Malam itu, suasana rumah Kinan begitu mencekam. Ayah tirinya, Dody, menariknya keluar dari kamar. Kinan meronta memanggil ibunya, berharap wanita itu mau membelanya.
Namun, sang ibu hanya berdiri di sudut ruangan, menatap tanpa ekspresi, seolah tidak ada yang bisa ia lakukan.
"Ibu... tolong, Bu!" Suara Kinan serak memohon, air matanya berderai tanpa henti.
la menatap ibunya dengan tatapan penuh harap, namun ibunya tetap diam, memalingkan wajah.
"Berhenti meronta, Kinan!" bentak ayah tirinya sambil mencengkeram tangan nya lebih keras, menyeretnya keluar menuju mobil tua yang menunggu di halaman...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Bukan gitu, Kin. Aku kaget aja lihat kamu di sini," jawab Fuji sambil tertawa kecil.
"Kamu kuliah di sini juga, Kinan?" Sally ikut bertanya, memastikan.
"Iya dong, nih ...Aku baru aja selesai ikut ospek," ucap Kinan sambil menunjukkan kartu tanda pengenalnya.
"Ah, akhirnya kita bisa sekolah lagi di tempat yang sama kayak dulu," seru Fuji dengan semangat.
Mereka bertiga pun akhirnya menuju kantin bersama, mengobrol dan mengenang masa-masa sekolah dulu dengan tawa dan canda.
Hari ini, Kinan berangkat ke kampus diantar oleh sopir, yang di tempatkan Aryo di villa. Kinan berangkat ke kampus bersama Aryo hanya saat hari pertama kuliah dulu, selebihnya dia di antar oleh sopir.
"Nanti pulang jam berapa Mbak Kinan?" tanya sopir pribadi Aryo yang bernama Pak Danang.
"Belum tahu pak! Soalnya hari ini kan pertama kali pelajaran di mulai, sepertinya sih sampai sore. Bapak kalau mau pulang, pulang aja dulu Pak! Nanti saya hubungi kalau sudah mau pulang," sahut Kinan.
Pak Danang sedikit ragu dengan perintah dari Kinan. Tapi setelah berpikir sejenak, akhirnya dia menyetujuinya.
"Oke kalau begitu, habis ini Bapak pulang ke Villa dulu ya mbak. Nanti kalau sudah mau pulang, Mbak Kinan hubungi saya aja bapak pasti langsung menuju kemari."
"Iya terima kasih ya Pak,"
Kinan pun lalu berjalan masuk ke dalam kampus. Setelah beberapa hari menjalani ospek, hari ini adalah hari pertama perkuliahan resmi Kinan sebagai mahasiswa.
Suasana kelas begitu tenang, semua mahasiswa terlihat berfokus pada aktivitas masing-masing. Di sebelah Kinan, seorang perempuan dengan penampilan sederhana namun cantik tiba-tiba menyapanya.
"Hai, nama kamu siapa?" tanya perempuan itu pelan.
"Oh, hai! Aku Kinan. Kamu siapa?" balas Kinan sambil tersenyum.
"Aku Rossa," jawab perempuan itu sambil tersenyum ramah.
"Kamu berasal dari mana, Kinan?"
"Aku asli dari kampung Rambutan, lumayan jauh dari sini. Tapi aku tinggal di sini sama Omku," ujar Kinan.
"Kalau kamu sendiri dari mana?"
"Aku asli orang sini kok, rumah ku nggak jauh dari kampus ini," jawab Rossa.
Percakapan mereka terhenti sejenak saat terdengar bisik-bisik dari beberapa mahasiswa. Salah seorang teman sekelas berbisik pada yang lain,
"Hati-hati, ya, guys. Kita bakal di ajar sama dosen killer hari ini. Katanya beliau galak banget. Kalau ada kesalahan sedikit aja, bisa langsung kena tegur."
Kinan dan Rossa saling berpandangan, merasa gugup mendengar kabar itu. Tak lama, suara langkah kaki terdengar di luar kelas, dan semua mahasiswa terdiam. Pintu kelas terbuka, dan masuk lah sosok dosen yang di kenal "killer" itu.
Kinan menahan napas, matanya membelalak. Ternyata dosen yang berdiri di depan kelas itu adalah Aryo, suami Kinan. Ia merasa kaget, tak menyangka suami nya adalah dosen yang terkenal galak di kampus ini.
"Om Aryo," gumam Kinan pelan, yang hanya bisa di dengar sendiri olehnya.
Aryo berdiri tegak di depan kelas, menatap para mahasiswa dengan ekspresi serius. Kinan berusaha menenangkan diri, berusaha agar ekspresi nya tetap tenang dan tidak menarik perhatian.
