Sebagai murid pindahan, Qiara Natasha lupa bahwa mencari tahu tentang 'isu pacaran' diantara Sangga Evans dan Adara Lathesia yang beredar di lingkungan asrama nusa bangsa, akan mengantarkannya pada sebuah masalah besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunny0065, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Posessif
Alarm upacara menyeru, seluruh murid berjalan tertib memenuhi koridor lantai dua, di barisan paling belakang ada Sangga dan Natasha berdampingan sebagai penutup.
"Buku pelajaran gue di bawa?" tanya Sangga.
"Dalem tas, belum gue buang ke kolong meja Lo," acuh Natasha.
"Gue nitip biar enggak repot bawa ransel," ucap Sangga.
"Udah gue duga kerjaan Lo senengnya bikin orang ngedumel. Gue enggak mau tau ambil semua buku Lo," ujar Natasha.
Sangga menarik pinggang Natasha dan berbisik. "Berani bantah suami? Hukuman Lo enggak main-main."
"Gue enggak takut!" desis Natasha melepas paksa lingkaran tangan di pinggangnya.
"Lo yang minta," gumam Sangga dengan pandangan lurus ke depan.
"Emang gue minta apa? Ngada-ngada," kesal Natasha.
Ketika yang lain berbondong-bondong menuruni tangga, Sangga meraih lengan Natasha dan mengunci pergerakannya di sebuah tiang penyangga, lalu menggigit kecil kulit lehernya.
"Akh, Sangga, Lo apa-apaan sih, gigit gue segala, sakit tau!" protes Natasha mengusap-usap bekas gigitan.
"Barusan Lo nantangin, katanya enggak takut? Baru gue gigit udah ketakutan aja," ejek Sangga.
Wajah Natasha merah bak kepiting rebus, kekesalan di hatinya makin membukit apalagi cara Sangga asal menyentuh sangat tidak sopan.
Natasha mendorong Sangga, berlari kabur menyusul rombongan.
*
Upacara pengibaran bendera merah putih selesai, Alleta menghadang jalan Natasha dengan sepasang mata menyipit.
"Ruam merah di leher Lo kenapa?" tunjuk Alleta.
"Leher gue kenapa?" beo Natasha tidak mengerti.
Decakan terlontar, Alleta merogoh saku rompi, mengeluarkan cermin mini berbentuk kepala Mickey. "Ngaca," suruhnya.
Natasha mengarahkan kaca di sekitar leher, melihat adanya jejak merah di kulit.
"O-oh, ini bekas garukan gue abis digigit nyamuk," alasan Natasha disertai senyuman takut ketahuan.
"Kiranya karena apa," gumam Alleta mengambil kembali little mirror.
"Sini Sha!"
Seruan Dimas di tepi lapang menyudahi interaksi gadis pemilik nama dengan Alleta.
Natasha berlari menghampiri Dimas yang tampak merogoh saku celana.
"Ada apa manggil gue?" tanya Natasha.
Dimas menengadahkan telapak tangan Natasha, meletakkan dua biji permen.
"Permen buat gue?" kikuk Natasha.
"Sangga titip candy buat Lo."
Natasha tertegun menatap permen di telapak tangan.
"Setahu kami, Sangga belum pernah bertindak romantis seperti ini ke cewek manapun, untuk pertamanya, gue dapat amanah dari dia. Gue punya feeling, Lo beruntung diperhatikan Sangga diam-diam," puji Dimas.
"Gue enggak lakuin apa-apa, mustahil diperhatikan diam-diam," geleng Natasha.
Dimas tersenyum. "Hanya feeling gue, jangan ambil pusing," ucapnya.
"Orangnya mana?" tanya Natasha.
"Duluan balik kelas."
*
"Baiklah, terimakasih atas perhatian kalian mengikuti pelajaran saya, sampai jumpa di minggu depan," pungkas Ibu Guru pemegang materi seni budaya.
Beralih ke jam istirahat, satu-satu penghuni kelas keluar bangku menuju kantin, kecuali enam remaja tak lain adalah Gibran, Sangga, Kevin, Adara, Alleta serta Natasha.
