NovelToon NovelToon
Suami Dan Anak Ku Bukan Untuk Ku

Suami Dan Anak Ku Bukan Untuk Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Persahabatan / Cinta Murni / Dijodohkan Orang Tua / Teman lama bertemu kembali / Pernikahan rahasia
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Vismimood_

Menjadi Istri kedua atau menjadi madu dari Istri pertama sudah pasti bukan sebuah mimpi dan harapan, bahkan mungkin semua wanita menghindari pernikahan semacam itu.
Sama halnya dengan Claire yang sudah menyusun mimpi indah untuk sepanjang hidupnya, menikah dengan suami idaman dan menjadi satu-satunya Istri yang paling cintai.
Namun mimpi indah itu harus kandas karena hutang Papanya, uang miliaran yang harus didapatkan dalam dua bulan telah menjadi kan Claire korban.
Claire akhirnya menikah dengan pengusaha yang berhasil menjamin kebangkitan perusahaan papanya, Claire dinikahi hanya untuk diminta melahirkan keturunan pengusaha itu.
Segala pertentangan terus terjadi di dalam pernikahan mereka, Claire yang keras menolak hamil sedangkan jelas tujuan pernikahan mereka untuk keturunan.
Kisah yang sedikit rumit antara satu suami dan dua istri ini dialami Claire, Brian, dan Tania. Akan seperti apa akhirnya pernikahan itu, jika keturunan tak kunjung hadir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vismimood_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Buruk Sekali

Claire terusik ketika pintu kamarnya dibuka, dengan mata yang masih sulit terbuka Claire bisa sedikit melihat sosok Jihan. Wanita itu tampak membawakan dua gelas air minum dan menyimpannya dimeja samping tempat tidur, perlahan Claire bangun dengan tubuh yang terasa sakit semua itu.

"Kamu sudah bangun." Ucap Jihan.

Claire melirik sampingnya dimana Brian masih terlelap, seketika itu raut wajahnya Claire tampak syok. Bagaimana bisa, Claire melihat dirinya sendiri dimana semua kain yang menempel semalam kini telah hilang.

"Claire." Panggil Jihan.

Segera Claire menutup seluruh tubuhnya dengan selimut yang sejak tadi terpasang, Claire kembali melirik Brian. Melihat setengah dada Brian yang terekspos bebas sepertinya membuat pemikiran Claire menjadi benar, apa sudah mereka lakukan, bagaimana bisa Claire melakukan semuanya semalam.

"Kamu kenapa?" Tanya Jihan yang akhirnya mendekat dan mengusap lembut kepala Claire.

"Ini-"

"Kenapa harus kaget, kan sudah seharusnya seperti ini. Kalian sudah menikah kan, tidak masalah dengan hal seperti ini."

Claire menggeleng, mendadak emosinya kembali diaduk sempurna, Claire marah, kenapa bisa ini terjadi. Matanya tiba-tiba panas, air mata yang mendadak berlomba untuk keluar telah berhasil membasahi pipi Claire.

Jihan duduk dan mendekap tubuh Claire, itu salah Jihan tapi Jihan tidak mau mengakuinya, Jihan harus yakin jika setelah ini mereka akan semakin dekat. Brian yang mendengar isakan Claire rupanya terusik dan ikut bangun, sama seperti Claire ternyata Brian juga terkejut dengan keadaannya saat ini.

"Istirahatlah, Mama sudah suruh Raka untuk mengurus semuanya di Kantor."

Tak ada jawaban, Brian diam mengingat apa yang terjadi pada dirinya dan Claire. Ternyata mereka sudah melakukannya, Brian ingat bagaimana semalam ia mendadak bernafsu pada Claire.

"Jangan seperti ini Claire, yang menyentuh kamu itu Suami kamu sendiri. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, ini sudah jadi kewajiban kamu juga."

"Mama keluarlah!" Pinta Brian yang juga masih setengah sadar.

"Baiklah, kalian cepat turun kita sarapan sama-sama ya."

Jihan mengusap pundak Brian sampai akhirnya berlalu meninggalkan keduanya, setelah tidak ada lagi Jihan, Claire perlahan turun tak mau jika harus berbicara dengan Brian. Kamar mandi adalah tujuan langkah Claire, rasa sakit ditubuhnya tak diperdulikan meski sedikit menyiksa.

Brian yang masih bertahan di tempat tidur tampak berpikir kenapa bisa terjadi, Brian seperti tidak waras semalam karena tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Itu memang yang diinginkannya tapi bukan seperti itu juga caranya, apa yang dipikirkan Claire sekarang tentang dirinya.

*

Dibawah guyuran hujan yang tak terlalu deras itu Tania tampak berjalan perlahan tanpa perlindungan apa pun, tak perduli meski tubuhnya telah basah saat ini. Tania pulang dari pemakaman orang tuanya, beberapa hari tinggal di kota kelahiran membuat Tania sedikit lebih tenang.

