follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Ribuan kilometer terbentang antara Rico dan Aruni, namun jarak itu tak mampu memisahkan hati Rico dari Indonesia. Di tengah gemerlap kota Den Haag, Belanda, Rico disibukkan dengan proyek besar yang sangat krusial bagi perusahaannya. Rapat demi rapat, presentasi, dan diskusi panjang mengisi hari-harinya dari pagi hingga larut malam. Ia harus fokus pada pekerjaan, memastikan setiap detail berjalan sesuai rencana. Profesionalismenya menuntutnya untuk mengerahkan seluruh energi dan pikirannya di sana.
Meskipun begitu, hati Rico seolah tertinggal di Indonesia. Ada kegelisahan yang menguasai dirinya, sebuah kegalauan luar biasa yang tak bisa ia hindari. Pikirannya sering melayang pada Aruni, senyumnya, tawa renyahnya, dan tatapan matanya yang teduh. Ia bertanya-tanya, bagaimana kabar Aruni di sana? Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia merindukannya juga? Tapi semua itu selalu terbayarkan dengan foto dan video Aruni yang dikirimkan Dina kepadanya.
Godaan di Belanda pun datang silih berganti. Sebagai seorang pengusaha yang sukses dan berpenampilan menarik, Rico seringkali dihadapkan pada situasi yang menguji kesetiaannya. Banyak rekan kerja, terutama dari klien, yang mencoba menyodorkan wanita cantik untuk "memuluskan" pekerjaan mereka. Rayuan halus, ajakan makan malam pribadi, hingga tawaran untuk sekadar menikmati hiburan malam di kota-kota Eropa yang bebas. Namun, dengan sopan dan tegas, Rico selalu menolak semua ajakan itu.
"Terima kasih atas tawarannya, tapi saya ada janji," atau "Saya harus fokus pada pekerjaan," menjadi alasan-alasan klise yang selalu ia lontarkan.
Hatinya sudah terpaut di Indonesia, pada Aruni. Ia tidak ingin mengkhianati perasaan itu, apalagi merusak kesempatan yang sudah di depan mata. Bayangan Aruni selalu menjadi benteng pertahanannya dari segala godaan.
Memasuki minggu ketiga keberadaannya di Belanda, Rico mendapatkan sebuah kabar yang membuat hatinya menghangat sekaligus dilanda kerinduan yang membuncah. Sebuah pesan dari Tante Dina.
"Rico, Aku mau kasih kabar baik," bunyi pesan itu.
"Aruni tadi malam cerita, dia mimpi indah setelah salat istikharah. Dia bilang hatinya sekarang lebih tenang dan yakin."
Rico tersenyum lebar membaca pesan itu. Rasa lelahnya seketika hilang digantikan kebahagiaan. Isyarat mimpi positif Aruni adalah jawaban yang ia harapkan. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama saat membaca pesan selanjutnya.
"Tapi, Rico," lanjut Din, "Aruni juga bilang dia sedikit bimbang. Dia khawatir kamu menghilang atau hanya main-main saja. Katanya kok tidak ada kabar darimu sama sekali."
"Karena selama kepergianmu, kamu seperti menghilang di telan bumi, tanpa kabar tanpa pesan. "
Hati Rico mencelos. Ia tahu, ia memang sengaja tidak memberikan kabar apapun kepada Aruni. Ia ingin membuat Aruni merindukannya dan memikirkannya. Ia ingin Aruni merasakan bagaimana rasanya kehilangan dirinya sejenak, agar ketika mereka bertemu lagi, rasa rindu itu akan meledak menjadi kebahagiaan yang berlipat ganda. Sebuah strategi yang berisiko, namun ia yakin akan berhasil.
"Ya Allah, Aruni," batin Rico. "Maafkan aku sudah membuatmu cemas. Dan berfikir yang tidak-tidak tentangku. "
Rasanya ingin sekali Rico segera pulang untuk membuktikan kalau ia serius dan tidak main-main. Ingin sekali ia menelepon atau mengirim pesan pada Aruni saat itu juga, menjelaskan semuanya, dan mengatakan betapa ia merindukannya. Namun, ia harus menahannya. Urusannya di Belanda belum selesai. Proyek ini terlalu penting untuk ditinggalkan. Ia harus menyelesaikan tugasnya dengan sempurna sebelum bisa kembali dan menghadapi Aruni dengan kepala tegak.
Apakah Rico tidak rindu?