Di dalam hatinya, ia merasa campur aduk-antara kaget, canggung, dan khawatir, terutama karena ia harus menjaga hubungan mereka tetap rahasia di kampus.
Aryo berdiri di depan kelas dengan sikap tenang dan profesional, seolah-olah ia sama sekali tidak mengenal Kinan. la menjalankan peran nya sebagai dosen dengan sangat baik, tidak menunjukkan sedikit pun bahwa ada ikatan di luar kelas dengan salah satu mahasiswa di ruangan itu.
"Selamat pagi, semua," sapanya dengan suara tegas.
Perkenalkan, nama saya Aryo Banyu Pramudya. Kalian bisa panggil saya Pak Aryo."
Semua mahasiswa memperhatikannya dengan penuh rasa ingin tahu, terutama setelah mendengar reputasinya sebagai dosen yang terkenal tegas.
"Hari ini, saya akan langsung memberikan kuis untuk kalian. Saya ingin melihat seberapa jauh pemahaman kalian tentang mata kuliah ini. Jika ada yang keberatan, silahkan angkat tangan."
Kelas menjadi sunyi. Tak ada satu pun mahasiswa yang berani mengangkat tangan atau berbicara. Mereka hanya saling melirik, tampak terkejut dengan metode tegas Aryo yang langsung menguji pengetahuan mereka di hari pertama.
"Baik, kalau tidak ada yang keberatan, kuis akan saya mulai,"ujar Aryo sambil membagikan lembar soal kepada para mahasiswa.
Kinan menerima kertas itu dengan hati-hati, berusaha tetap tenang meski ia merasa gugup. Ia tahu Aryo tidak akan memperlakukannya secara khusus, dan ia pun tidak ingin identitasnya sebagai istri muda Aryo terungkap.
Kinan mulai membaca soal dengan serius. Meski sedikit tegang, ia merasa tertantang untuk menunjukkan kemampuan di depan Aryo, dosen sekaligus suami nya yang kini berperan sebagai sosok tegas di kelas.
Setelah kuis selesai, Aryo berdiri di depan kelas dan mengamati para mahasiswa. Kemudian, ia menunjuk salah satu mahasiswi di bagian depan.
"Kamu yang pakai baju putih," kata Aryo sambil menatap ke arah Kinan.
"Siapa namamu?"
Kinan yang merasa sedikit jengkel karena di panggil seperti itu, berusaha tetap tenang.
"Saya Kinan, Pak," jawabnya pelan.
Aryo mengangguk singkat.
"Kinan, tolong bantu saya bawa lembar jawaban ini ke ruangan saya."
Kinan mendesah kecil, namun ia tetap menurut.
"Baik Pak," jawabnya sambil bangkit dari kursinya dan mengumpulkan lembar-lembar jawaban dari teman-temannya.
Setelah berpamitan kepada mahasiswa lainnya, Aryo melangkah keluar dari kelas, di ikuti oleh Kinan yang membawa tumpukan kertas jawaban. Sambil berjalan di belakang Aryo, Kinan sesekali menggerutu dalam hati, merasa kesal karena Aryo Ternyata sama saja kelakuannya saat di kampus.
"Dasar om-om tua jelek. Nggak di Villa, nggak di sini sama aja suka memerintah," gumam nya pelan, cukup keras untuk dirinya sendiri, tapi tidak mungkin terdengar oleh Aryo.
Namun pikiran Kinan salah, Aryo masih dapat mendengar gerutu nya.
"Aku masih bisa mendengar ucapan mu Kinan," ucap Aryo sedikit jengkel.
Setelah beberapa menit, mereka sampai di depan ruang dosen. Aryo membuka pintu dan memberi isyarat agar Kinan masuk terlebih dahulu. Kinan meletakkan kertas-kertas jawaban di meja Aryo, masih dengan wajah cemberut. Aryo memperhatikan Kinan sejenak, lalu tersenyum tipis.
"Terima kasih sudah membantuku, Kinan," ucapnya dengan nada yang lebih lembut.
Namun, Aryo tetap menjaga sikapnya agar profesional. Kinan hanya mengangguk singkat, lalu berniat untuk langsung kembali ke ruang kelas. Saat Kinan hendak meninggalkan ruangan, Aryo tiba-tiba mencekal tangan nya dan menariknya.
Terkejut, Kinan refleks memeluk Aryo untuk menahan keseimbangan, dan ia memekik pelan karena kaget. Begitu menyadari posisinya, ia buru-buru melepaskan pelukan nya dan menatap Aryo dengan sedikit kesal.
tunggu klnjutannya,klw bisa up bnyak ya thor
lanjutkan kk..bgus crtanya ini