Sepanjang waktu Tania habiskan dengan pergi ke makam dan mengurusi halaman rumahnya, senang sekali meski pun di tempat tersebut Tania hanya seorang diri. Tania melepaskan segala penat dan juga bebannya yang selama ini ditahan sepanjang bersama Brian dan keluarganya, disini Tania bebas menangis, bebas marah, dan berekspresi seperti apa pun sesuai mood hatinya.

"Mungkin aku lebih baik di sini saja, tidak perlu kembali ke sana. Mas Brian sudah ada Claire juga, tanpa ada aku mereka pasti bisa lebih bebas saling mendekat." Batin Tania.

Sampai di rumah Tania tidak langsung masuk, ia memilih duduk di teras dan meluruskan kakinya, membiarkan agar air hujan tetap membasahi kakinya itu. Tania tersenyum tenang, ini rasanya sangat berbeda dan Tania lebih nyaman dikesendirian saat ini.

"Mas Brian apa kabar, dia pasti kesal karena aku mematikan ponsel selama di sini." Gumam Tania.

Sering kali Tania merasakan rindu yang teramat pada suaminya itu, tapi Tania sudah bertekad untuk mulai membatasi diri. Membiasakan menjauh dan memberi ruang pada Brian dan Claire untuk bersama, dengan begitu suatu hari Tania tidak akan terpukul terlalu dalam ketika harus meninggalkan Brian.

"Apa mereka sudah melakukannya, Mama seharusnya bisa memperhatikan itu."

Hujan yang perlahan reda membuat Tania sedikit kedinginan, ia lantas masuk dan mandi. Mungkin besok atau lusa Tania akan kembali ke tempat suaminya, semoga saja ada kabar baik yang akan didengar Tania disana.

*

Brian kembali ke kamar Claire setelah membersihkan diri di kamarnya sendiri, tapi ternyata Claire tidak ada di sana bahkan di kamar mandi pun tidak ada. Brian lantas turun tentu saja untuk mencari keberadaan Claire, sepertinya mereka harus bicara sekarang bukan saling menghindari seperti itu.

"Mama lihat Claire?" Tanya Brian.

"Tadi dia ke dapur, bicara baik-baik dia sedang marah sekarang."

Brian tersenyum tipis dan berlalu ke dapur, Claire memang ada disana terlihat sedang mengaduk susu putih digelasnya. Wanita itu tetap menunduk meski sadar Brian sudah ada di sampingnya, mau bagaimana lagi Brian harus memulai pembicaraannya sendiri.

"Claire, Kita-"

"Seperti itu rupanya cara kamu bertindak!"

"Claire semalam aku-"

"Tidak bisakah kamu meminta baik-baik, jika tidak bisa bersikap baik padaku, setidaknya bersabar sampai aku bisa rela!"

Kali ini Claire berani menatap Brian, meski dengan mata yang berlinang Claire berusaha tetap tenang. Brian yang hendak kembali bicara harus diam ketika tangan Claire terangkat ke depan wajahnya, ada botol kecil yang ditunjukkan Claire disana.

"Apa ini?" Tanya Brian yang hendak meraihnya. Namun gagal karena Claire menjauhkannya.

"Apa ini, kamu bertanya apa ini sekarang?"

"Memangnya apa itu?"

"Jangan pura-pura bodoh!"

Brian mengernyit ketika tiba-tiba nada bicara Claire meninggi, lalu apa yang harus dikatakan Brian jika kenyataannya ia memang tidak tahu. Claire mengusap air matanya yang lancang melintasi pipi mulusnya, Claire kembali menunjukan botol itu pada Brian.

"Ini yang kamu berikan pada ku, racun ini yang membuat mu bebas merenggut semuanya dari aku. Iya kan?!" Bentak Claire seraya melempar botol itu ke dada Brian.

Tentu saja Brian meraihnya cepat agar bisa memastikan apa itu, Brian juga tampak terkejut ketika tahu kejelasannya. Melihat keterkejutan Brian justru membuat Claire tersenyum muak, Brian menyimpan botolnya dan kembali menatap Claire.

"Ini-"

"Diam!" Sela Claire.

"Botol ini menjelaskan jika sebenarnya kamu itu terlalu payah untuk meluluhkan hati seorang wanita, caramu ini sangat memalukan. Ini jalan yang kamu ambil setelah dengan bangga kamu mengatakan jika aku akan dengan mudah menyukaimu, cara ini yang membuat mu berani menyamakan aku dengan wanita murahan di luar sana yang bisa menyukai suami orang lain dengan mudah, iya?"

"Hati-hati kalau bicara, kau fikir aku melakukan ini dengan sengaja?"

Kini Brian mulai tersulut emosinya, dari mana asal obat itu kenapa bisa sampai di tangan Claire. Jadi obat itu yang membuat Brian hilang kontrol semalam, dan Claire juga dalam pengaruh obat itu sehingga dengan mudah Brian menguasai tubuh Claire.

"Kamu memang munafik, tapi juga bajingan, brengsek!"

"Diam kamu!" Bentak Brian seraya menunjuk wajah Claire.

