NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:30.5k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Suaminya tidur dengan mantan istrinya, di ranjang mereka. Dan Rania membalas dengan perbuatan yang sama bersama seorang pria bernama Askara, yang membuat gairah, harga diri, dan kepercayaan dirinya kembali. Saat tangan Askara menyentuh kulitnya, Rania tahu ini bukan tentang cinta.
Ini tentang rasa. Tentang luka yang minta dibayar dengan kenikmatan. Dan balas dendam yang Rania rencanakan membuatnya terseret ke dalam permainan yang lebih gelap dari yang pernah ia bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Pengkhianatan, Tapi Pembalasan.

Catatan kecil dari Askara sudah terlipat rapi. Tulisan tangan Askara yang singkat, hanya beberapa kata sederhana, terasa berat di telapak tangan Rania. Sebelum turun dari mobi, ia membuka dompet. Menyisipkan kertas itu jauh di balik slot kartu, seolah takut ada orang yang akan menemukannya. Seolah itu rahasia terakhir yang ia punya.

Ia menarik napas panjang, lalu keluar dari mobil untuk masuk ke rumahnya.

Begitu masuk ke rumah, udara langsung berubah.

Ruang tamu penuh.

Ibu dan Bapak mertuanya, kakak ipar, saudara - saudara lain. Semuanya menoleh bersamaan.

Tatapan mereka tajam.

Seolah ingin bertanya dengan mata, dari mana kau semalaman?

Rania tidak mengangkat wajah. Ia langsung berjalan ke dapur, menaruh tas, pura - pura sibuk.

        "Dari mana saja kamu?" suara Niko terdengar dari belakang, dingin.

        "Aku kerja," jawab Rania datar.

        "Kerja? weekend begini?"

Rania menatap balik Niko sebentar, matanya merah. Jijik. Marah. Kecewa, pada suami di depannya.

        "Ya. mendadak ada laporan yang harus segera diselesaikan."

Tatapan dan nada suara Rania yang tenang, membuat Niko salah tingkah. Mengusap kaku tengkuknya.

        "Kalau soal kerjaan, ya sudah... mau bagaimana lagi. Kamu nggak pulang berbulan - bulan pun, aku bisa apa... semuanya demi kepentingan kantor."

         "Ya." jawab Rania singkat.

         " Lalu bagaimana makanannya? sekarang sudah siang... acara ulang tahun Ibra sebentar lagi, tapi kamu belum menyiapkan apa - apa. Kamu masih sempat menyiapkannya sekarang kan?"

Rania menoleh pelan.

Tersenyum miris.

Belum sempat ia menjawab, bel pintu berbunyi nyaring. Suara langkah kaki ramai mendekat.

Rania dan Niko muncul dari dapur, bergabung dengan keluarga besar yang sedang berkumpul di halaman, menatap penasaran rombongan yang datang.

Di halaman, beberapa pegawai katering terkenal masuk membawa tumpukan kotak makanan.

Ada meja panjang, dekorasi, semua diantar rapi.

Niko terperangah.

        "Apa ini?" Tanyanya pada salah satu pegawai.

Sopan, pegawai itu menjawab, "Selamat siang, Tuan. Ini kiriman katering, pesanan Nyonya Rania. Ini benar rumahnya, kan?"

Niko mengangguk ragu. "S-sudah dibayar?"

       "Sudah dibayar lunas, Tuan. Oleh Ibu Rania."

Niko terperangah. Keluarga di belakang sibuk berbisik kecil, Darimana Rania punya uang sebanyak itu.Berapa uang yang Rania habiskan untuk semua itu. Dasar boros.

Rania tersenyum kecil, tahu betul siapa yang mengirimkannya. Pria pemilik kertas dengan tulisan tangan yang terselip di dompetnya. Pria yang menemaninya sepanjang malam. Pria yang menciumnya lembut, yang.....Ah. Jantung Rania berdebar memikirkan Askara.

Niko menoleh pada Rania dengan dahi berkerut. "Dari mana kamu dapat uang buat ini semua? Katering semahal ini? Aku kan hanya memberimu lima ratus ribu, dan itu pun sudah kamu belanjakan, jadi... darimana kamu dapat uangnya?"