Tentu saja, Rico sangat merindukannya. Setiap malam, bayangan Aruni hadir dalam benaknya. Setiap tawa atau senyum yang ia lihat dari foto yang dikirim Tante Dina, hanya menambah kerinduannya. Ia ingin rindu ini semakin besar, semakin memuncak, sehingga saat mereka bertemu nanti, mereka bisa melepas rindu yang sama dengan luapan kebahagiaan yang tak tertahankan.
"Maafkan aku Aruni, tinggal sedikit lagi. Aku akan pulang. Dan akan membuktikan padamu kalau aku serius dan tidak main-main." gumam Rico sebelum tidur sambil menatap langit kamarnya.
"Segera, setelah semua jelas tentang perasaanmu, aku akan meresmikan hubungan kita. Aku akan membuktikan kepada semua orang kalau kamu pantas untuk dicintai. Kamu pantas untuk mendapatkan yang terbaik, dan aku– Aku akan membuktikan kalau aku yang terbaik untukmu. Bersabarlah, sedikit lagi. "
**********
Di Indonesia, Aruni masih berkutat dengan kesibukannya sebagai guru SD. Setiap hari ia menghadapi anak-anak didiknya dengan senyum, walau banyak diantara mereka ada yang membuat darahnya mendidih. Tapi dia di tuntut untuk tetap sabar dan selalu tersenyum agar muridnya tidak ilfeel padanya.
Namun di balik itu semua, ia masih menunggu kedatangan Rico dan kabar darinya. Setiap malam ia kembali bersujud, berharap penantiannya ini tidak sia-sia. Dan rasa sakitnya kembali. Ia memohon kekuatan untuk tetap sabar, dan keyakinan bahwa apa yang ia rasakan adalah bagian dari takdir yang indah nantinya.
"Ya ampun, ini alasan aku nggak mau jatuh cinta. rasanya sangat menyesakkan. " gumamnya.
"Kenapa saat aku ingin sendiri, masih ada saja yang datang mengusik hatiku. " gumamnya lagi sambil memegangi dadanya.
Aruni terlelap kembali setelah melakukan shalat malamnya. Berharap besok dia bangun dengan kabar baik. Atau setidaknya besok dia bisa bangun dengan keadaan segar.
Benar saja, Aruni terlihat sangat segar pagi ini. Dia dan tante Dina berencana akan pergi ke pasar hari ini. Dia sangat antusias karena sudah lama Aruni tidak pernah pergi ke pasar. Dia ingin tau seperti apa pasar tradisional di Jakarta.
"Apa kamu sudah siap, Run? " tanya tante Dina.
"Sudah, tante. Ayo kita berangkat. "
"Pa, titip Rubby ya. aku tidak mengajak Rubby kepasar, karena takut nangis nanti. " pinta tante Dina kepada suaminya.
"Ya sudah, kalian pergilah. aku akan menjaga Rubby." kaya Amar.
Dengan senyum lebar Dina dan Aruni pergi ke pasar tradisional dengan menggunakan motor matic tante Dina. Mereka terlihat sangat antusias, walau hanya pergi ke pasar untuk membeli sayur. Karena biasanya si kecil Rubby selalu rewel ingin ikut dan itu akan menghambat pergerakan mereka untuk berbelanja.
"Semua sudah lengkap nih, Run. Nanti sore kita akan masak rendang. " kata Tante Dina dengan senyum lebar.
"Iya, tante. Aku akan bantu. " jawab Aruni membalas senyuman tantenya.
"Tante sangat terbantu debgan kehadiranmu disini, Run. Kalau begitu sebelum pulang kita ngebakso dulu yuk. Sekalian bungkusin buat Rubby dan Ma Amar. "
"Ayok lah. cus. " Aruni tersenyum senang mendapat tawaran itu.
Mereka memakan bakso itu dengan sangat lahap di dampingi es jeruk yang menyegarkan. Namun semua kebahagian itu hilang saat–,
"Mbak Aruni?"
Kabar dari Tante Dina seolah menjadi jembatan antara dua hati yang terpisah jarak. Rico kini tahu bahwa Aruni merindukannya, dan Aruni mulai merasakan benih-benih cinta yang tumbuh. Namun, waktu dan jarak masih menjadi penghalang. Akankah Rico mampu bertahan di tengah ujian rindu dan godaan, dan akankah Aruni tetap teguh pada penantiannya hingga takdir menyatukan mereka kembali? Lalu siapa yang kembali datang mengusik?