"Apa, mau tampar aku ayo tampar, mau apa kamu sekarang. Mau menikmati tubuh ku lagi, ayo lakukan saat aku sadar!"

"Diam aku bilang!"

Claire menepis kasar tangan Brian, sekali pun Claire harus mati sekarang mungkin itu yang paling benar. Tidak ada lagi yang perlu Claire pertahankan dalam hidupnya, semua sudah direnggut secara paksa, ini sangat tidak adil baginya.

Tangan Claire terangkat dan terayun dengan ringan ketika Brian kembali membuka mulutnya, beruntung Jihan lebih dulu datang dan menahan tangan itu. Claire membanting kasar tangan Jihan, sopan santun dan apa pun itu Claire tidak perduli lagi.

"Bukan Brian, Claire. Mama yang melakukan itu, Mama yang mencampur obat itu ke minuman kalian berdua, Mama yang membuat kalian tidak sadar agar bisa melakukan semuanya."

Brian dan Claire sama-sama terkejut, ulah macam apa yang sudah dilakukan Jihan pada mereka. Satu detik kemudian Claire tertawa, tawa yang terdengar begitu pilu oleh Jihan Brian, tawa yang dibarengi aliran air mata di pipi Claire.

"Lalu siapa yang akan membela ku sekarang, jika masih ada Mama mu yang membela mu. Lalu aku siapa, siapa yang mau membela ku di sini!" Bentak Claire pada keduanya.

"Claire, dengar dulu. Mama-"

"Diam, diam aku bilang diam!" Jerit Claire prustasi.

"Kalian semua tidak ada bedanya, kalian semua egois, kalian hanya memikirkan keinginan kalian sendiri tanpa memikirkan perasaan ku. Selamat karena kalian berhasil!"

Claire berlalu begitu saja meninggalkan keduanya, kepergian Claire yang penuh amarah justru membuat Jihan meneteskan air mata. Sesalah itu perbuatan Jihan, kenapa semua jauh berbeda dari perkiraan Jihan.

Bruk....

Claire nyaris terjengkang ketika tak sengaja bertabrakan dengan Yunia, sesaat Claire menatap Yunia dan kembali melanjutkan langkahnya ketika Yunia membuka mulutnya. Claire tidak mau mendengar apa pun sekarang, harusnya Claire bisa pergi sejak awal tanpa memikirkan apa pun lagi bahkan meski itu nyawa Dirga sekali pun.

"Claire kamu mau kemana?" Teriak Yunia yang melihat Claire keluar gerbang.

"Mana dia?" Tanya Brian yang sedikit mengejutkan Yunia.

"Dia keluar, kenapa dia?"

Bukan menjawab Brian justru turut pergi untuk mengejar Claire, tapi sepertinya Claire sudah menghilang karena Brian tak bisa melihatnya sekarang. Dengan langkah seribu Brian kembali masuk untuk mengambil kunci mobilnya, Claire hanya pergi berjalan kaki harusnya Brian akan bisa menyusul.

Dengan mobil mewah yang dimilikinya Brian berusaha mencari Claire, hanya beda beberapa menit saja tapi kenapa Brian tidak bisa melihat Claire sepanjang jalan. Kemana perginya wanita itu, apa dia punya jurus menghilang, batin Brian mulai gelisah saat ini.

"Ini memang keterlaluan, tapi apa dia tidak mendengar jika semua adalah ulah Mama. Dasar bodoh!" Umpat Brian seraya memukul kemudinya.

*

Jauh di sana Claire benar-benar berhasil pergi dari rumah Brian, lelaki itu tidak bisa menemukannya sampai langit gelap sekarang. Bukan rumah orang tuanya yang jadi tujuan, kaki Claire justru membawa Claire ke tempat Raja.

Claire menekan belnya berulang kali, entah kemana lelaki itu karena tak menggubrisnya sama sekali. Meski tak mendapat respon tak lantas membuat Claire menyerah, ini sudah malam mungkin saja Raja sudah tertidur.

"Buka." Gumam Claire yang akhirnya luluh ke lantai.

Sejak pergi dari rumah Brian, air mata Claire begitu enggan berhenti mengalir. Sungguh penampilan Claire sudah kacau sekarang, kakinya terlalu jauh melangkah sejak pagi tadi.

"Buka, Raja." Panggil Claire.

Bersamaan dengan itu pintu terbuka, dan berhasil membuat tubuh Claire yang bersandar ke pintu ambruk.

"Claire, Ya Tuhan."

Raja segera membantu Claire bangkit dan membawanya masuk, langkah Claire yang tampak begitu ringkih membuat Raja seketika merasa sedih.

"Duduklah." Titah Raja.

"Sebentar aku bawakan minum dulu."

Buka membiarkan, Claire justru menarik Raja agar duduk di depannya, Begitu saja Claire memeluk Raja, erat dan bahkan sangat erat. Jantung Raja mendadak bergemuruh ketika mendengar tangis Claire yang semakin dalam, ada apa dengan wanita itu kenapa sampai seperti ini keadaannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!