Rania menghela napas, merapikan rambutnya dengan santai.

       "Yang penting makanannya sudah ada kan? kamu tidak perlu khawatir tidak ada makanan buat tamu - tamu... nggak penting dari mana uangnya."

Diam.

Hening.

Semua orang di halaman tertegun melihat cara bicara Rania.

Berbeda. Tidak lagi menunduk seperti biasanya.

Dalam hati Rania pun tak tahu, entah kekuatan dari mana sehingga ia sanggup mengucapkan itu semua. Apa karena Askara?... ya, pasti karena Askara.

Niko mengepalkan tangan. Tapi ia jelas tak bisa membuat keributan di depan keluarganya sekarang. Ia lebih memilih masuk dengan muka masam.

Di luar, Pekerja katering mulai sibuk menata makanan. Di dalam, jantung Rania berdegup kencang.

Tidak ada yang tahu siapa yang mengirim semua ini kecuali Rania. Rania yang kembali menyentuh bibir dengan jarinya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Suara musik anak - anak, tawa, obrolan ringan bercampur jadi satu di rumah itu.

Balon warna - warni menghias ruangan. Meja penuh makanan katering mahal yang wangi.

Rania berdiri di sudut, menata piring.

Rambutnya diikat sederhana.

Gaun yang ia kenakan adalah gaun lama, abu - abu pudar, dibeli bertahun - tahun lalu. Bagian lengan sedikit melar, benang bawahnya sudah ada yang terurai.

Pintu depan terbuka.

Suara langkah masuk.

Wulan.

Rumah itu mendadak berpindah poros. Seisi ruangan seolah berputar menghadap pada satu orang.

Wulan melangkah masuk. Gaun biru langit membalut tubuhnya dengan pas. Rambut panjangnya jatuh lembut di bahu. Senyumnya manis.

      "Wulan!"

Suara ibu mertua Rania terdengar riang.

Ia berdiri, menjemput Wulan dengan pelukan hangat.

      "Aduh cantiknya... Mama senang kamu datang,"

Kakak ipar Rania bergabung, memeluk hangat mantan ipar yang dulu pernah ia jelek - jelekkan depan Rania.

      "Cantik sekali... kamu tuh emang paling pintar milih baju, selalu bagus di badan kamu."

Rania membeku di tempat, tangannya sibuk memegang piring kotor. Telinganya panas, tapi wajahnya tetap datar.

Ibu mertua melirik tas Wulan, lalu berkata. "Itu tas yang Mama beliin minggu lalu kan? kamu suka? Nanti Mama kirim lagi ya, sayang..."

Rania menghela napas.

Tangannya refleks meraba gaun tuanya, membatin...

     Jangankan membelikanku tas, gaji bulananku saja dipotong untuk membayar kerugian kantor.

 ***********

Beberapa menit berlalu. Bisik - bisik samar terdengar di belakang punggung Rania, membuat Rania yang tengah mengumpulkan sampah bekas makan refleks mencari tahu.

Di depan sana, Niko mendekati Wulan. Senyum di wajahnya lain sekali. Ia berdiri di samping Wulan... lalu tanpa sungkan, tanpa malu, merangkul pinggang wanita itu.

Keluarga besar Niko ribut mengomentari, ada yang bertanya - tanya, ada yang mengasihani Rania sambil melirik prihatin, dan tak sedikit yang berpihak pada Wulan... dengan alasan paling menjijikkan, Wulan lebih sexy, lebih menggoda.

Jantung Rania seolah berhenti.

Tangannya melemas, jatuh ke samping.

Matanya mencari sekutu... siapa pun yang mungkin peduli. Namun tidak ada.

Ibra, anak yang ia cintai seperti lahir dari rahimnya pun kini berlari... bahagia memeluk Wulan.

Lalu Pak Martin... Ayah mertuanya, menatap sebentar. Lalu melengos pergi, bergabung dengan Niko dan keluarga kecilnya, seolah tak melihat menantunya tergugu disana. Seolah Rania hanya bayangan. Tak penting ada atau tiada.

Rania mundur selangkah, mencoba menahan napas yang berat.Dadanya terasa sesak.

Tapi belum sempat ia masuk ke dalam, sebuah suara memanggilnya.