"Walau raga kita terpisah jauh, namun hati kita selalu dekat, bila rindu pejam matamu, dan rasakan aaaaaaku, kekuatan cinta kita takkan pernah rapuh terhapus ruang dan waktu, percayakan pada kesetiaan ini pada ketulusan Aishiteru..." senandung Gibran diikuti petikan senar gitar.
Adara melirik sinis ke arah Natasha, beranjak pergi bersama Alleta.
Sangga menarik nafas panjang, mencoba tenang tidak terusik oleh senandung romantis dinyanyikan Gibran yang dipersembahkan untuk Natasha. Gibran memang tidak terang-terangan mengungkapkan perasaannya tetapi Sangga menangkap kode keras tersebut jika Gibran menyukai gadis itu.
"Boleh ngobrol sebentar? Gue mau nanya sesuatu," basa-basi Kevin kepada teman sebangku.
Sangga mendekat. "Natasha sibuk," sambarnya dingin.
Natasha pura-pura buta, mengacuhkan kemunculan Sangga.
"Mau nanya apa, Vin?" tanya Natasha.
Kevin menyeringai menang, merasa dilihat oleh Natasha. "Perasaan—"
"Waktu habis. Kesempatan Lo nanya-nanya habis," Sangga memotong kalimat Kevin, menarik pergelangan tangan Natasha dan memaksanya meninggalkan bangku.
"Posesif," komentar Gibran.
*
Sepanjang menaiki anak tangga, Natasha berontak diseret mengikuti langkah Sangga.
"Lepasin! Lo mau bawa gue ke mana?"
"Atas."
"Ngapain kita ke rooftop, mending ke kantin cari makan, perut gue laper!" protes Natasha.
Sangga membisu, terus menyeret tangan perempuan di belakangnya.
"Gue bisa jalan sendiri, lepasin sekarang juga!"
Sangga melerai cengkraman dan mendorong Natasha maju, memimpin langkah. "Jalan, gue awasi dari belakang."
Natasha mendengus sebal, menghentak kaki meninggalkan Sangga.
Sampai di rooftop, Natasha terpekik kaget begitu Sangga menyambar lengannya dan memojokkannya ke tembok.
"Sebelumnya gue peringati jauhi laki-laki lain, kenapa Lo langgar aturan bikinan gue?" geram Sangga.
"Kevin bukan cowok lain, dia temen sekelas kita. Lo nanya kenapa gue melanggar aturan, jawabannya karena Lo melarang gue!" sahut Natasha.
Sangga mengeratkan cengkraman sehingga Natasha meringis kesakitan.
"Lo ingat status kita apa? Suami-istri. Gue berhak atas diri Lo," desis Sangga.
"Lepas! Lepasin tangan gue, sakit!" mohon Natasha.
"Minta maaf."
"Iya, maafin gue!"
Cengkeraman Sangga melonggar, Natasha meniup pergelangan tangan merahnya.
"Gimana rasanya disakiti dengan sengaja? Sakit bukan, seperti itu perasaan gue ketika enggak dianggap sama Lo di depan cowok lain," ucap Sangga.
Natasha diam, menunduk dongkol tidak terima diceramahi oleh cowoknya.
"Angkat wajah Lo," lanjut Sangga.
Takut diperlakukan kasar lagi, Natasha mengangkat kepala.
Sangga menangkup dagu Natasha, memiringkan kepala dan mencium lembut bibir mungilnya.
Natasha mengerang rendah saat mulutnya didobrak paksa oleh Sangga.
Tidak ingin momen manis cepat berakhir, Sangga menghimpit Natasha makin menempel ke tembok, menambah laju durasi ciumannya.
Natasha kesulitan bernafas, mencakar seragam depan dikenakan Sangga dan usahanya berhasil melepas tautan bibir tengah menyatu.
Uhuk!
Natasha batuk, hampir saja nyawa satu-satunya dimiliki terenggut hilang akibat perbuatan suaminya.
Sangga mengusap bibir basahnya dengan punggung tangan dan tersenyum puas menikmati tekstur lembut bibir Natasha kesekian kali.