebal... Itu pertanda ibu sering berpikir keras, atau banyak beban."
"Masya Allah... bener banget! Saya lagi mikirin cicilan motor!"
Alsid dan Demian nyaris terkikik, tentu mereka tau si ibu sakit kepala. Toh, ada bekas tempelan koyok yang sudah di lepas namun tak bersih hingga masih menempel di kedua pelipisnya.
Demian langsung menyahut, "Dibersihkan pakai air bunga tepat dimalam Jumat dan tiga helai bulu kucing hitam. Dijamin enteng!"
"Yah, tapi sebelumnya ibu harus minum air mineral yang saya doakan ini dulu. Jangan lupa bismillah." sambung Alsid, membuat Demian menutup mata dan menghela napas berat ketika Alsid berpura-pura menyelesaikannya secara islami.
"Wah, makasih banyak ya, Nak Dukun!" sahut si ibu sambil menyisipkan uang ke telapak tangan Alsid.
"Saya gak meminta imbalan sebenarnya, tapi kalau ibu ikhlas. Alhamdulilah.." sahut Alsid sambil mengambil uang tersebut.
Demian melirik, dan Alsid mengangkat kedua alisnya cepat-cepat. "Air mineralnya ada obat pusing. Kalau minum auto sembuh sih tanpa bulu kucing." ujarnya terkikik.
Pasien terus berdatangan. Semakin siang, suasana makin ramai. Suara anak kecil menangis, ayam berkokok, ibu-ibu bergosip di teras... kosan itu berubah jadi puskesmas mistis.
Lalu, di tengah keramaian itu, Demian merasakan sesuatu. Ia mematung.
Dari sudut mata, ia melihat seorang perempuan muda memasuki halaman kosan, digandeng ibunya. Wajah si perempuan biasa saja, tapi... ada rasa yang lain. Aura lain. Bukan putih, bukan gelap. Tapi redup, seperti kabut yang menempel di tubuhnya.
Demian menegang. Saat si gadis mendekat, Demian bisa merasakan hawa dingin menyentuh tengkuknya. Bukan angin, tapi perasaan tak nyaman. Seolah ada beban besar yang menempel pada gadis itu.
"Dem? Lo kenapa diem?" bisik Nehara yang menyadari Demian tiba-tiba kaku.
"Cewek itu... yang barusan masuk..." gumam Demian pelan.
"Kenapa? Kenal?"
Demian menggeleng. "Nggak. Tapi dia aneh. Aura dia... beda."
"Aura apa sih ih? Udah kayak dukun beneran aja!!" gerutu Nehara, tapi Demian masih mematung.
Gadis itu tersenyum tipis ke arah Demian. Tapi senyum itu justru membuat bulu kuduknya meremang.
Bersambung...
kalou gak kena pasien akan ngebalik ke yang ngobatin maka jangan main main dengan peran dukun karena itu akan kembali ke kita kalau kekuatanya lebih kuat dari kita
semangat terus KA rimaaa, penasaran banget kelanjutan nyaa.
bikin penasaran