       "Rania!"

Suara Wulan.

Semua mata menoleh.

Rania berhenti. Kaku.

Wulan tersenyum sopan. "Ambilin aku makanan dong, Ran. Yang seafood ya, aku lapar."

Senyum manis.

Nada lembut.

Tapi Rania tahu... itu bukan permintaan. Itu perintah. Seolah ia pelayan.

Kedua tangan Rania mengepal di balik tubuh.

Ia ingin berkata tidak.

Ingin menampar.

Ingin melempar piring itu ke lantai.

Namun... Ibra, wajah kecil Ibra terlintas di pikirannya. Dan Ibra disana, dekat Wulan... menatapnya penuh harap, agar ulang tahunnya sempurna, tak ada keributan.

Rania menarik napas.

Menelan semua rasa sakitnya.

        "Ya," jawabnya lirih.

Ia berjalan menuju meja makanan. Menahan diri untuk tidak gemetar saat memberikan piring seafood yang diminta Wulan.

Ia tidak menoleh, tidak menatap siapa pun. Semua orang sudah berganti fokus, sibuk makan atau bercanda, seolah tak ada yang salah.

Rania berbalik, memunggungi pesta meriah di belakangnya. Ia sudah hilang rasa. Hilang selera. Menyibukkan diri mengumpulkan piring kosong, kembali masuk ke dapur. Berulang kali. Sepanjang pesta.

*****************

Sore menjelang. Rumah yang siang tadi riuh kini sunyi. Balon - balon sisa pesta mengempis perlahan di lantai.

Aroma makanan katering masih menggantung di udara, bercampur dengan bau samar parfum Wulan, membuat perut Rania seketika mual.

Rania masuk ke rumah, melewati ruang tamu yang berantakan menuju kamarnya.

Tapi begitu sudah membuka pintu... Rania mengutuki dirinya karena lupa apa yang terjadi kemarin di kamar itu, sumpah ia lupa. Tapi sudah terlanjur matanya menatap kasur.

Kasur.

Kasur itu.

Yang seharusnya menjadi tempat paling aman untuknya. Tapi justru menyimpan suara - suara dari semalam. Suara yang terus menempel di kepalanya, tak mau hilang.

Lama Rania berdiri di tepi ranjang. Hampa.

Ingin memukul. Ingin merobek sprei. Tapi ia sudah terlalu lelah, tak ada tenaga. Ia memilih duduk, melantai. Menyandarkan kepala ke tepian ranjang. Menatap kosong.

Suara bahagia Niko dan Wulan terdengar di luar, tertawa saling menggoda.

Rania memejamkan mata rapat - rapat. Memblokir pendengaran, penglihatan.

Tak ada yang mengetuk pintu. Tak ada yang bertanya apakah ia baik - baik saja. Rania seperti hilang. Terasingkan.

Helaan napas Rania terdengar sebelum bergumam pelan, "Aku sudah muak. Muak dengan semuanya."

Tawa Niko dan Wulan pecah lagi. Dekat. Langkah kaki menyusul, tergesa, lantai di teras samping kamar berderit. Rania diam, punggungnya masih bersandar di tempat yang sama. Tangannya dingin.

Mereka berhenti. Tepat di samping kamar. Sunyi sebentar. Lalu suara bibir beradu. Basah. Tergesa.

Rania memejam. Napasnya pelan. Sakit itu datang lagi. Tapi di sela sakit, ada sesuatu yang lain.

Ia teringat Askara

Caranya mencium. Tenang. Dalam. Dan terkadang liar. Semalaman mereka melakukannya hingga bibir mereka kebas. Bibir Askara masih terasa jelas. Bibir hangat yang membuat ritme jantungnya bergerak cepat.

Pengkhianatan?

Tidak. Ia sudah memutuskan, itu bukan pengkhianatan. Itu pembalasan. Dan Rania menikmatinya.

Ingin mengulanginya?

Tentu saja.

Untuk pertama kalinya bibir Rania tersenyum lebar setelah sekian lama..

(Bersambung)....

1
Mundri Astuti
next thor...
biarlah Rania jauh dari lukanya...biar hidup dng lingkungan baru dan org" yg tulus
Mundri Astuti
next thor
Cookies
lanjut thor, semakin seru critanya
Farida Rida
Thor jadikan Rania wanita kuat spy orang" yg menyakitinya menyesal termasuk Askara, buatlah lebih cpt penyembuhannya depresi Rania thor
Mundri Astuti
wajar Rania berfikir seperti itu, krn memang begitu realitanya, berharap pada askara akan tulus padanya, ternyata malah lebih dari yg lain luka yg ditorehnya
aku
emezing dokter brian 👏👏
Mundri Astuti
next thor
Mundri Astuti
tuh kan ...kasian Rania lukanya dalem banget...
jadi korban org disekelilingnya yg egois
Lily and Rose: Bener Kak 😭
total 1 replies
Jumiah
aneh mn ad rmh sakit di bayar sma kalung ,
walau pun kalung berlian ,dasar gelo...
Lily and Rose: Hehehe… buat jaminan saja Kak, berhubung Niko dan keluarganya sudah gak punya uang sementara Bapaknya butuh pertolongan cepat 😆
total 1 replies
chiara azmi fauziah
kan kan kehilangan semuanya rania kamu harus bahagia harus
Mundri Astuti
biar rasa pada, demen banget manfaatin org seh, palagi perempuan malang kaya Rania, di keluarganya ngga dianggap ...
Jumiah
seharusx rania jangan kirim banyak2 jd salah sangkan ,keenakan adikmu poya2
Jumiah
iy rania buka lembaran baru
rugi klo kmu ,patah hati ...
patah tumbuh hilang bergati
yg lebih baik banyak di luar sna ...
biar tau rasa lelaki bodoh yg ,
sdh mendustai mu...
liat kmu bahagia dan sukses..
Lily and Rose: Halooo.... terima kasih sudah komen dan dukungannya untuk novel Rania ya /Heart//Heart//Heart/.. semoga suka dengan episode-episode selanjutnya, jangan lupa like, vote, saran, dan kritiknya ya... terima kasih /Pray//Kiss/
total 1 replies
Mundri Astuti
jangan ketemuin Rania dan aksara Thor....

biar askara belajar menghargai seorang wanita...dah tau Rania ngga punya siapa", tdk dianggap mertua dan suaminya, diselingkuhi lagi...ni malah menambah luka...
Lily and Rose: Bener sih, Askara emang tega banget /Sob//Sob//Sob/
total 1 replies
Jumiah
pergi yg jauh rania ,bangit jadikan itu ..
monipasi untuk maju ,biarkan berlalu
jangan jd kn untuk penghalang untuk maju .
buktikan kesuksesan walau tampa mereka ..jangan putus asa ...
klo cari pasangan ,selexi dulu sebelum.
rania berikan hati..jangan patah hati rugi...
masih banyak yg lebih baik dri sebelum x
Lily and Rose: Setuju Kak, semoga Rania mendapat kebahagiannya ya Kak... kasihan udah terlalu banyak menderita dia /Sob/
total 1 replies
Heny
Aqu suka alur nya smg Rania bahagia
Lily and Rose: Kakak... terima kasih untuk dukungannya yaaaa /Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Heny
Rania sdh tau tuan Baskara km hanya nemanfaatkan nya
Emi Susanti Ahf
sedihnya ya tuhan...😢😢
Lily and Rose: Kisah Rania emang bikin sedih ya Kak /Sob/, semoga Rania bisa mendapatkan kebahagiannya ya nanti. Terima kasih untuk komen dan dukungannya ya Kak. Jangan lupa vote, like, komen di episode-episode selanjutnya /Heart/
total 1 replies
Mundri Astuti
buka lembaran baru Rania...carilah kebahagiaanmu sendiri....bahagiakan dirimu dan keluargamu saja...

next thor
Lily and Rose: Semoga Rania bisa mendapat kebahagiannya ya /Heart/... terima kasih untuk komen dan dukungannya Kak /Kiss/, jangan lupa vote, like, dan komen di episode-episode selanjutnya ya... /Heart/
total 1 replies
Halimatus Syadiah
lanjut nya jangan lama lama ya. sekalian ditambah bannya. makin penasaran
Lily and Rose: Siap Kakak.... /Heart//Heart//Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!